Industrialisasi Masuk Daerah: Ngawi jadi Incaran, Investor kian Bergairah

Oleh: Sunarti

 

LenSaMediaNews.com__“Kota Orek-Orek” yaitu kota Ngawi. Salah satu kabupaten dengan terkenal tarian Orek-Orek dan makanan khas keripik tempe. Kabupaten dengan Luas wilayah 1.298,58 km2, di mana sekitar 40 persen atau sekitar 506,6 km2 berupa lahan sawah ini, memang tidak begitu terkenal layaknya kabupaten lain. Namun kini bak lahan subur bagi para investor asing. Mengingat Ngawi sendiri memiliki luas wilayah pertanian yang menggiurkan, selain UMR yang rendah. Pun pihak penguasa telah membuka peluang seluas-luasnya bagi para investor untuk secara besar-besaran menamakan modalnya ataupun menjadikan Ngawi sebagai wilayah industri.

 

Dalam laman Solopos.com, disebutkan bahwa Ngawi akan menjadi kawasan industri agropolitan (KIA). Dengan luas kawasan industri mencapai 1.200 hektare. Pemkab Ngawi sendiri berencana membangun industri tersebut dengan menggandeng PT. Surabaya Industri Estate Rungkut (SIER) sebagai pengelola.

 

Selain itu, ada perubahan tambahan luasan lahan. Buntut rekomendasi tim terpadu KLHK. Semula 255 hektare lahan, ditambah oleh pusat menjadi 600 hektare lahan (Jawa Pos Radar Madiun, 15-04-2024).

 

Paradigma Kapitalisme di Tanah Negeri

 

Tidak bisa dipungkiri bahwa tingginya minat investor di Kabupaten Ngawi selalu meningkat tersebab investasi asing tidak bisa dilepaskan dari profil pemerintah yang mengikuti paradigma kapitalisme. Dan kemudahan arus masuknya investasi asing menjadi salah satu ciri khasnya.

 

Adapun dampak ketika investasi dikuasai oleh asing akan menjadikan hajat hidup masyarakat dikelola oleh swasta, baik swasta lokal maupun asing. Sedangkan peran negara sudah lepas dan hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator saja.

 

Opini bahwa investasi berdampak positif terhadap perekonomian daerah, sebenarnya hanya omong kosong belaka. Pasalnya semakin besar investasi asing, justru perekonomian semakin memburuk. Selain itu kalaupun mampu menyerap tenaga kerja, tidak lebih sekedar buruh semata, di mana pendapatannya tidak seberapa dibandingkan dengan keuntungan besar yang diperoleh oleh investor.

 

Di sisi lain, ada dampak jangka panjang yang tidak akan berubah yakni kepemilikan lahan/tanah yang menjadi milik asing. Anak-cucu ke depan tidak akan lagi bisa kembali memilikinya, karena telah berpindah hak kepemilikan resmi milik orang/pengusaha asing.

 

Dampak alam juga akan dirasakan setelah lahan-lahan pertanian, lahan-lahan subur berubah menjadi bangunan-bangunan permanen. Serapan air maupun sirkulasi udara akan sangat berubah. Pasalnya, tidak ada lagi tumbuh-tumbuhan yang melakukan sirkulasi alami di udara lepas. Perubahan cuaca bisa saja terjadi, terkait dengan pemanasan akibat banyaknya bangunan pabrik.

 

Inilah gambaran negara yang menganut ideologi kapitalisme, yang ditunjukkan pada tingginya ketergantungan kepada investor asing. Negara berkembang, seperti Indonesia hanya akan menjadi kroyokan dari negara-negara kapitalis.

 

Industri dalam Sistem Islam

 

Dalam sistem Islam, kemajuan teknologi dan juga industri juga dikembangkan. Namun dalam penataan lahan sangat diperhatikan. Mana lahan subur untuk pertanian, perkebunan dan kehutanan dengan mana lahan yang diperuntukkan industri.

 

Kepemilikan tanah rakyat tidak akan diperjualbelikan kepada pihak asing. Kalaupun akan dibeli oleh negara sebagai sarana pembangunan maupun industri, negara akan memperhatikan lahan tersebut. Apakah lahan subur, lahan serapan air ataukah lahan tandus yang bisa digunakan untuk tempat perindustrian.

 

Islam memperhatikan hak guna rakyat atas tanah hak milik mereka. Negara sebagai pelindung atas kepemilikan rakyat. Bagi tanah yang tidak digunakan selama lebih dari tiga tahun, barulah negara akan mengambil alih untuk kembali difungsikan. Itupun akan diserahkan kembali, jika ada warga yang hendak mengelolanya.

 

Dalam hal kerjasama dengan pihak asing, negara mempertimbangkan nasib rakyat, bukan kepentingan pribadi ataupun golongan. Kesejahteraan rakyat menjadi tujuan utama. Khususnya urusan pembelian tanah rakyat. Kerjasamanya pun, dengan negara asing yang tidak memusuhi negara Islam. Untuk negara asing jika negara tersebut adalah negara yang seharusnya diperangi (kafir harbi fi’lan) maka negara tidak akan melakukan kerjasama apapun.

 

Begitulah gambaran pengelolaan lahan oleh rakyat yang dilindungi negara serta gambaran kerjasama dengan pihak asing. Inilah bukti hanya dengan sistem Islam yang menerapkan syariat Islam secara kaffah menjadikan negara kuat dan mampu mengelola secara mandiri, tanpa bergantung kepada pihak investor. [LM/Ss]

Please follow and like us:

Tentang Penulis