Pangkas Anggaran, Hanya Pencitraan
Oleh: Fatimah Nafis
Surat edaran S-37/MK.02/2025 resmi dirilis Menteri Keuangan Sri Mulyani menyusul aksi presiden Prabowo Subianto yang mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 pada 22 Januari 2025. Surat ini berisi pemangkasan anggaran beberapa kementerian dalam kabinet baru yang katanya bertujuan meningkatkan efisiensi belanja negara pada APBN 2025. Jumlah anggaran yang akan dipangkas bernilai fantastis, yakni sebesar 306,69 triliun. Dari 16 pos anggaran yang akan dipangkas, salah satu pos yang memakan anggaran terbesar adalah pembelian alat tulis kantor (ATK) sebesar 44 miliar rupiah.
Presiden Prabowo mengklaim telah berulang menyampaikan bahwa pengurangan anggaran bisa dialokasikan untuk belanja kebutuhan yang manfaatnya dirasakan langsung oleh rakyat, di antaranya perbaikan gedung sekolah dan makan bergizi gratis (MBG).
Namun pernyataan tersebut hanya sebatas retorika dan pencitraan. Berapa banyak daerah yang tidak memiliki gedung sekolah atau sudah tak layak pakai, serta fakta distribusi MBG yang masih belum merata dengan menu makanan yang banyak menuai kontroversi. Akankah pemangkasan anggaran menjadi solusi, jika hanya sebatas sensasi?
Kebijakan pemangkasan anggaran, namun kasus korupsi semakin tinggi, menunjukkan bukti bahwa pemerintah tak amanah dalam menjalankan tugasnya melayani rakyat dan menjaga uang rakyat. Begitulah kenyataan dalam sistem kapitalisme, segala kebijakan yang dibuat berbanding terbalik dengan janji menyejahterakan rakyat. Saat rakyat kesulitan dengan beban kebutuhan pokok, negara tanpa segan menaikkan pajak dan membiarkan perusahaan asing menguasai sumber daya alam. Selama rakyat hidup dalam sistem kapitalisme buatan manusia, kemaslahatan rakyat tak akan pernah terwujud nyata.
Solusi hakiki ialah sistem Islam yakni Khilafah. Dalam sistem Islam, harta negara yang bersumber dari pos fai dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos zakat dimasukkan dalam APBN negara dan dikelola di Baitulmal sesuai syariat untuk kemaslahatan rakyat. Para pejabat dalam negara Khilafah adalah orang-orang yang amanah karena dibentuk oleh sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Mereka pun senantiasa takut akan sanksi tegas dari negara. Mereka menjalankan kebijakan negara dengan sungguh-sungguh karena Allah, bukan karena pencitraan semata. [LM/Ah]