Supaya Ananda Nyaman di Rumah
Oleh: Sri Purwanti, Amd.KL
(Pegiat Literasi, Penulis Bela Islam)
Parenting – Dalam rangka memutus rantai penyebaran Corona COVID-19, Pemerintah mengeluarkan himbauan untuk melakukan physical distancing dan melakukan aktivitas di rumah saja, termasuk anak-anak. Tentu saja hal ini akan menimbulkan rasa bosan karena mereka tidak boleh keluar rumah dan bermain bersama kawan-kawan seperti biasanya, belajar pun mengunakan metode daring (dalam jaringan). Bisa jadi mereka akan rewel dan merajuk tetapi ayah dan bunda tidak perlu panik, karena ada beberapa hal yang bisa kita lakukan supaya anak merasa betah dan nyaman di rumah.
Pertama, ciptakan suasana nyaman dan tenang. Dalam Islam rumah adalah istana yang harus terjaga ketenangan dan ketentramannya, sehingga sesederhana apapun rumah dan bagaimana pun keadaanya, rumah akan selalu dirindukan dan sebaik-baik tempat untuk pulang. Rumah yang tenang akan membuat semua anggota keluarga merasa nyaman di dalamnya.
Kedua, penuhi kebutuhan anak meliputi kebutuhan jasmani (hajatul udhawiyah) dan naluri (gharizah). Seorang ibu harus bisa memahami makanan yang disukai anggota keluarga, maupun makanan yang tidak disukai. Orang tua, khususnya Ibu harus jeli memilah mana kebutuhan dan mana keinginan. Ibu bisa menyiapkan snack kesukaan anak-anak maupun menu kesukaan mereka secara bergantian, misal hari ini menu kesukaan kakak, besok menu kesukaan adik. Selain membuat mereka betah di rumah juga mengajarkan bagaimana mereka harus saling memahami kesukaan antara sesama anggota keluarga.
Ketiga, libatkan anak dalam aktivitas orang tua, untuk anak perempuan bisa diajak ketika memasak, libatkan dalam kegiatan yang mudah seperti menakar tepung, mengambil gula atau garam. Selain untuk mengusir kejenuhan mereka sekaligus belajar secara langsung untuk mengidentifikasi isi dapur. Untuk anak yang sudah besar Ibu juga boleh memberikan kepercayaan untuk sesekali menyiapkan menu keluarga, beri apresiasi apapun hasilnya sehingga mereka akan menikmati prosesnya dengan perasaan gembira.
Keempat, untuk anak yang sudah baligh kita bisa membangun kebiasaan berdiskusi dengan anak. Orang tua sebaiknya menghindari mengambil keputusan sepihak jika berkaitan dengan anak. Sebaiknya membudayakan diskusi dan meminta pendapat anak supaya dia merasa dihargai keberadaannya. Orang tua perlu menanyakan kepada anak apa yang membuatnya nyaman di rumah dan sebaliknya apa yang membuat dia tidak nyaman.
Kelima, hidupkan suasana Islami di rumah, biasakan salat berjamaah, murojaah hapalan anak, maupun taddarus bersama. Selain akan melatih bi’ah, hal itu juga akan semakin menambah kedekatan anak dengan orang tua.
Keenam, usahakan terlibat dalam aktivitas mereka. Selama masa physical distancing anak-anak melakukan pembelajaran dengan sistem daring (dalam jaringan), orang tua perlu melakukan pendampingan sambil mejelaskan manfaat dan mudharat jaringan internet. Untuk anak yang masih usia balita orang tua bisa menemani mereka bermain dan merapikan kembali mainannya setelah selesai. Balita biasanya akan merasa senang ketika dia merasa dirinya berguna.
Banyak hikmah yang bisa diambil dari balik musibah, masa physical distancing bisa menjadi momen mengembalikan peran orang tua terutama ibu untuk kembali menjadi madrasatul ulla yang mungkin beberapa waktu sebelumnya sempat tergantikan dengan kehadiran wali kelas, guru ngaji maupun mentor bimbel. Karena sesungguhnya pondasi pembentukan akhlak dan adab seorang anak bertumpu pada peran orang tua. Keluarga sebagai unit terkecil dalam sebuah masyarakat kelak akan menjadi tonggak bagi sebuah peradaban. Maka sudah saatnya keluarga muslim mengubah rumahnya menjadi “istana” yang selalu dirindukan oleh penghuninya.
Wallahu’alam bishawwabi
[LM]