Selamat Jalan Haidarullah
Oleh : Beta Arin Setyo Utami, S.Pd.
Tutor Rumah Belajar Anugrah Ilmu
Lensamedianews.com__ Takjub! Satu kata yang tidak cukup bisa menggambarkan sosok pejuang agama Allah yang terus berjuang hingga menantang maut dan menjemput syahid. Di tengah genosida yang masih terus membara dan pertempuran sengit yang tiada berimbang, di hari itu di dalam gedung di antara puing-puing reruntuhan, terdapat sosok laki-laki dengan penutup syal di wajahnya dengan sekujur tubuh berselimut debu tengah duduk di sofa, beliau sedang terluka parah pada pergelangan tangan kanannya tetapi nampak beliau masih memegang sebatang kayu di tangan kirinya.
Beliau menyadari betul bahwa ini adalah detik-detik terakhir dalam hidupnya sedang direkam oleh drone musuh. Jika beliau membuka selendang yang menutupi wajahnya dan menatap kamera drone tersebut, maka musuh akan sangat bahagia menemukan sosok ini masih hidup. Jika bisa, mereka mungkin tidak akan menembaknya, membiarkannya hidup menjadi bulan-bulanan mereka. Namun, beliau telah membuat pilihannya. Beliau yang sudah tidak bertenaga berusaha menatap kamera drone itu dan melempar kayu tersebut ke arah drone yang tengah mengudara di hadapannya. Beliau tidak memiliki kekuatan lagi, seakan dengan tindakannya beliau mengirimkan pesan terakhir untuk para pejuang, bahkan anak-anak yang belum lahir di tanah itu atau yang masih dalam buaian. Beliau tidak memegang senjata apapun, tetapi melemparkan sebatang kayu sebagai perwakilan dari semua yang tidak mereka miliki dalam perang yang tidak seimbang, “Kami tidak memiliki pilihan lain selain berjuang, meskipun hanya dengan sebatang kayu melawan drone bersenjata.”
Beliau terus bertempur hingga saat-saat terakhir dengan penuh keberanian. Meskipun terluka, beliau mengikat lengannya dengan kabel atau tali untuk menghentikan pendarahan berusaha terus bertahan. Pasukan penjajah tidak mengetahui siapa yang sedang mereka hadapi. Mereka mengirimkan burung besi (drone) merangsek masuk gedung yang setengah hancur untuk memastikan kondisi, kemudian menghancurkan bangunan tempat beliau bertahan. Meskipun beliau terkena tembakan dari tank, beliau tetap memberikan perlawanan dengan melemparkan granat ke arah musuh sebelum sempat memasuki gedung tersebut. Namun, ketika mereka akhirnya mendekat, terungkaplah kejutan besar bahwa yang mereka lawan adalah Yahya Sinwar, mantan tahanan mereka dan pemimpin politik Hamas.
Iya, beliau adalah Yahya Sinwar. Beliau telah memilih cara kesyahidan dan seakan menghidupkan kembali dirinya ribuan kali dalam ingatan semua pejuang kebebasan sepanjang sejarah. Tidak ada tahun-tahun penjara yang membuatnya tenang, tunduk pada keadaan yang tidak seimbang atau malah menyerah dan berkata, “Kami lelah, perang sudah cukup.” Baginya, akhir perang adalah hari ketika tanah yang hilang dikembalikan kepada penghuni aslinya. Beliau tetap berada di Gaza dari 7 Oktober 2023 hingga 17 Oktober 2024. Beliau tidak mundur apalagi melarikan diri. Beliau memimpin dan memilih momen akhir sesuai yang beliau kehendaki, menang atau mati syahid. Sejarah akan mengingat Yahya Sinwar dengan tangan yang terputus dan tatapan tajamnya telah begitu berani ke arah drone pembunuh, dengan hanya sebatang kayu yang merupakan senjata terakhirnya dan dengan gerakan terakhir tubuhnya yang melemparkan kayu itu ke arah drone. Maka gambaran abadi tentang dirinyapun tercipta.
Rekaman video detik-detik terakhir Yahya Sinwar yang direkam drone tersebut telah dirilis ke public oleh otoritas Tel Aviv, seperti dilansir Reuters, Jumat 18-10-2024, juga menunjukkan pemimpin Hamas itu melemparkan tongkat ke arah drone yang mengudara di hadapannya. Militer Israel (IDF) mengorfirmasi bahwa Yahya Sinwar berhasil disingkirkan pada Rabu 16 Oktober 2024 dalam operasi militer yang tak terduga di jalur Gaza bagian selatan, saat pasukan Israel tidak menyadari bahwa mereka telah berhadapan dengan salah satu musuh terbesar Israel.
Musuh mengira bahwa tindakan mereka atas Yahya Sinwar adalah kemenangan, justru hal ini menjadi pelecut dan pembakar semangat bagi para pejuang di tanah yang terzalimi. Maka akan muncul banyak Yahya Sinwar yang lain hingga musuh tercengang keheranan. Musuh mengira pejuang agama Allah yang mati itu telah kalah, justru sebaliknya, sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al-Imran ayat 169, yang artinya “Janganlah kamu mengira orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati. Mereka hidup, mendapat rezeki di sisi Tuhan mereka.” Sungguh kesyahidan adalah hakikat kemenangan paripurna sebagai representasi dari puncak keimanan kepada Allah dan ini hanya dimiliki oleh tentara muslim, bukan tentara zionis laknatullah.
Semasa hidupnya beliau pernah dijebloskan ke dalam zionis selama 20 tahun. Selama di dalam jeruji besi, beliau sempat menulis sebuah buku yang berjudul, “Asy-Syauk wa Qaranfil atau Duri dan Bunga Cengkeh.” Pada halaman 332 bagian bawah, beliau menulis “Sekarang waktunya telah tiba wahai ibu. Aku melihat diriku sendirian menyerbu posisi mereka, membunuh mereka seperti domba sembelihan dan kemudian aku menjadi syahid. Dan aku melihat diriku berada di hadapan Rasulullah di surga yang penuh kenikmatan. Kemudian beliau berseru kepadaku, “Selamat datang, selamat datang.” Kini apa yang beliau tulis dan apa yang beliau idamkan tentang akhir kesudahan yang dirindukan benar menjadi kenyataan, sungguh Allah Maha Menghendaki. Demikianlah Yahya Sinwar, benar-benar membuktikan idiom “Berjuang hingga titik darah penghabisan” hingga syahid menjemput. Selamat jalan wahai singa Allah. Wallahu a’lam bishshawab.