Solusi Penting Atasi Stunting
Oleh: Nor Aniyah, S.Pd
(Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)
LensaMediaNews- Ketua tim peneliti pengendalian stunting kerjasama Kementrian Kesehatan Republik Indonesia-Fakultas Kedokteran (Kemenkes RI-FK) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menyampaikan materi penurunan stunting melalui perbaikan pola asuh dan stimulasi perkembangan anak melalui kelompok bina keluarga balita (Bkb), di Amuntai.
“Kalsel darurat kasus stunting,” kata tim peneliti,” Anak yang kena kasus stunting, bila dewasa IQ atau kecerdasannya rendah dan sering sakit regeneratif seperti penyakit gagal ginjal, jantung, obesitas dan lain-lain”.
“Banyak tidaknya kasus stunting di suatu daerah juga jadi indikator kinerja kepada daerah tersebut. Kasus stunting sesungguhnya merupakan tragedi kemanusiaan, dan jadi indikator baik tidaknya kinerja pemerintahan,” tegas tim (banjarmasin.tribunnews.com, 16/8/2019).
Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Berdasarkan data riset dasar kesehatan 2018, balita stunting di Indonesia berada pada angka 30,8%. Sedangkan di Kalimantan Selatan angka stunting mencapai 33,2% (mediaindonesia.com, 4/7/2019).
Ada indikasi Kalimantan Selatan (Kalsel) memiliki kasus stunting yang tinggi. Dari 34 provinsi di Indonesia, Kalsel sempat menduduki posisi 30 pada tahun 2013, dan naik ke posisi 26 di tahun 2018. Stunting berkaitan erat dengan kekurangan gizi kronis, yang berefek pada daya pikir yang lemah pada anak. Artinya kesejahteraan masyarakat Indonesia sangat buruk hingga stunting mencuat.
Tragisnya, fenomena stunting ini terjadi di negeri yang dianugerahi Allah SWT begitu berlimpah dengan sumber daya alam. Masih banyak masyarakat, yang tidak bisa memenuhi makan untuk keluarga. Dengan penghasilan yang pas-pasan nilai gizi tak lagi diperhatikan.
Ironinya, saat sebagian masyarakat menderita dalam kemiskinan, hanya segelintir kalangan yang hidup berfoya-foya. Yang kaya makin menumpuk kekayaan, seperti menguasai tambang dan Sumber Daya Alam (SDA) milik rakyat. Akhirnya, kesenjangan sosial begitu nampak dalam sistem Kapitalisme-neoliberal.
Stunting merupakan akibat turunan karena penerapan ekonomi kapitalisme di negeri ini. Sejatinya negara memperhatikan kesejahteraan seluruh rakyatnya dan memastikan tiap orang mendapatkan kebutuhan pokoknya. Sehingga mereka terhindar dari berbagai penyakit yang mengancam pertumbuhan generasi.
Akan teramat berat bila masalah stunting ini hanya dibebankan ke pundak keluarga. Di tengah kemiskinan dan harga bahan pokok yang melonjak. Perlu hadirnya negara terkait kebijakan pangan, ekonomi, dan kesehatan. Di tangan penguasalah terdapat tanggungjawab menyejahterakan rakyat, sehingga mampu mengatasi masalah gizi keluarga.
Allah SWT berfirman: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (TQS. An-Nisa: 9).
Dalam Islam, negara memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada rakyat. Diantaranya memastikan asupan gizi yang cukup bagi rakyatnya. Sebab, itu merupakan tanggung jawab kepala negara. Sebagaimana Khalifah Umar bin al-Khaththab ra, setiap malam berkeliling, karena khawatir masih terdapat masyarakatnya yang kelaparan.
Praktek pengendalian suplai pun pernah dicontohkan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Pada waktu tahun paceklik dan Hijaz dilanda kekeringan, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra menulis surat kepada walinya di Mesir Amru bin al-Ash tentang kondisi pangan di Madinah dan memerintahkannya untuk mengirimkan pasokan. Lalu Amru membalas surat tersebut, Saya akan mengirimkan unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang kepalanya ada di hadapan Anda (di Madinah) dan dan ekornya masih di hadapan saya (Mesir) dan aku lagi mencari jalan untuk mengangkutnya dari laut.”
Penguasa harus membuat kebijakan yang menjamin kesejahteraan anak dan kemaslahatan keluarga. Karena dalam Islam, negara adalah ra’in (pengurus) rakyatnya. Rasulullah saw bersabda, “Imam (Khalifah) raain (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab terhadap rakyatnya.” [HR Ahmad, Bukhari].
Ingatlah, anak-anak saat ini merupakan calon pemimpin di masa depan. Nasib negeri ada di tangan-tangan mungil mereka. Jangan sampai terjadi generasi ini lemah dan bermental terjajah. Yang diharapkan tentunya, kita dapat mencetak generasi unggul, berprestasi cemerlang, cerdas dan sehat. Sebagai calon pemimpin, serta penerus peradaban mulia.
[LS/Ry]