Benarkah Rezim Sekuler Melindungi Ulama?
Menanggapi penusukan ulama asal Saudi Arabiah, Syekh Ali Jaber di Bandar Lampung, Menkopolhukam Mahfud MD meminta agar aparat kepolisian segera mengungkap kasus ini. Dalam pernyataannya, 13/9, beliau mengatakan bahwa pemerintah menjamin kebebasan ulama untuk terus berdakwah amar makruf nahi munkar serta menginstruksikan agar semua aparat menjamin keamanan para ulama yang berdakwah dengan mengikuti protokol kesehatan di era Covid-19.
Sekilas, pernyataan Menkopolhukam tersebut seakan memberi jaminan perlindungan bagi para ulama untuk bebas berdakwah. Namun, pada faktanya banyak ulama justru dipersekusi karena mendakwahkan Islam. Tak jarang mereka juga dikriminalisasi ketika menyerukan kebenaran yang dianggap bertentangan oleh rezim berkuasa. Hanya ulama yang dianggap sejalan saja yang diberi keleluasaan dalam menyampaikan dakwah. Sertifikasi dai adalah indikasinya. Oleh karenanya, pernyataan Menkopolhukam tersebut tidak bisa dijadikan parameter bahwa rezim sekuler memberi kebebasan bagi ulama untuk menjalankan tugas dakwahnya secara bebas.
Maka, yang dibutuhkan ulama sejatinya bukan sekadar perlindungan secara fisik semata, tetapi juga sistem yang kondusif agar dakwahnya bisa menghantarkan pada kesadaran Islam yang kaffah. Sistem seperti ini pulalah yang bisa membentuk hubungan yang harmonis antara ulama dan penguasa, sehingga keduanya bisa saling bersinergi dalam menjalankan amanahnya masing-masing. Tiga belas abad yang lalu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mencontohkan hubungan tersebut dalam sistem Islam yang dijalankannya yaitu sistem Khilafah Islamiyyah.
Ana Mujianah
Jakarta Timur
[Hw, LM]