Bayangan itu Nyata (Bagian 2)

Seasonal_20250306_174233_0000

Bayangan itu Nyata
(Part 2)
Oleh: Sunarti

 

“Cukup! Hentikan!” Samar bayangan sosok lelaki menghampiri.

 

Suara lantang itu terdengar dari kejauhan. Sesosok laki-laki dengan postur tinggi besar, berkelebat hampir tak disadari oleh orang-orang yang berkerumun di sekitar perempuan berjilbab yang sudah terduduk lemas. Sekejap sosok laki-laki itu sudah mendekap tubuh perempuan yang tanpa daya. Dia mengenakan topi hitam dan wajahnya tertutup masker hitam. Sementara badannya terbungkus jaket kulit hitam pula.

 

Satpam yang berlari di belakang laki-laki itu, spontan melerai kerumunan orang yang hampir semua membawa peralatan. Mulai dari sapu, kemoceng hingga pengeruk sampah mereka bawa, yang akhirnya melukai si perempuan berhijab.

 

“Cukup, cukup! Hentikan! Kita bicarakan di kantor saya,” kata satpam melerai.

 

Tak ayal si laki-laki yang memeluk perempuan itu pun terkena pukulan bertubi-tubi, karena orang-orang seolah telah marah besar. Beruntungnya, dia bertopi dan punggungnya ada tas ransel yang cukup besar. Sehingga tidak secara langsung, pukulan-pukulan itu mengenai tubuhnya.

 

Lemas dan tidak ingat lagi apa yang terjadi, begitu Perempuan melihat tangan dan kerudungnya banyak darah. Matanya berkunang-kunang serta rasa mual menggejala. Sesaat sebelum dia pingsan, sekonyong-konyong merasa ada yang merangkul tubuhnya. Bau harum yang sangat dia ingat, menerpa hidung mancungnya.

 

“Us … “ ucapnya lirih dan tak bisa diselesaikan.

 

Ya, pria itu, sepertinya sangat kenal si perempuan, tapi di mana dan siapa dia tak bisa mengingat. Lalu perempuan itu pingsan. Setelah orang-orang mundur dari kerumunan, Satpam segera mendekat pada laki-laki dan perempuan itu.

 

“Kita bawa ke pos ya, Pak! Kita usut ada apa ini,” kata satpam.

 

“Iya, Pak,” jawab laki-laki berjaket dengan suara serak.

 

“Astagfirullah,” lirih ucapnya hampir tak terdengar orang lain.

 

Tubuhnya tiba-tiba bergetar. Keringat mulai berkucuran di pelipis hingga membasahi mukanya. Tubuhnya bereaksi keras, sebagai penolakan terhadap tubuh perempuan. Spontan dia lepas pelukan yang dilakukannya sesaat tadi, secara tiba-tiba. Keringat dingin tidak lagi bisa ditahan, kini seolah tubuhnya basah oleh keringat. Ucapan istigfar terus berulang dia lantunkan, sembari berdiri hendak menjauh dari Perempuan. Tampak olehnya, kepala perempuan itu masih mengucur darah dan sudah tidak sadarkan diri. Kebetulan satpam yang berada di belakang si laki-laki, menyadari gelagatnya itu.

 

“Gimana sih, Kamu? Ayo diangkat! Malah dilempar … Kamu ini malah mencelakai orang!” umpat Satpam kepada laki-laki itu.

 

Tangan Satpam sigap mendorong laki-laki, yang hendak melangkah dari sisi Perempuan.

 

Yaa … Ini kepalanya berdarah sampai tidak sadar. Kita ke UGD saja!” kata Satpam yang telah panik.

 

“Mana, di mana UGD?” Laki-laki berjaket hitam itu juga turut panik, setelah apa yang dilakukan pada perempuan itu, terlebih ketika melihat ke arah muka Perempuan yang penuh darah.

 

Satpam segera menghentikan dengan asal, kendaraan yang lewat di jalan depan ruko. Orang-orang yang ada di sekitar Perempuan, Laki-laki dan Satpam hanya terbengong bak melihat adegan film. Entah apa yang mereka pikirkan.

 

Laki-laki berjaket hitam segera menghilangkan perasaan tidak enak di hatinya. Namun dirinya terus beristigfar. Dia baru menyadari bahwa siapa yang dia peluk, bukanlah mahramnya. Dia merasa telah berdosa dan menyesali karena telah sok menjadi pahlawan. Padahal dia bisa saja sekadar lewat begitu melihat kerumunan orang, yang menganiaya seorang perempuan berjilbab.

 

Sebelum laki-laki berjaket memutuskan untuk menolong perempuan berjilbab, dari kejauhan peristiwa itu membuatnya berpikir keras. Tiba-tiba saja terlintas di benaknya, sosok perempuan tersebut sangat dikenalnya. “Jilbab warna itu, kerudung warna itu, dan … sepatu yang dipakai oleh perempuan yang dipukuli itu, sepertinya aku sangat mengenalnya. Tapi di mana? Siapa?” Begitu batin si laki-laki berjaket hitam.

 

Sekelebat bayangan yang hadir hampir dia kenali, tetapi sirna setelah pengeruk sampah dari bahan seng itu singgah dengan kuat di kepala perempuan lemah di depannya. Kejadiannya begitu cepat, tak sadar jiwa kemanusiaannya bangkit untuk melindungi perempuan teraniaya.

 

Kesadaran laki-laki berjaket muncul pada perempuan berjilbab bahwa dia bukan muhrimnya, tatkala dirasakan tubuhnya tiba-tiba merasa dekat dan sekaligus menolak. Dia bingung hingga tak sadar, tubuh perempuan berjilbab yang dipeluknya telah dihempaskan begitu saja. Hal itu tidak dia sadari sama sekali, kecuali oleh Satpam. Kini, tubuh lemah perempuan berjilbab itu, tergeletak lemah di kursi jok sebuah mobil.

 

“Jangan begitu, biar bersandar sama Kamu! Sekaligus tanganmu bisa menekan dahinya yang berdarah,” ucap Satpam, seketika mereka telah mengangkat tubuh perempuan berjilbab sampai di mobil.

 

Laki-laki itu bak kerbau dicocok hidungnya, menurut pada kata-kata Satpam. Namun … sesaat laki-laki berjaket bergumam, “bau perempuan ini, aku sangat kenal. Yaa Allah, astagfirullah.”

 

Tak berapa lama, mobil yang membawa tiga orang itu telah sampai di sebuah IGD rumah sakit. Dibantu beberapa perawat IGD, Satpam dan pria berjaket hitam menurunkan tubuh perempuan berjilbab, dari mobil menuju brankar yang sudah disiapkan di sisi mobil.

 

Keluarganya tolong daftar di sebelah sana ya, Pak,” kata salah satu perawat kepada laki-laki berjaket.

 

“Keluarga? Sa ss sa, … Saya,” Laki-laki menjawab dengan gugup kepada perawat.

 

Bersambung …

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis