Tawuran Marak, Pemuda Membangun atau Meresahkan?

Oleh: Dhiya

 

LenSa Media News–Tingkah laku pemuda saat ini semakin meresahkan. Semakin hari semakin banyak pemuda yang terlibat aksi kriminal, seperti tawuran, pembunuhan, pemerkosaan. Termasuk yang baru saja terjadi,  15 pemuda yang diciduk oleh polsek Cidaun yang diduga akan terlibat tawuran dengan bukti ditemukannya satu bilah pisau, satu bilah golok dan kendaraaan roda dua (rri.co.id, 22-09-2024).

 

Sedangkan di Semarang telah dirangkum data dari januari hingga september ada sebanyak 21 kejadian dangan 117 pelaku ditangkap (detik.com, 20/9/2024). Ada juga di Jalan During, Kecamatan Medan Marelan, polisi telah menangkap anak di bawah umur anak geng motor yang mengaku ingin melakukan tawuran dan membawa satu buah celurit, satu parang berbentuk gergaji, dan dua parang panjang (tribunmedan.com, 22/9/24).

 

Maraknya kasus kriminal di tengah pemuda adalah kabar buruk bagi negeri ini. Remaja yang berada di usia belajar dan produktif saat ini justru begitu mudah tersulut emosi di sosial media hingga saling menantang tawuran atau sekedar ingin mencari pamor. Lebih parah lagi, tidak sedikit dari mereka yang mengaku terpengaruh alkohol. Kejadian yang terus berulang ini membuat akhirnya warga merasa tidak aman.

 

Tentu semua tidak kriminal pemuda saat ini bukan sesuatu yang tiba-tiba. Tidakan mereka adalah produk dari pendidikan kita saat ini, baik itu pendidikan dalam keluarga maupun dari sistem pendididkan negara.

 

Saat ini pendidikan keluarga muslim begitu rapuh, sebab orang tua sibuk memenuhi tuntutan ekonomi sehingga pendidikan anak tidak maksimal. Sementara diluar rumah belum tercipta suasana Islami, justru yang terjadi adalah suasana sekuler yang anti terhadap Islam untuk mengatur tingkah laku maupun kehidupan sehari-hari.

 

Sementara itu sekolah-sekolah telah diatur dengan pendidikan sekuler. Materi agama hanya diajarkan beberapa jam dalam satu minggu, sedangkan di luar sekolah anak terus dicekoki dengan tontonan tidak bermutu: flexing, bullying, erotisme, hedonisme, kebebasan. Sehingga jauh panggang dari api pemuda kini mejadi generasi emas yang akan memajukan negeri.

 

Padahal Islam telah memiliki intrumen aturan yang luar biasa dalam mencetak generasi emas, bahkan telah teruji dalam sejarah. Siapa yang tidak kenal Imam Syafi’i dan deretan Imam Mazhab Lainnya? Siapa yang tidak kenal Imam Bukhari dan Muslim? Sapa yang tidak kenal Muhammad Al-Fatih, Shalahuddin Al-Ayyubi, Thariq bin Ziyad, dan sederatan tokoh muslim lainnya yang telah mencapai prestasi diusia muda?

 

Beliau semua lahir dari peradaban Islam yang menjadikan Islam sebagai landasan hidup, termasuk dalam mendidik generasi. Setidaknya ada tiga pilar yang dapat dilakukan oleh kaum muslim, ketiga hal ini didasari oleh syariat Islam.

 

Pertama, yaitu peran keluarga, khususnya peran ibu sebagai madrasatul ula bagi anak. Peran ibu sangat krusial, sebab melaluinyalah anak mendapatkan pendidikan akidah dan aklak sejak kecil, sehingga anak memiliki kontrol dalam diri agar senantiasa terikat dengan hukum Allah dan takut bermaksiat.

 

Kedua, adalah peran masyarakat yang memiliki standar halal dan haram dalam berprilaku serta aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar. Ketiga, yaitu peran negara dalam menerapkan sistem pendidikan Islam. Dalam Islam, pendidikan tidak ditujukan untuk tujuan materi atau transfer ilmu, tapi menjadikan generasi bersyakhsiyah Islam.

 

Sejak usia muda anak-anak telah dibina penuh dengan aturan Islam di sekolah hingga beranjak dewasa. Sehingga akan tertanam pola pikir dan pola sikap Islam dalam diri pemuda. Potensi mereka juga difalisitasi oleh negara sehingga tetap bisa berkarya, bahkan karya yang mereka buat dijadikan sarana untuk menunjang ketaatan, bukan merusak peradaban. Semua itu akan terwujud manakala umat ini mau diatur dengan aturan Islam dalam setiap aspek kehidupan mereka. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis