Impor Perangkat Teknologi, Ancaman bagi Negeri?

Oleh: Yulweri Vovi Safitria

 

Lensa Media News – Produk impor terus membanjiri negeri, bukan hanya bahan konsumsi, perangkat teknologi dan alat komunikasi ikut mendominasi. Presiden Jokowi pun mengungkapkan keprihatinanannya melihat kondisi ini.

Menurutnya, keadaan ini sangat disayangkan karena dominasi barang-barang impor mengakibatkan nilai defisit perdagangan sektor teknologi dan komunikasi yang mencapai 2,1 miliar dolar AS. Hal tersebut disampaikan Jokowi saat meresmikan Indonesia Digital Test House (IDTH) di Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT), Kota Depok, Provinsi Jawa Barat (okezone.com, 7-5-2024).

 

Mematikan Produk Lokal

Jika dilihat fakta hari ini, produk impor memang membanjiri negeri, mulai dari bahan pangan, pakaian, produk kecantikan, hingga perangkat elektronik. Keprihatinan akan dominasi produk impor tidak hanya datang dari pejabat publik, tetapi juga dari masyarakat yang peduli dengan kondisi masyarakat.

Banjirnya produk impor tentu saja akan berdampak terhadap produk dalam negeri dan daya beli masyarakat, apalagi sejumlah produk impor yang beredar di pasaran dijual lebih murah dibandingkan produk lokal. Hal ini tentu bisa membawa dampak buruk bagi para pengusaha lokal dengan modal kecil.

Jamak diketahui, produk impor dengan harga murah tentu lebih menarik bagi konsumen. Alhasil, pengusaha lokal gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan produk impor.

Terkait impor teknologi dan alat komunikasi, masyarakat tentu mendukung sikap keprihatinan presiden. Bisa dibayangkan ketika teknologi dan komunikasi adalah produk impor, tentu berbagai tindakan negatif akan makin mudah dilakukan, seperti pembobolan data pribadi, kriminal, dan lain sebagainya.

Bukan hanya itu, ketika teknologi dikuasai oleh asing, maka negara tersebut akan berpotensi untuk dijajah. Tentu ini akan membahayakan kedaulatan negara.

 

 Basa-Basi Kapitalisme

Beredarnya produk impor, bahkan mendominasi di dalam negeri tidak terjadi sendiri, melainkan ada peran para pemangku kebijakan dan korporasi. Ya, ketika materi menjadi tolok ukur kepuasan duniawi, siapa pun akan tergoda tanpa peduli telah melanggar norma dan agama.

Kepedulian terhadap nasib masyarakat seolah sebuah basa-basi untuk menutupi fakta yang sedang terjadi. Memang tidak semua pemangku kebijakan yang bersikap demikian. Namun, apalah gunanya gaungan suara keberpihakan terhadap rakyat jika tetap berada dalam sistem yang meniscayakan kezaliman.

Suara tersebut hanya meninggalkan gema, tetapi tidak mampu mengubah kondisi yang ada karena segala kebijakan tersebut berada dalam genggaman negara dan pemerintah. Sistem kapitalisme tidak sedikit pun memberi celah bagi kemaslahatan rakyat banyak, melainkan membuka peluang yang kaya makin kaya dan berkuasa, sedangkan yang miskin tetaplah merana dan hidup serba susah.

 

Teknologi Islam

Islam bukan sekadar agama, tetapi juga ideologi yang mengatur seluruh kehidupan umat manusia. Ilmu dan teknologi disandarkan pada akidah yang benar, yakni Islam sehingga tercipta kebaikan bagi seluruh alam.

Islam memandang teknologi adalah sesuatu yang penting bagi negara. Untuk itu, negara akan mengadopsi teknologi untuk kepentingan seluruh rakyat. Bahkan, negara memberikan support terhadap para ilmuan untuk mengembangkan teknologi mutakhir guna kemaslahatan rakyat banyak.

Teknologi dalam peradaban Islam bertujuan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala, menyadari hakikatnya bahwa seseorang diciptakan untuk beribadah, serta menjadi rahmat bagi semesta alam. Teknologi juga akan menyelesaikan persoalan sesuai dengan fitrah manusia dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh dunia.

Negara yang menerapkan sistem Islam memiliki visi mandiri sehingga tidak bergantung kepada asing. Dalam memenuhi kebutuhan teknologi dalam negeri, negara membangun pusat-pusat riset dengan berbagai kelengkapan terbaik, baik untuk melakukan berbagai riset dasar maupun riset terapan. Melalui berbagai riset tersebut, negara akan membangun teknologi tinggi sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.

Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).” (QS Al-Anbiya: 80).

Dalam hal ini, bukan berarti negara menolak teknologi asing, tetapi lebih kepada memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mengembangkan teknologi. Oleh karenanya, dalam negara Islam tidak dikenal istilah impor teknologi, melainkan mengadopsi ilmu dan teknologi, lalu mengembangkannya di dalam negeri. Dengan demikian, negara tidak bergantung kepada asing, kemaslahatan dan kedaulatan negara bisa terjaga.

Wallahu a’lam.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis