Kejahatan Seksual terhadap Anak, Semakin Merajalela
Oleh : Intan Pajriah
LensaMediaNews__Masih segar dalam ingatan kita kasus pemerkosaan anak 12 tahun di Banyumas Jawa Tengah yang diperkosa 8 orang pada waktu dan tempat yang berbeda.
Lagi-lagi kasus pemerkosaan terhadap anak terjadi. Kali ini menimpa R anak remaja 15 tahun yang tinggal di Parimo Sulawesi Tengah, dilecehkan oleh 11 laki laki di tempat dan waktu yang berbeda, akibat dari pelecehan tersebut R mengalami sakit di bagian alat reproduksi yang mengakibatkan inveksi akut sehingga mengharuskan pengangkatan rahim. Mirisnya yang menjadi pelaku ada di antara mereka yang merupakan tokoh masyarakat. Di antaranya Brimob dgn jabatan perwira polisi, kemudian seorang kepala desa dan seorang guru ASN. Astagfirullah sungguh biadab perbuatan mereka. Seharusnya mengayomi masyarakat, malah melakukan perbuatan yang tidak terpuji.
Maraknya pemerkosaan menjadi gejolak di masyarakat, karena kasus tersebut telah melanggar hak dan menjadi kekhawatiran bagi para orang tua yang memiliki anak anak khususnya anak remaja.
Sederetan kasus kekerasan seksual terhadap anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual terhadap anak. Berdasarkan data kemen PPPA, pada tahun 2022 kasus kekerasan seksual pada anak di Indonesia mencapai 9.588 kasus, meningkat drastis dari tahun sebelumnya 4.162 kasus. Mengapa kasus kekerasan seksual terhadap anak malah makin parah? Apa penyebabnya?
Jika kita telisik, ternyata ada banyak aspek yang menjadikan kasus kekerasan seksual terhadap anak ini terus terulang dan makin parah:
Aspek yang pertama, aspek persanksian yang tidak membuat jera. Hukuman bagi pelanggar UU 35/2014 tentang perlindungan anak paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda 5 milyar (Kompas, 6-1-2022 ). Sanksi bagi pelaku kekerasan seksual hanya dipenjara tidak sampai hukuman mati, bahkan sanksinya bisa ringan dan bahkan kasusnya hilang jika luput dari pengawasan publik. Dan inilah yang menjadikan para pelaku enteng saja melakukan kejahatan yang serupa karna sanksi yang diberikannya tidak membuatnya takut.
Aspek yang kedua adalah ketidaksamaan mengenai persepsi, di kalangan para aparat mengenai definisi kasus. Bagaimana keadilan bisa terwujud lawong para aparatnya masih banyak perbedaan dalam mendefinisikan kasus.
Aspek yang ketiga, maraknya video dan gambar tak senonoh. Pornografi dan pornoaksi yang beredar bebas di media sosial, serta bisa diakses oleh siapapun melalui ponsel, menjadi pemicu tindak kejahatan seksual.
Aspek keempat yaitu buruknya sistem pendidikan. Kurikulum pendidikan saat ini berbasis sekuler, agama tidak dijadikan satu satunya peranan penting dalam pendidikan, sehingga menjadikan orang-orang jauh dari agama. Mereka tidak peduli halal atau haram. Tidak lagi takut neraka apalagi merindukan surga. Apapun yang mereka lakukan bebas tak peduli kata agama. Akibatnya terbentuklah masyarakat liberal yang memunculkan berbagai macam tindak kejahatan
Kerusakan sistem sekuler liberal yang diterapkan saat ini telah menjadikan anak anak sebagai sasaran kerusakan sistem. Kejahatan seksual akan terus terjadi bukan saja menimpa orang dewasa bahkan remaja dan anak-anak pun akan menjadi korban.
Islam telah memberikan solusi yang tegas atas semua tindak kejahatan. Perubahan sistem menjadikan langkah yang konkrit dalam memutus rantai kejahatan yaitu dengan menerapkan sistem Islam. Sistem Islam yang berasaskan akidah Islam mewujudkan keimanan dan ketakwaan pada setiap individu sehingga keimanan dan ketakwaan inilah yang menjadi dasar dalam penyelesaian setiap masalah
Islam akan memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku kejahatan seksual, dalam QS An-Nur: 2, Allah ta’ala berfirman, “Perempuan yang berzina dan laki laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.” Inilah hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah.
Adapun pemerkosaan atau rudapaksa (ightisabh) zina dengan melakukan pemaksaan atau ikrah. Imam Ibnu Abdil Barr dalam kitab Al-Istidzkar menyatakan, “Sesungguhnya, hakim atau qadi dapat menjatuhkan hukuman kepada pemerkosa dan menetapkan takzir kepadanya dengan suatu hukuman atau sanksi yang dapat membuat jera untuknya dan orang orang yang semisalnya.”
Kemudian dalam sistem pendidikan, Islam akan menjadikan pribadi pribadi yang bertakwa sehingga tidak akan mudah bermaksiat. Dalam Islam pergaulan antara lawan jenis diatur. Sistem pergaulan Islam memisahkan antara kehidupan laki laki dan perempuan, kecuali dalam hal tertentu yang dibenarkan syarak. Tidak ada interaksi yang khusus antara lawan jenis yang bukan mahramnya melainkan sudah memiliki ikatan pernikahan.
Dalam sistem Islam, media sosial akan selalu dikontrol, sehingga tidak akan ada konten-konten pornografi dan pornoaksi yang dapat menimbulkan syahwat, yang mendorong terjadinya pelanggaran hukum Allah atau kekerasan seksual.
Sudah saatnya kita kembali kepada penerapan syari’at Allah karena hanya sistem Islamlah yang bisa menuntaskan semua permasalahan yang terjadi sampai ke akar-akarnya.
Wallahu a’lam bishshawwab