Arisan Jamban
Oleh Lulu Nugroho
LenSaMediaNews– Di tengah pesatnya arus teknologi dan informatika yang begitu melesat, rupanya masih ada saudara kita yang masih belum tumbuh kesadaran untuk buang air besar dengan cara yang baik dan benar. Membuat sanitasi dan gaya hidup sehat seharusnya sudah menjadi ritme harian masyarakat kita.
Seperti yang terjadi baru-baru ini, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin mengusulkan agar warga di Jawa Tengah utamanya yang berada di daerah yang belum menyandang status ODF (Open Defecation atau buang air besar sembarangan), agar mengadakan arisan jamban (Detikhealth, 25/7/2019).
Hal tersebut disampaikan Taj Yasin dalam kegiatan peresmian gerakan bantuan jamban keluarga di Desa Karangmangu Kecamatan Sarang, Rembang, Rabu (24/7/19) sore. Menurutnya, hal tersebut untuk membantu menekan angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS).
Secara teknis arisan jamban sama dengan arisan pada umumnya. Hanya saja, bagi pemenang arisan akan mendapatkan fasilitasi pembuatan jamban bukan uang. Di satu Desa di Kabupaten Wonosobo pernah dilakukan hal serupa, dan hasilnya memuaskan. Sehingga desa tersebut kini menjadi proyek percontohan bagi desa lainnya.
Sayangnya hal sebaik ini tidak difasilitasi oleh pemerintah daerah. Seharusnya pemerintah turut mendorong masyarakat untuk memiliki kebiasaan sehat. Memberi bantuan sarana dan prasarana, edukasi dan memotivasi. Preventif sama pentingnya dengan kuratif.
Islam mengatur urusan pemenuhan kebutuhan jasmani (hajatul udhowiyah) juga naluri (ghorizah). Aturan lengkap yang bersumber dari Allah Subhaanahu wa ta’ala memuliakan dan menjaga manusia. Tidak saja individu dan keluarga taat mengikuti aturan tersebut, tapi juga negara harus mengakomodir seluruh kebutuhan umat.
Dalam negara pengemban sekularisme, negara sedikit sekali mengambil peran mengelola urusan umat. Sifat sekularisme yang menegasikan Allah sebagai Al-Mudabbir (Pengatur) membuat penguasa tidak takut melalaikan hak umat. Akhirnya umat berusaha sendiri menyelesaikan masalah mereka. Hal inilah yang membuat kehidupan menjadi sempit.
Padahal jauh sebelum itu, saat Eropa mengalami masa kegelapan, dengan jalan yang kotor, berbau, banyak kejahatan dan kematian. Negeri Islam justru terang benderang bak mentari karena banyaknya inovasi. Dari konsep thaharah dan istinja, kaum muslim mengembangkannya hingga terciptalah beragam penemuan.
Ilmuwan Muslim al-Jazari, menemukan berbagai alat termasuk untuk berwudhu. Alat ini mobile, untuk melayani para tamu. Toilet-toilet masa itupun tak kalah hebatnya, adalah model toilet ‘basah’ seperti yang kita kenal saat ini.
Seorang pengelana Barat bahkan melaporkan bahwa Cordoba dan Baghdad adalah kota yang tertata rapi. Saluran sanitasi pembuang najis di bawah tanah. Kaum muslim telah memiliki mekanis membuang najis dengan benar. Jalan-jalan yang luas dan bersih.
Di daerah-daerah yang dikuasai, tradisi Islam turut disebarkan, termasuk pentingnya menjaga kebersihan. Saat menguasai Konstantinopel, salah satu yang dibenahi adalah urusan buang hajat ini. Khalifah membangun 1.400 toilet umum, ketika tak satupun WC ditemukan di seantero Eropa. Inilah gambaran sebaik-baik pemerintahan.
Jika ribuan tahun lalu umat Islam telah berjaya dengan berbagai macam inovasinya. Seharusnya di masa milenial seperti ini kondisi umat tidak terpuruk. Berarti jelas, kesalahannya ada pada sistem pemerintahan yang diemban negara. Tidak hanya penguasa yang abai, umat pun didera berbagai persoalan yang tak kunjung reda.
Kembali pada Islam, adalah kembali pada penghambaan manusia pada Allah Subhaanahu wa ta’ala. Negara yang mengemban Islam, dipastikan akan sejahtera. Sebab penguasa takut menyia-nyiakan amanah pengurusan umat. Suasana keimanan pun tumbuh subur di negeri ini.
Wallahu’alam.
[ry/Fa]