Ribuan Napi Bebas Rakyat Cemas

Oleh: Asha Tridayana

 

LensaMediaNews— Di tengah wabah covid-19 atau virus Corona yang melanda dunia tak terkecuali negeri ini, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yang dirasa nyeleneh dan cukup mendatangkan tanda tanya masyarakat. Kebijakan tersebut tidak lain terkait pelepasan para narpidana di seluruh negeri dengan jumlah fantastis mencapai 35 ribu lebih.

 

Keadaan ini terjadi sejak diterbitkannya Keputusan Menkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran covid-19.

 

Kriminolog dari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya Kristoforus Laga Kleden bahwa program pelepasan napi karena virus Corona bukan tanpa risiko. Sebab ada kemungkinan penjahat atau residivis ini akan mengulangi lagi perbuatannya. Untuk itu, ia menyarankan agar sejumlah napi yang dilepas dan nekat mengulangi lagi aksi kejahatan harus diberi hukuman yang lebih berat, sekaligus tidak diberi atau diikutkan lagi program apapun selanjutnya.

 

Benar saja, telah terbukti terdapat napi yang kembali ditangkap karena berbuat pidana, padahal Ditjen PAS mewajibkan napi yang dibebaskan agar menjalani asimilasi di rumah. Seperti di Bali, pria bernama Ikhlas alias Iqbal (29) yang dibebaskan pada 2 April. Ia kembali ditangkap pada 7 April karena menerima paket ganja seberat 2 kilogram.

 

Lalu di Sulawesi Selatan (Sulsel), seorang pria bernama Rudi Hartono harus kembali mendekam dalam penjara karena hendak mencuri di rumah warga. Selain itu, di Blitar, seorang pria berinisial MS ditangkap dan babak belur diamuk massa setelah kepergok mencuri motor warga. MS dibebaskan pada 3 April dan ditangkap tiga hari kemudian.

 

Belum selesai sampai disitu, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana di Polda Metro Jaya, Sabtu, 11 April 2020 berhasil melakukan penangkapan terhadap lima orang pemuda yang menyebarkan ujaran kebencian dan aksi vandalisme di wilayah Tangerang Kota, dan mengungkap adanya dugaan aksi kejahatan terorganisir di tengah wabah Corona (metrotempo.co 12/04/20).

 

Sungguh ironis, disaat masyarakat berduka karena wabah corona yang telah memakan banyak korban jiwa dan sederet permasalahan baik aspek ekonomi, kesehatan dan lain-lain. Kini ditambah lagi masalah terkait keamanan yang cukup meresahkan.

 

Ibarat jatuh tertimpa tangga, masyarakat dihadapkan dengan perasaan khawatir dan cemas akibat pelepasan ribuan napi, yang jelas tidak menutup kemungkinan akan berulah kembali. Hal ini mengisyaratkan jika pemerintah tidak menyiapkan sejumlah perangkat regulasi untuk mengeliminasi dampak kebijakan percepatan pembebasan napi.

 

Disamping itu, sederet kasus yang terjadi menjadi bukti kegagalan pemerintah dalam melakukan pembinaan napi di lapas dan ketidakmampuan memberikan rasa aman pada publik. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho, menilai fenomena tersebut sebagai kegagalan Kemenkumham. Khususnya Ditjen PAS serta lapas atau rutan, dalam mengawasi para napi yang dibebaskan. Serta sistem pemidanaan yang gagal dalam rangka membuat efek jera sehingga ada sesuatu yang perlu dievaluasi.

 

Seperti itulah ketika aturan yang diberlakukan bersumber dari Undang-undang buatan manusia yang terbatas dan sering kali condong pada kepentingannya sendiri. Aturan ini tak lepas dari sistem Demokrasi berbasis Kapitalis, dimana selalu mengedepankan untung rugi, tanpa peduli dampak yang ditimbulkan, sekalipun mengancam keamanan baik harta maupun nyawa masyarakat.

 

Mereka beranggapan dengan pelepasan napi akan menghemat anggaran negara untuk kebutuhan warga binaan pemasyarakatan (WBP) hingga Rp 260 miliar. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi sekarang, dimana seharusnya pemerintah lebih fokus mengatasi wabah corona yang terus merajarela, justru menambah beban rakyat dengan membebaskan ribuan napi. Kebijakan negeri ini tentu membingungkan, tidak jelas arah dan tujuannya. Namun, berakibat fatal bagi rakyat yang sering kali menjadi korban karena abainya pemerintah atas tanggung jawabnya.

 

Berbeda dengan sistem Islam, dimana penanganan wabah akan diutamakan demi menjamin keselamatan masyarakat dengan serangkaian mekanisme yang telah diatur syariat. Disamping itu, para tahanan juga tidak semudah itu dibebaskan. Terlebih lagi saat kondisi sedang tidak stabil akibat wabah yang melanda.

 

Maka adanya pembebasan dengan dalih menanggulangi wabah corona ini tidaklah masuk akal. Islam mengharuskan para tahanan menjalani hukuman sesuai syariat Islam dan kebijakan khalifah. Sehingga ketika bebas pun, tidak menyebabkan masalah baru. Karena di dalam Islam tidak hanya menghukumi, tetapi juga dalam rangka memberikan efek jera dan mencegah pihak lain melakukan perbuatan kejahatan yang sama.

 

Syariat Islam yang bersumber dari Sang Khalik telah mengatur sedemikian rupa apa saja yang dibutuhkan dan pastilah yang terbaik untuk makhluk ciptaanNya, termasuk sistem sanksi. Tidak diragukan lagi dengan adanya syariat Islam akan menjamin keamanan dan kesejahteraan masyarakat, yang telah terbukti 13 abad lebih mencapai kegemilangan.

 

Saatnya mencampakkan sistem kufur yang menguasai negeri ini dan menyengsarakan masyarakat dengan ditegakkannya kembali syariat Islam di tengah-tengah umat. Wallahu’alam bishowab.  [ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis