Kritik Pakaian Nussa Rara, Islamophobia?

Film animasi garapan studio Visinema dan The Little Giantz, Nussa, akan dipromosikan tampil di Bucheon International Fantastic Film Festival (BIFAN). Acara akan dilaksanakan pada tanggal 8-18 Juli 2021, dan rencananya akan diselenggarakan secara online dan offline.

Di samping prestasi di atas, film animasi yang mengangkat unsur Islami ini justru terkena tuduhan tidak sedap. Seorang pengguna Twitter membuat thread yang menyudutkan pakaian karakter tokoh dalam film Nussa ini.

Apakah ini foto anak Indonesia? Bukan. Pakaian lelaki sangat khas Taliban. Anak Afghanistan. Tapi film Nussa Rara mau dipromosikan ke seluruh dunia. Agar dunia mengira, Indonesia adalah cabang Khilafah. Atau bagian dari kekuasaan Taliban. Promosi yang merusak!” tulis akun Eko Kunthiadi.

Selain melayangkan tuduhan tidak mencerminkan Indonesia karena pakaian mirip Taliban, akun ini juga berkomentar bahwa film Nussa akan merusak dan meracuni anak Indonesia.”Kalau tiap hari anak lelaki pakai daster, budaya apa yang mau dicangkokkan ke anak Indonesia?” cuitnya.

Febri Diansyah, Mantan Juru Bicara KPK turut berkomentar tentang film ini. Beliau tidak habis pikir mengapa isu Taliban harus dikaitkan dengan karakter animasi ini. Beliau justru berpendapat film ini berkualitas dan mendidik.

Saya nonton sejumlah film-film tersebut bersama anak-anak, dan saya menemukan banyak sekali pesan dan nilai-nilai positif ” ujar Febri.

Kritik terhadap film ini disinyalir sebagai salah satu bentuk islamophobia.
Bagaimana bisa di negeri yang mayoritasnya Muslim ini terjadi islamophobia? Sedangkan azan masih bertalu-talu, masjid sangat mudah dijumpai, bahkan pengajian masih banyak diadakan?

Sejatinya, islamophobia bukan hanya pelarangan ibadah, pelarangan pendirian rumah ibadah, dan sebagainya. Tetapi juga menghina, menyudutkan, merendahkan nilai-nilai Islam. Termasuk islamophobia juga, jika memberi framing dan mencitrakan Islam dan orang-orang yang berusaha menjalankan syariat sebagai sesuatu yang buruk, menakutkan dan berbahaya, bahkan diberi label radikal atau teroris.

Hal ini tak lepas dari agenda barat, yaitu war on terrorism, yang sesungguhnya adalah war on Islam. Propaganda ini membuat non muslim, bahkan muslim sendiri, menjadi takut dan anti terhadap Islam dan syariatnya. Tujuannya adalah menghalangi kebangkitan generasi muda muslim. Generasi yang taat syariat. Generasi yang memperjuangkan Islam. Memperjuangkan tegaknya kembali syariat Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Banyaknya media serta tokoh yang menghembuskan islamophobia ini membuat umat harus lebih berhati-hati. Jangan mudah terkecoh dan terus bentengi diri, dengan lebih dalam mempelajari dan mengamalkan syariat Islam. Juga dengan menguatkan barisan dakwah, agar mampu menghadapi serangan dari musuh-musuh Islam yang ingin menghalangi tegaknya syariat Islam di muka bumi.

Wallahu a’lam bisshowab.

 

Dianita,
(Pemerhati Sosial, Malang) 

 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis