Islamofobia, Buku pun Ikut Disandera
Surat edaran (SE) Dinas Pendidikan Bangka Belitung yang mewajibkan siswa SMA/SMK membaca buku Muhammad Al Fatih 1453 karangan Felix Siauw telah membuat publik heboh. Pasalnya SE tersebut langsung dibatalkan satu jam setelah diedarkan (iNewsBabel.id, 2/10).
Apa yang salah dengan buku Muhammad Al Fatih 1453 tersebut? Buku itu sebenarnya justru memberikan gambaran tentang keteladanan sosok generasi muda yang saleh dan memiliki semangat juang tinggi yaitu Muhammad Al Fatih. Di bawah kepemimpinannya, Konstantinopel berhasil ditaklukkan.
Sebagaimana kita tahu, problem utama generasi kita saat ini adalah krisis keteladanan. Maka, membaca kisah Muhammad Al Fatih sebagai teladan bagi generasi muda sejatinya merupakan langkah yang patut diapresiasi. Namun sayangnya, hal tersebut justru mendapat penentangan.
Dan sungguh ironi, di satu sisi upaya menghadirkan sosok Muhammad Al Fatih sebagai teladan dihalangi, tapi di sisi lain generasi muda kita justru didorong untuk menjadikan artis-artis Korea sebagai inspirasi. Maka wajar jika hari ini kita banyak menemui generasi muda yang cenderung bergaya hidup hedonis atau senang hura-hura.
Hal ini semakin menunjukkan adanya Islamofobia yang berupaya menghalangi tersampaikannya Islam secara kaffah ke tengah-tengah umat. Para musuh Islam sadar betul bahwa pemahaman tentang Islam yang benar akan mampu membawa kebangkitan. Maka, mereka pun melakukan berbagai cara agar umat Islam terutama generasi muda semakin jauh dari ajaran Islamnya.
Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam sadar bahwa menyampaikan ajaran Islam secara benar dan kaffah adalah keniscayaan. Tidak cukup hanya menyampaikan Islam dalam hal ibadah dan akhlak semata. Namun, harus disampaikan juga ajaran Islam yang menyangkut sosial pergaulan termasuk dalam hal pemerintahan. Sejarah Muhammad Al Fatih adalah bukti kegemilangan Islam ketika Islam dipahami dan diamalkan secara sempurna dalam kehidupan.
Ana Mujianah
(Jakarta Timur)
[faz/LM]
