Hidup Harmoni dengan Alam
Oleh: Widya Soviana
LensaMediaNews- Indonesia merupakan negeri zamrud khatulistiwa. Namun, kekayaan atas hutan dan laut yang luas tidak menjadikan negeri ini bebas dari segala ancaman bencana, seperti banjir, longsor, gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api maka Indonesia dijadikan sebagai laboratorium alam bencana. Di antara bencana tersebut, gempa bumi yang paling berisiko dan mengancam wilayah Indonesia. Ini disebabkan letak wilayah Indonesia yang berada dekat dengan cincin api (ring of fire) sebagai jalur pertemuan beberapa lempeng bumi.
Gempa bumi sendiri tidak membunuh manusia, namun dampak dari gempa bumi yang sifatnya merusak infrastruktur bangunan dapat mengancam kehidupan manusia. Kerusakan bangunan sangat tergantung dari kekuatan gempa (magnitudo) dan jarak pusat gempa bumi.
Berangkat dari masalah risiko bencana, para pakar mitigasi bencana membagi 4 cara untuk menghadapi ancaman atau bahaya yang ada di lingkungan tempat tinggal manusia. Pertama menjauhkan bahaya dari manusia, kedua menghilangkan manusia dari bahaya, ketiga hidup berdampingan dengan alam dan yang keempat belajar langsung dari pengalaman bencana.
Untuk kasus gempa sendiri cara yang pertama tentu mustahil dapat dilakukan secara ilmu sains. Menjauhkan cincin api dari lokasi wilayah terancam, tentu tidak ada seorang pun yang mampu melakukannya. Bila cara pertama tidak mungkin dilakukan, lantas apakah manusia bersedia direlokasi? Rasanya ini juga sulit sekali, disamping kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan akan sangat besar. Alhasil pilihan hanya tinggal dua cara saja yakni hidup berdampingan dengan bahaya atau belajar langsung dengan bencana.
Ketika kita dihadapkan dengan dua pilihan tersebut, manakah yang lebih ringan untuk dilakukan?. Hidup berdampingan dengan mengelola bahaya atau siap menghadapi risiko bencana yang terjadi. Rasanya semua dari kita akan memilih mengelola bahaya saja. Lantas, bisakah gempa dikelola oleh manusia yang sifat kejadiannya saja belum dapat diprediksikan.
Perlu melibatkan iman dalam melihat peristiwa alam seperti gempa bumi. Sehingga manusia mampu mengelola bahaya yang senantiasa mengintainya. Ketika kita meyakini bahwa semua yang terjadi di bumi merupakan qadarullah yakni ketetapan dari Allah Ta’ala. Hak Allah yang Maha Mengatur, ketika bumi diperintahkan untuk berguncang atau tidak. Tugas manusia sebagai makhluk adalah tunduk dan patuh atas segala perintah dan larangan-Nya.
Bukankah Allah Ta’ala menyampaikan dalam Alquran surah Ar Ruum ayat 41 yang artinya “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”.
Merenungi ayat ini tentu ada hikmah yang dapat kita ambil ketika Allah Ta’ala menegur manusia dengan gempa bumi yang terjadi. Ada kesalahan yang kita lakukan sehingga dituntun untuk kembali menuju jalan yang lurus (Islam). Sebagaimana kisah Umar Radhiyallahu’anhu yang meminta rakyatnya bertaubat ketika gempa terjadi di masa kepemimpinannya. Bahkan Umar mengancam akan meninggalkan mereka bila gempa kembali terjadi. Ini menandakan adanya dosa atas kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia.
Kini gempa bumi seakan lebih sering terjadi. Apakah kita hanya melihatnya sebagai fenomena alam saja? Padahal Allah Ta’ala mengharapkan hamba-Nya segera mensucikan diri mereka dengan taubat yang sebenar-benarnya. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mensucikan diri, sehingga alam pun rida terhadap kita.
Wallahu’alam.
[LS/Ry]