Ketahanan Keluarga Bersama Islam Kaffah

Oleh : Isnawati
(Muslimah Penulis Peradaban)

 

 

Lensamedia.com– Gerbang pendidikan yang paling awal dalam kehidupan adalah keluarga dan menjadi fondasi ketahanan nasional yang mempengaruhi kehidupan dalam bermasyarakat. Peran keluarga sangat penting untuk menguatkan tiap individu, apalagi di tengah pandemi virus corona saat ini.

 

Menurut pendapat beberapa kalangan pandemi memberikan dampak yang luar biasa, salah satunya keharmonisan keluarga menjadi berkurang. Pendapatan ekonomi yang menurun bahkan hilang disinyalir menjadi pemicunya. Perbedaan sudut pandang suami dan istri menghasilkan perbedaan sikap, yang pada akhirnya saling menyalahkan, tidak membawa perubahan tapi justru berakhir pada perceraian.

 

Spikolog dari Universitas Padjajaran, Aulia Iskandarsyah juga membenarkan, tingginya angka perceraian tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di belahan dunia seiring dengan dampak Covid-19. “Sejak Covid-19 di beberapa negara terjadi peningkatan perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga,” ungkapnya saat on air di Radio PRFM, Sabtu 29 Agustus 2020. (Prfmnews.id, 30 Agustus 2020)

 

Sebenarnya perceraian adalah momok yang sangat menakutkan bagi setiap pasangan. Harapan yang dirajut agar terjalin relasi yang kokoh dengan landasan kasih sayang dalam satu ikatan janji untuk saling berbagi suka dan duka, kandas begitu saja di tengah jalan. Upaya tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya ekonomi bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya perceraian.

 

Tingginya angka perceraian di tengah wabah hari ini karena pondasi rumah tangga yang memang sudah rapuh. Wabah hanyalah bagian dari ujian kehidupan seperti ujian-ujian hidup yang lainnya, yang jika digilas bersama akan musnah.

 

Gaya hidup yang tidak sesuai dengan penghasilan akan menganggap pasangan tidak mampu memenuhi kebutuhan materi keluarga. Kesenangan menjadi tujuan paling utama, terutama untuk diri sendiri sudah tertanam pada diri kebanyakan masyarakat hingga mengarah pada konsumerisme.

 

Arus globalisasi memberikan kebebasan yang menanamkan sifat egois, berusaha mencapai kesenangan dengan segala cara. Kerancuan antara kebutuhan dan keinginan menjadi bom waktu untuk stres, karena suami stres istri lebih stres lagi, anak menjadi korban.

 

Cara hidup kapitalisme sekulerisme diikuti tanpa terasa, semua dihitung menurut untung dan rugi bukan halal atau haram. Meyakini materi adalah kunci kebahagiaan telah mendorong untuk berpacu dengan waktu, sehingga waktu habis hanya untuk mengejar dunia belaka. Keluarga sakinah, mawaddah, warahmah hanya ada dalam angan dan harapan karena kehilangan arah hidup.

 

Padahal keluarga adalah tempat berkasih sayang, mencetak pribadi-pribadi mujtahid sekaligus mujahid. Pembagian peran didalamnya merupakan bentuk keadilan untuk mencapai tujuan dalam berkeluarga. Tolak ukur yang pasti dan tetap, sesuai fitrah sebagai manusia dan memuaskan akal dianggap sudah tidak sesuai lagi saat ini.

 

Inilah bukti bahwa representasi kebenaran Islam membutuhkan sebuah negara, negara dan agama bagai saudara kembar yang saling bersinergi kuat dan strategis. Pemenuhan kebutuhan ekonomi dan penghidupan yang layak dalam keluarga adalah kewajiban suami. Kepala keluarga membutuhkan peran negara untuk memberikan kemudahan hidup dalam aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.

 

Negara memastikan setiap anggota keluarga mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik melalui serangkaian mekanisme kebijakan yang telah ditetapkan. Pengaturan sempurna itu hanya ada dalam negara yang menerapkan Islam kaffah, peraturan-peraturan yang ada di dalamnya berlandaskan keimanan.

 

Islam menata secara rapi dan benar dalam mengoptimalkan perannya sebagai istri, ibu, ayah, suami maupun dalam bermasyarakat bahkan bernegara. Sangsi atau uqubat menjadi pelindung untuk menjaga kesejahteraan bagi ketahanan keluarga dari para pelanggar peraturan. Hubungan suami istri adalah persahabatan yang memiliki komitmen untuk melaksanakan syariat Islam.

 

Jebakan materialisme dan invidualisme yang menggoyahkan ketahanan keluarga harus segera diakhiri. Keluarga-keluarga muslim bersama negara harus segera membangun kembali interaksi yang harmonis untuk meraih ketenangan rakyat. Negara mampu berdiri tegak jika keluarga-keluarga mempunyai ketahanan yang kuat yang akan melahirkan generasi yang berkarakter, cerdas, bertakwa dan siap memimpin rakyat.

 

Dari sinilah lahir peradaban yang ideal, yang mampu memimpin peradaban dunia, cita-cita itu akan terwujud bersama syariah dan Khilafah. Hujjatul Islam, Imam Al Ghazali Rahimahullah berkata:

فإن الدنيا مزرعة الآخرة، ولا يتم الدين إلا بالدنيا. والملك والدين توأمان؛ فالدين أصل والسلطان حارس، وما لا أصل له فمهدوم، وما لا حارس له فضائع، ولا يتم الملك والضبط إلا بالسلطان
“Sesungguhnya dunia adalah ladang bagi akhirat, tidaklah sempurna agama kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar; agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin.” (Imam Al Ghazali) Wallahu a’lam bisshawab. (RA/LM)

Please follow and like us:

Tentang Penulis