Banyuwangi Krisis Pergaulan Bebas dan Kekerasan Seksual
Oleh: Fitri Fatmawati, S.Tr.Kep.,Ns
Praktisi Kesehatan dan Pemerhati Generasi
Lensamedianews.com_ Pergaulan bebas dan kekerasan seksual kini menjadi pembahasan yang tidak asing di masyarakat umum. Bahkan di lingkungan terdekat pun sekarang sudah sering dijumpai. Banyuwangi salah satu kabupaten di ujung timur Pulau Jawa, terkenal dengan keindahan wisatanya dan keanekaragaman budaya, sayangnya kini marak terjadi kasus pergaulan bebas dan kekerasan seksual. Bahkan, mirisnya menyasar semua kalangan.
Terbaru di Kecamatan Pesanggaran korban pemerkosaan anak inisial MW (16) oleh pacarnya ME (21) setelah 4 hari hilang pamit ke sekolah namun tidak kunjung pulang (detikjatim.com, 28/01/25). Sebelumnya di kecamatan yang sama, kasus ayah yang tega memerkosa anak tirinya mengaku ke istri lemah syahwat. Pemerkosaan telah dilakukan sepuluh kali dalam rentang Mei hingga November 2024 (tribunjatim.com, 06-12-24).
Pada April 2024 seorang gadis berusia 17 tahun menjadi korban perkosaan oleh dua orang pemuda di destinasi wisata Pantai Pulau Merah. Di Kalibaru kasus melanda bocah cilik DNC (7) menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan. Itu yang muncul di permukaan, bisa jadi terdapat kasus semacamnya yang tidak terungkap di media.
Akibat Arus Liberalisasi
Paham liberalisasi (kebebasan) yang merupakan saudara kandung sekularisme (memisahkan agama dengan kehidupan) nampaknya kini makin menyuburkan kasus-kasus pergaulan bebas dan kekerasan seksual tadi. Dengan pemahaman sekuler liberal inilah setiap manusia dalam berperilaku tidak dibimbing dengan aturan Penciptanya melainkan membuat aturan sendiri.
Dalam sistem ini menjadikan manusia bebas mengatur kehidupan mereka dengan standar dan nilai manusia. Sistem ini pula yang menganggap kebebasan adalah bebas dalam berperilaku dan berekspresi, sehingga wajar jika melahirkan masyarakat yang punya gaya hidup liberal, materialistik, dan hedonis. Walhasil, masyarakatnya semakin jauh dari hakikat dan tujuan penciptaan.
Pergaulan bebas seperti kekerasan seksual yang melanda semua kalangan ini adalah akibat penerapan sekularisme liberal dalam kehidupan. Banyaknya konten porno, mengumbar aurat di mana-mana, didukung masyarakat yang apatis-individualis dan aturan negara yang tidak membuat jera, menjadikan kasus kekerasan seksual tadi merajalela.
Padahal jika dilihat dari sudut pandang kesehatan, kasus ini punya dampak yang luar biasa, contoh terhadap mental ataupun penyakit menular seksual misal HIV/AIDS yang kini masih jadi PR besar dalam mengatasinya karena HIV/AIDS di Banyuwangi masih menduduki peringkat empat se-Jawa Timur. Yang mengagetkan pada 20-26 November lalu Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) mengadakan pelatihan sertifikasi bagi Lady Companion (LC) untuk meningkatkan skill. Kesannya aktivitas-aktivitas maksiat yang menuju pergaulan bebas dan kekerasan seksual justru difasilitasi. Miris. Lantas bagaimana solusi hakiki semua ini?
Sistem Islam sebagai Solusi Hakiki
Islam itu merupakan agama yang sempurna, yakni mengatur semua aspek kehidupan, bukan hanya agama ritual semata. Islam punya mekanisme epik yang sudah terbukti selama 13 abad lamanya membawa kesejahteraan dan menjadi mercusuar dunia. Bukan hanya untuk umat muslim, melainkan nonmuslim jua. Dalam sistem inilah terbukti menciptakan lingkungan yang taat dan tercegah dari aktivitas maksiat.
Pertama, penerapan sistem sosial/pergaulan Islam akan mencegah masyarakatnya bergaul tanpa batas. Di antaranya adalah larangan berkhalwat (berduaan dengan nonmahram), wajibnya memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan dan kebolehan ikhtilat (campur baur) hanya dalam perkara yang dibolehkan syariat.
Kedua, menerapkan sistem pemerintahan dan politik ekonomi berdasarkan syariat Islam. Secara tidak langsung, kebijakan politik ekonomi terkait erat dengan pembentukan masyarakat berkualitas. Sebagai contoh, kebijakan politik dengan menyaring dan memblokir konten-konten porno atau muatan yang mengandung gaya hidup bebas dilakukan melalui departemen penerangan. Lembaga ini bertugas melakukan pengawasan terhadap kerja media, baik media massa maupun digital. Tujuannya, menjaga masyarakat dari pengaruh negatif media yang merusak pemikiran karena inilah yang menjadi katalisator rangsangan seksual. Akibatnya, seseorang berani memperkosa bahkan melakukan pembunuhan. Naudzubillah. (MNews, 12/01/25)
Ketiga, menegakkan sistem sanksi yang tegas. Hari ini meskipun undang-undang sudah ada bahkan seringkali dilakukan perubahan berharap makin membuat jera namun buktinya alih-alih berhenti tapi justru menambah kasus yang ada. Islam punya sistem sanksi yang tegas. Hukum Islam memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa (jawabir) dan memberikan efek jera (zawajir). Dengan begitu, mereka yang melanggar tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.