Kritik Dibungkam, Watak Asli Demokrasi
Oleh : Yuniasri Lyanafitri
Lensamedia.com– Lembaga Indikator Politik Indonesia mencoba memotret kondisi demokrasi di Indonesia melalui survei opini publik. Metode yang dilakukan sampling random dari 1.200 responden yang tersebar di seluruh Indonesia. Hasil dari survei tersebut yaitu saat ini warga setuju bahwa warga makin takut untuk menyuarakan pendapat sebanyak 79,6%, warga makin sulit berdemonstrasi 73,8%, dan aparat dinilai semena-mena menangkap warga yang berbeda pandangan politiknya dengan penguasa 57,7%. (www. merdeka.com, 25/10/2020)
Dari hasil survei tersebut jelas menggambarkan bahwa kebebasan sipil mulai terganggu. Masyarakat mulai dibatasi untuk menyuarakan opini dan keinginannya di ruang publik. Hal ini selaras dengan pernyataan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana yang pernah menyinggung gaya orba di rezim Jokowi saat mengkritisi dugaan teror pada diskusi yang diselenggarakan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dengan topik pemberhentian presiden. Menurutnya, dari peristiwa tersebut, menunjukkan karakter otoritarianisme yang kembali muncul. (www.cnnindonesia.com, 22/10/2020)
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam juga mengatakan ada tiga indikator yang bisa mengkonfirmasi tudingan rezim Jokowi identik dengan orba. Pertama, pembatasan kebebasan sipil. Hal ini terlihat dari cara pemerintah merespon kritik dari masyarakat, mengkondisikan media massa, dan mengkriminalisasi aktivis.
Kedua, dilihat dari cara pemerintah yang memanfaatkan aparat penegak hukum untuk menciptakan stabilitas keamanan dan politik. Hal ini sudah tergambar jelas dengan survei yang telah dibahas di atas. Kemudian indikator terakhir, terlihat dari perselingkuhan antara pemerintah dengan para pengusaha. Hasil dari perselingkuhan itu semakin jelas tampak sejak pengesahan revisi UU KPK, UU Minerba, dan UU Ciptaker. (www.cnnindonesia.com, 22/10/2020)
Penguasa semakin hari semakin tak malu menampakkan hubungannya dengan para pengusaha. Bahkan rezim dengan bangga menyatakkan bahwa keputusan yang diambilnya merupakan hal yang baik untuk kepentingan rakyat. Walaupun faktanya, dalam pengambilan keputusan tidak pernah mendengarkan suara rakyat. Padahal demokrasi adalah asas dalam pemerintahannya.
Ketika rakyat menyampaikan kritiknya terhadap kebijakan yang dibuat, rezim akan menghalau kritik itu dengan segala cara. Mulai dari kriminalisasi, penyebaran opini-opini umum yang menyudutkan pengkritik, kekebalan kritik dengan dalih ujaran kebencian yang dilindungi oleh UU ITE, hingga penangkapan terhadap pelaku-pelaku pencetus kritik tersebut.
Benar adanya jika para pengamat politik menyatakan adanya sifat otoritas dalam pemerintahan rezim ini. Karena semakin jelas terasa dan terlihat dari kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh rezim. Dan semakin mengekang gerak rakyat dalam jalannya pemerintahan.
Begitulah keniscayaan sistem kapitalis demokrasi yang diemban rezim saat ini. Dapat dipastikan akan menghasilkan berbagai masalah baru dan masalah turunan dalam kehidupan. Demokrasi hanyalah kedok yang digunakan penguasa untuk menenangkan hati rakyat.
Karena pada faktanya, demokrasi hanya mendengarkan suara terbanyak bukan suara rakyat. Ditambah, dalam sistem kapitalisme yang memiliki kuasa adalah para kapital (pemegang modal). Sehingga sangat sesuai sistem kapitalis demokrasi akan menghasilkan peraturan yang hanya mendengarkan suara para pengusaha.
Oleh karena itu, jika rakyat tidak menunjukkan ketaatan pada peraturan penguasa, maka rakyat akan dibungkam dengan peraturan atau hukum yang ditetapkan. Maka sudah menjadi kebutuhan yang penting dan mendesak agar rakyat tersadar untuk menemukan perubahan yang benar dan mendasar. Perubahan yang hanya bisa diberikan Islam dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah Islamiyah.
Khilafah merupakan sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang khalifah. Kepemimpinan yang mengemban amanat dari rakyat untuk menerapkan syariat Islam. Sehingga dalam pelaksanaannya, khalifah dengan suka cita akan terbuka menerima kritik yang diberikan oleh umat.
Bahkan umat dapat mengkritik langsung kebijakan yang telah ditetapkan oleh khalifah. Sebagaimana khalifah Umar bin Khattab yang pernah dikritik oleh seorang wanita ketika menetapkan mahar dalam pernikahan. Ditambah, jika khalifah lalai dalam tugasnya, maka khalifah akan bertanggung jawab langsung kepada Allah Swt. Dan khalifah tersebut akan segera diberhentikan oleh Mahkamah Madzalim.
Begitulah khilafah sebagai periayah umat. Sistem pemerintahan yang mengutamakan kepentingan umat bukan penguasa apalagi para kapital. Khalifah tidak akan menjual rakyatnya hanya untuk keuntungan dan kekuasaannya. Wallahu a’lam bishowab. (RA/LM)