Si Jago Merah Melumpuhkan Kejaksaan Agung
Oleh : Isnawati
Lensa Media News – Gedung Kejaksaan Agung RI, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan terbakar hebat pada Sabtu 22 Agustus 2020 pukul 19.10 WIB. Api melalap gedung hampir sekitar 21 jam, akibatnya gedung Jaksa Agung Muda Pembinaan, gedung Jaksa Agung Muda bidang intelejen beserta jajarannya menjadi hangus. Di Gedung itu juga terdapat kantor Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi. Api terus merembat hampir seluruh bagian gedung Korps Adhyaksa.
Gedung kejaksaan Agung adalah kantor pemerintahan, manajemen keselamatan bangunan tentu menjadi kebutuhan yang sangat vital. Pengecekan kelengkapan sertifikat laik fungsi (SLF) bangunan adalah syarat operasional bangunan gedung. Tidak berlebihan bila sejauh ini penyebab kebakaran masih memberikan tanda tanya, sebab pakar konstruksi pun menyebut ada kejanggalan dalam kebakaran tersebut. (Tribun Kaltim.co, 24 Agustus 2020)
Publik yang berspekulasi juga tidak sedikit, penyebab kebakaran Kejaksaan Agung (Kejagung) bukan murni faktor ketidaksengajaan atau konsleting listrik. Peluang sabotase sangat besar dengan banyaknya kasus-kasus besar yang ditangani Kejagung. Misalnya terkait dengan dugaan pemberian gratifikasi yang dilakukan oleh terpidana hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Ada juga kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT. Asuransi Jiwasraya yang merugikan keuangan negara hingga Rp16.8 triliun.
Mahfud MD juga meminta kepada publik untuk tidak berspekulasi atas kebakaran yang terjadi, namun kecurigaan tidak bisa dihindarkan, rakyat sudah sering tersakiti. Kepercayaan rakyat yang selama ini diberikan sering dikhianati, kepercayaan itu sudah terkoyak dari pengalaman-pengalaman sebelumnya dalam persoalan yang sama.
Jalannya kebakaran meyakinkan publik memang ada kejanggalan, dan ini dibenarkan oleh Manlian Ronald dalam acara kabar petang TV one, Minggu 23 Agustus 2020. Dalam acara itu disebutkan adanya kejanggalan, api pertama kali muncul dari lantai 6 hingga melahap seluruh gedung utama, mulai dari sayap utara ke selatan. “Sedangkan wajarnya dalam peristiwa kebakaran, perembetan api biasanya terjadi dari bawah keatas,” tandasnya.
Rentetan fakta buruknya lembaga politik sudah lama dipertontonkan dengan jelas, surat kabar, televisi, media online atau jaringan sosial berisi korupsi, kolusi dan nepotisme sebagai bukti sejarah perjalanan negeri ini. Mahalnya biaya demokrasi telah meruntuhkan kualitas, integritas dan kapabilitas seorang pemimpin.
Interlocking politik dalam demokrasi sudah melibatkan lembaga yudikatif, yang menghancurkan dari sisi hukum. Tawar menawar menjadi jalan untuk berputar-putar bagi pemilik modal, dari sinilah wajar jika ada kecuriga bahwa kebakaran gedung Kejaksaan Agung adalah kesengajaan.
Negara adalah benteng rakyat terkuat, tiap kebijakan merupakan tuntunan bagi rakyatnya, bagaimana bisa ketauladanan kepemimpinan didapat sedangkan membagun kepercayaan rakyat saja sudah tidak mampu?, kepercayaan adalah modal untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Membangun kepercayaan tidaklah mudah, harus mengetahui akar masalah agar terhindar dari penyimpangan-penyimpangan, paham masalah beserta solusinya.
Pengawasan melekat sebagai pengendali terus menerus secara preventif dan represif agar pelaksanaan amanah berjalan secara berdaya guna. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang bersih, transparan, profesional merupakan wujud akuntabilitas publik yang diperlukan.
Pengawasan melekat secara hakiki hanya dalam Islam, kesempurnaan Islam sebuah ideologi sangat ampuh dan nyata. Ideologi Islam menghadirkan keimanan sebagai pengawas yang selalu melekat pada individu, masyarakat bahkan dalam pengaturan negara. Keimanan yang tertanam akan menciptakan disiplin, prestasi, keteraturan, keterbukaan, kepatuhan pada Syariat Islam. Kolusi, korupsi, nepotisme serta penyalahgunaan wewenang akibat dari kebocoran, pemborosan, dan rekayasa solusi tidak akan ada.
Keberhasilan pelaksanaan pengawasan melekat pernah tertanam selama 13 abad hingga bisa menguasai 2/3 dunia di masa Khilafah. Pengelolaan keuangan dan barang milik negara berjalan tertib, mulai perlengkapan, kepegawaian sampai pada pelaksanaan tugas untuk kesejahteraan rakyat. Keimanan dalam Khilafah sangat terjaga, urusan pemerintahan menjadi fokus perhatian, penjagaan bersifat komprehensif yang dapat melenyapkan kecarut – marutan.
Umar Bin Khattab pernah menyeru siapa saja yang boleh berdagang, “Siapa yang belum bertafaqquh mendalami hukum atau ajaran agama maka dia tidak boleh berjualan di pasar-pasar milik kami.”
Sungguh, kebijakan pencegahan kemudharatan yang luar biasa, sudah saatnya negeri ini memiliki pengawasan yang selalu melekat yang tidak mampu mengombang-ambingkan amanah demi kepentingan kekuasaan. Pengawasan melekat hanya dengan kembali menerapkan syariah dan Khilafah.
Wallahu a’lam bis swab.
[ra/LM]