Ilusi Keadilan dalam Sistem Demokrasi

Oleh: Nurma Wuriana, S.Psi.
Lensamedianews.com, Opini – Betapa sulitnya mencari keadilan di Indonesia. Hal ini dirasakan oleh Dimas Yemahura, pengacara keluarga mendiang Dini Sera Afrianti selaku korban dalam kasus pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa Gregorius Ronald Tannur. (Surabayapostnews.com, 24/7/2024).
Ketidakpuasan Dimas dimulai ketika Gregorius Ronald Tannur yang sebelumnya dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menjalani hukuman penjara selama 12 tahun, akhirnya dibebaskan dari tuduhan tersebut. “Saya berdoa semoga para hakim mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan yang Maha Esa,” kata dia.
Dimas mewakili keluarga korban mengaku kesal dengan keputusan yang ada. Ia akan berupaya mencari keadilan dengan membuat laporan di MA (Mahkamah Agung). Besar harapan agar hakim di tingkat pengadilan lebih tinggi dapat memberi putusan yang seadil-adilnya sehingga tidak begitu saja membebaskan Ronald Tannur yang sebelumnya divonis hukuman 12 tahun penjara.
Belum selesai mencari keadilan di negeri yang sulit ini, rakyat juga harus menghadapi jejeran pejabat negara dengan kekayaan berlimpah di tengah sulitnya himpitan ekonomi yang dirasakan. Seperti Mantan  ketua KPU, Hasyim Asyari dipecat karena tindakan asusila dan tercatat memiliki  kekayaan sebesar Rp 9,5 miliar. (m.JPNN.com, 5/7/2024).
Nilai yang sangat fantastis untuk  kekayaan individu yang dimiliki oleh pejabat negara di tengah banyaknya pengangguran, sulitnya masyarakat mengakses pekerjaan, hingga berujung terpaksa melakukan kriminalitas  hanya untuk menyambung hidup. Sebuah ironi ketimpangan.

Berbagai kasus kriminalitas yang terjadi di negeri ini belum mendapatkan sanksi tegas. Kasus itu sudah barang tentu mengoyak nurani keadilan masyarakat, di antaranya kasus asusila ketua KPU Hasyim Asyari dan kasus Ronald Tannur.
Hal ini menggambarkan sistem hukum yang jauh dari keadilan dan tidak memberikan efek jera. Bahkan hukum dikatakan tajam ke bawah tumpul ke atas. Ini menjadi bukti lemahnya hukum buatan akal manusia yang diterapkan hari ini. Wajar karena manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas, dan sering terjebak pada konflik kepentingan. Inilah gambaran sistem hukum dalam demokrasi, yang bahkan juga membuka celah terjadinya kejahatan.

Sungguh berbeda dengan sistem Islam. Islam menegakkan keadilan dengan berpedoman pada aturan Allah, Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Adil. Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, yang berfungsi sebagai jawabir dan zawajir. Jawabir sebagai upaya untuk mencapai kemaslahatan, sedangkan zawajir ditujukan untuk upaya mengantisipasi agar suatu tindak pidana tidak terjadi. Islam juga memiliki definisi kejahatan dan sanksi yang jelas, juga upaya pencegahan yang menyeluruh, dan penegak hukum yang dipilih ialah orang yang amanah dan bertakwa pada Allah. [LM/Ah]
Please follow and like us:

Tentang Penulis