Bahaya Ulama di Pintu Penguasa

Oleh: Nadhifah

 

Lensa Media News – Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berencana untuk memberikan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan mendatangkan protes. (Jakarta, CNBC Indonesia 27/05/2024)- Alasan mengapa pemerintah memberikan konsesi pertambangan pada ormas adalah, karena mereka berjasa pada bangsa dan negara. Bukan hanya itu, hal tersebut juga bertujuan agar izin usaha pertambangan jangan hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan raksasa.

Sejumlah ormas keagamaan secara terbuka menolak. Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) dan Huriah Kristen Batak Protestan (HKBP) termasuk yang menolak. Dari ormas Islam baru PBNU yang menyatakan menerima tawaran konsesi tersebut dengan alasan mereka membutuhkan. Adanya pemberian konsesi pertambangan dikhawatirkan menjadi alat untuk mengambil hati ormas Islam dan tokoh – tokohnya. Dampak dari hal tersebut adalah, para ulama akan berada dalam barisan kekuasaan. Maka yang akan terjadi adalah, penguasa mendapatkan legitimasi atas berbagai kebijakannya yang bisa merugikan masyarakat dan juga bertentangan dengan syariah Islam. Bahkan fatwa ulama pun dapat dipakai untuk menutupi berbagai borok – borok kekuasaan.

Kondisi ini tentu menjadi bencana bagi umat jika para ulama malah menjadi stempel kebijakan zalim penguasa atau malah menjadi bemper penguasa untuk menghadapi umat. Rasulullah saw. bersabda :

هَلَاكُ ‌أُمَّتِي ‌عَالِمٌ ‌فَاجِرٌ وَعَابِدٌ جَاهِلٌ، وَشَرُّ الشِّرَارِ أَشْرَارُ الْعُلَمَاءِ،

Kerusakan umatku adalah oleh ulama yang jahat dan orang bodoh yang beribadah (tanpa ilmu). Seburuk-buruknya kejahatan adalah kejahatan ulama.” (HR Ahmad)

Para ulama terdahulu tidak suka mendatangi para penguasa, apalagi datang untuk mendapatkan jabatan dan kekayaan. Perbuatan itu digolongkan oleh mereka sebagai perilaku yang menjijikkan. Muhammad bin Maslamah rahimahulLâh berkata, “Lalat di atas kotoran lebih baik daripada ulama yang berada di pintu penguasa.”

Tetapi, bukan berarti tidak ada ulama yang mendatangi para penguasa. Namun, kedatangan mereka tidak bertujuan untuk mencari harta dan jabatan, tetapi untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dan mengoreksi sikap keliru dan zalim para penguasa. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.

سَيِّدُ ‌الشُّهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، وَرَجُلٌ قَامَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ، فَنَهَاهُ وَأَمَرَهُ، فَقَتَلَهُ

Pemimpin para syuhada pada Hari Kiamat adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang jahat, lalu dia melarang penguasa jahat tersebut dari kemungkaran dan menyuruh dia berbuat kemakrufan, namun kemudian penguasa itu membunuh dirinya.” (HR ath-Thabarani).

Seharusnya, saat kondisi yang rusak seperti ini, para ulama hadir untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Mengoreksi penguasa dan menyerukan Islam sebagai satu – satunya solusi terbaik untuk negeri. Terkait kebijakan pertambangan, misalnya, ada tiga persoalan yang seharusnya disampaikan oleh para ulama. Pertama: Mengoreksi rezim atas kebijakan pertambangan yang hanya menguntungkan oligarki, tidak menyejahterakan rakyat. Pada faktanya, pertambangan batu bara, baik legal maupun ilegal, telah membahayakan dan merugikan warga sekitar. Ribuan lubang bekas tambang yang dibiarkan terbuka menjadi penyebab banyaknya jatuh korban meninggal karena terperosok atau tenggelam. Ketersediaan air bersih pun kini terancam akibat pencemaran pertambangan yang mengancam manusia, ternak dan tanaman.

Para ulama harus menyampaikan kepada para penguasa hukum Islam terkait pengelolaan tambang yang seharusnya dipegang oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Nabi Muhammad saw. pernah menarik kembali konsesi tambang garam yang sempat diberikan kepada Abyadh bin Hammal setelah tahu depositnya berjumlah besar. Hal ini menjadi dasar hukum bahwa tambang – tambang yang memiliki deposit yang besar adalah milik umum, haram hukumnya diserahkan kepada swasta, baik perusahaan maupun ormas. Menurut syariah Islam, semua sumber daya alam yang menjadi hajat hidup publik adalah milik umum yang harus dikelola sebaik-baiknya oleh negara.

Para ulama berkewajiban menyadarkan umat dan menjelaskan kepada mereka bahwa pangkal kerusakan hari ini adalah karena tidak adanya penerapan syariah Islam dalam berbagai bidang kehidupan. Allah SWT berfirman dalam Q.S al – An’am [6] : 153

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Ini adalah jalan-Ku yang lurus. Ikutilah jalan itu dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain). Sebabnya, jalan-jalan itu akan menceraiberaikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian Allah perintahkan agar kalian bertakwa.”

Semoga para ulama tidak terjebak fitnah penguasa, dan berpaling membenarkan kedustaan dan kezaliman mereka. Wallahu a’lam bi ash-shawab

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis