Pemberantasan Judi dalam Sistem Demokrasi Hanya Ilusi
Oleh: Lia Aliana
(Aktivis Muslimah)
LensaMediaNews.com, Opini — Maraknya kasus judi online sudah menjadi racun mematikan yang menghantui masyarakat. Menjerat individu dari berbagai lapisan kalangan, dari ekonomi kelas menengah ke bawah bahkan jajaran pemangku kekuasaan pun tak bisa lepas dari jeratan judi online.Berbagai upaya dilakukan pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk memberantas praktik judi online yang sudah mewabah di masyarakat. Namun sungguh di luar dugaan, alih-alih berperan aktif serta mendukung dalam memberangus judol hinga ke akarnya, belasan oknum pekerjanya justru menjadi pelaku judi online.
Dikutip dari laman metrotvnews.com, “Polda Metro Jaya kembali menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus perlindungan judi online yang melibatkan pegawai hingga staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). dengan demikian, total pelaku menjadi 16 orang.” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra (3-11-2024).
Gantung harapan di ujung tanduk, hilang sudah kepercayaan rakyat. Mereka adalah orang-orang yang dipercaya mengatasi permasalahan judol, justru menyalahkan wewenangnya demi meraup keuntungan, memperkaya diri dan kelompok. Fakta ini membuktikan bahwa dalam sistem demokrasi pemberantasan praktik judi hanya ilusi.
Sekularisme dan Sanksi yang Lemah
Keterlibatan para pejabat dalam lingkaran kemaksiatan judi online bukanlah hal yang baru. Kondisi ini sangat berkaitan erat dengan penerapan sistem demokrasi sekuler yang diterapkan oleh negara. Sistem demokrasi yang menjadikan sekularisme sebagai asasnya telah memisahkan nilai-nilai moral dan agama di ranah publik. Menganggap masalah sprititual sebagai urusan pribadi yang tidak boleh mencampuri atau ikut terlibat dalam kebijakan negara.
Akibatnya muncul pemikiran pragmatis dan terciptanya lingkungan yang dapat menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan pribadi atau kelompok, meskipun hal tersebut merugikan masyarakat. Kekayaan, kekuasaan, jabatan menjadi tujuan. Sementara nilai keagamaan dan etika luput dari perhatian. Walhasil aparat yang bertugas memberantas judi online justru ikut terlibat bahkan memperkuat kejahatan.
Di sisi lain, sanksi yang diberlakukan kepada pelaku judi online sangatlah lemah, yaitu berupa kurungan penjara ataupun denda berupa uang yang tidak menimbulkan efek jera. Sehingga wajar praktik judi online seolah tak kunjung usai, meski berbagai upaya dilakukan tetap saja tak membuahkan hasil justru semakin parah dengan keterlibatan para wakil rakyat dalam sindikat judol tersebut.
Walhasil, selama negeri ini masih menggunakan demokrasi sekuler sebagai asasnya yang berfokus pada materi dan kekuasaan, maka pemberantasan judi online hanyalah sebatas wacana tanpa aksi nyata.
Islam Solusi Judol
Sistem Islam memandang persoalan judi online sebagai suatu kemaksiatan yang mengancam moralitas dan stabilitas ekonomi bahkan dikategorikan sebagai dosa besar dan pelakunya mendapatkan sanksi di dunia dan akhirat. Hal tersebut berdasarkan firman Allah swt dalam Al-Qur’an, “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya terdapat dosa besar.” (QS. Al-Baqarah: 219).
Oleh sebab itu, maka Islam datang membawa solusi yang komprehensif dan solutif untuk menutup rapat celah terjadinya perjudian sampai ke akarnya. Islam memiliki mekanisme tiga pilar dalam memberantas masalah judi online di antaranya sebagai berikut.
Pertama, mewujudkan individu yang bertakwa. Islam dengan akidah sebagai asasnya, yaitu menyadari bahwa manusia sebagai makhluk yang harus patuh dan taat pada Allah sebagai Al-Khaliq mejadikannya senantiasa merasa diawasi oleh penciptanya di mana pun berada. Individu yang bertakwa ini tumbuh dari sistem pendidikan berbasis akidah Islam sehingga menghasilkan SDM yang taat pada Allah, amanah dan bertanggung jawab.
Kedua, kontrol masyarakat. Negara akan mewujudkan lingkungan yang kondusif dan mendorong umat berlomba-lomba dalam kebaikan. Salah satunya dengan membiasakan ber-amar ma’ruf nahi munkar. Sehingga masyarakat menjadi benteng moral serta tercipta kesadaran umum di masyarakat bahwa judi adalah perbuatan keji yang merusak.
Ketiga, sanksi tegas yang diterapkan oleh negara. Dalam sistem Islam, pelaku judi mendapatkan hukuman berupa ta’zir, yaitu hukuman yang ditetapkan oleh Khalifah berupa cambuk, denda, ataupun kurungan penjara. Tujuannya adalah agar umat mendapatkan pelajaran dari kasus tersebut sehingga menimbulkan efek jera, dan terpenting akan menjadi penggugur dosa di akhirat kelak.
Dengan penerapan Islam kaffah melalui tiga pilar ini, sangat memungkinkan untuk memberantas praktik judi online hingga ke akarnya. Maka sudah saatnya kita kembali kepada Islam, hukum yang diridai Allah, menghapuskan segala bentuk kemaksiatan termasuk judi online dan akan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam bishshawab. [LM/Ah]