Persekusi, Dianggap Prestasi dan Diapresiasi?
Oleh: Dewi Wulansari
(Muslimah Penulis Pekalongan)
Lensa Media News – Jagad raya media sosial Indonesia saat ini sedang ramai membahas berita tentang persekusi seorang ulama yang dilakukan oleh anggota ormas terkemuka di Indonesia. Dalam video berdurasi kurang lebih 3 menit tersebut menunjukkan sikap ‘kurang’ beradab dari seorang pemuda yang notabene adalah angota DPRD setempat dan merupakan ketua ormas tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) , makna persekusi adalah aktivitas pemburuan sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Berdasarkan penjelasan di atas, jelas kegiatan yang dilakukan oleh anggota ormas tersebut termasuk dalam kategori persekusi.
Adab merupakan puncak paling utama bagi seorang muslim, terlebih kepada guru atau orang yang lebih tua darinya. Terlepas ia menuntut ilmu dari orang tersebut ataupun tidak. Sudah sepatutnya seorang muslim mengutamakan adab ketika berkomunikasi dengan saudaranya, baik itu orang tua, saudara, sahabat dan tentu yang paling penting dengan gurunya.
Di negara yang demokratis sekalipun, setiap warga negara memang diperbolehkan mengutarakan pendapat. Namun, harus tetap mengedepankan adab terlebih dahulu dari pada emosi ketika berpendapat, bahkan ketika memberikan nasihat sekalipun. Adab tetap yang paling utama ketika berkomunikasi dengan orang lain.
Imam Syafi’i pernah berkata bahwa ”Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri. Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian. Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya…..” (muslim.or.id dalam Diwan Asy Syafi’i, hal. 56).
Dilansir dari www.tagar.id, tanggal 22 Agustus 2020, menegaskan bahwa Kementerian Agama telah mengapresiasi tindakan anggota ormas dalam video viral tersebut. Hal ini sangat disayangkan, selevel kementerian agama tidak mampu membedakan makna tabayyun dan persekusi.
Dikutip dari id.m.wikipedia.org, 20 Mei 2020, makna kata tabayyun adalah telitilah dahulu. Kata ini dapat dilihat pada Quran surat Al-Hujurat : 6, Allah berfirman yang artinya,
” Jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian“.
Sangat jelas bahwa aksi di dalam video bukanlah bentuk tabayyun seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang maupun sekelompok orang. Aksi tersebut lebih tepat disebut sebagai aksi persekusi yang diarahkan kepada seorang ‘tertuduh’ sebagai penyebar paham terlarang.
Juga perlu adanya pelurusan, terkait anggota ormas di dalam video tersebut yang menyatakan, bahwa Khilafah ala HTI adalah sama dengan komunisme. Ia menyamakan sistem kepemimpinan Islam yaitu Khilafah dengan paham komunisme. Jelas ini perbandingan yang tidak selevel. Terlebih menyatakan bahwa Khilafah adalah buatan HTI. Jelas ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
Khilafah adalah masa kepemimpinan setelah wafatnya Rasulullah saw dan dilanjutkan oleh para sahabat yang dikenal sebagai Khulafaur Rasyidin, kemudian dilanjutkan oleh khalifah-khalifah berikutnya. Konsekuensi seseorang yang memutuskan Islam sebagai agamanya, adalah wajib untuk mengakui semua peraturan dan ajaran Islam, bukan memilih salah satu dengan alasan keuntungan duniawi.
Kementerian Agama seharusnya tidak serta merta mendukung atau terkesan condong kepada satu pihak. Alangkah baiknya jika lembaga tersebut mengambil tindakan sebagai penengah bukan sebagai ‘kompor’. Tujuannya agar polemik dapat terselesaikan dengan baik dengan cara melakukan tabayyun yang sebenarnya. Dengan begitu permasalahan dapat diselesaikan tanpa menimbulkan kebencian pada satu pihak.
Hal ini tidak hanya terjadi pada Kementrian Agama. Namun, banyak kebijakan yang dilakukan lembaga negara lain yang mana kebijakan tersebut diberlakukan jelas tidak ‘pro rakyat’. Padahal tugas mereka adalah sebagai pelayan rakyat bukan pelayan korporasi, seperti pada sistem kapitalis. Dimana rakyat hanya menjadi ‘alasan’ untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang justru hanya dapat dinikmati oleh para kapitalis saja. Rakyat dijadikan sebagai ‘kambing hitam’ untuk melancarkan aksinya.
Semoga Allah senantiasa memberikan kita semua pengetahuan, tsaqofah Islam yang lebih dalam, agar tak goyah akidah kita akibat kaum-kaum yang ingin memecah belah umat, kaum yang sudah teracuni paham sekuler barat.
Wallahua’lam bish showab.
[ry/LM]