Zoomers Keren dengan Politik Islam
Oleh: Nanis Nursyifa
LenSa Media News.com, Well come to presiden baru dan tidak harus menunggu lama pilkada akan segera datang. Apa yang biasanya terjadi menjelang pilkada? Yups, para calon kepala daerah mencoba mendulang suara gen Z dengan berbagai cara dan juga berbagai tawaran ‘menarik’ dengan janji hidup gen Z akan menjadi lebih baik dalam kepemimpinan mereka (RRI.co.id, 9-11-2024).
Pemerintah mengajak pemilih pemula dan muda, untuk mempergunakan hak pilihnya dalam Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024. KPU provinsi Jateng menggelar Goes to Campus yang di laksanakan di Auditorium Graha Widyatama Prof. Rubiyango Misman Unsoed.
Sejumlah acara di gelar untuk menarik para mahasiswa dan tentunya melakukan sosialisasi Pilkada serentak 2024. Agar para mahasiswa khususnya pemilih pemula dan juga pemilih muda menggunakan hak pilihnya di bulan ini.
Proses yang akan selalu berulang setiap tahunnya, akan tetapi yang harus gen Z sadari bahwa sistem yang saat ini di terapkan adalah sistem demokrasi. Suara mereka yang para calon kepala daerah minta hanya untuk mendulang popularitas mereka saja, kepentingan mereka saja. Kita lihat setelah pilkada, apakah gen Z menjadi sukses atau sejahtera? Faktanya gen Z pengangguran semakin banyak, gen Z yang galau dengan keadaan tambah banyak. Akhirnya ya nasib mereka tetap sama seperti sebelumnya “nothing spesial”.
Gen Z harus menyadari bahwa dalam negara sekuler demokrasi Gen Z hanya dipandang sebagai aset ekonomi. Ada banyak perbedaan mendasar pengelolaan urusan umat termasuk Gen Z dalam sistem hari ini dengan sistem Islam.
Oleh karena itu, agar hidup sejahtera Gen Z membutuhkan tegaknya negara yang berasaskan akidah sahih. Negara ini akan terwujud melalui penerapan Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah.
Gen Z seharusnya memahami realitas politik yang terpampang di depan mata tidaklah mutlak merupakan wajah asli politik itu sendiri. Ia bisa saja merupakan kamuflase dari berbagai kepentingan yang tersembunyi di belakangnya. Bisa jadi di balik sosok-sosok politisi yang wara-wiri blusukan kesana-kemari, menampilkan mimik pro rakyat, ada pihak yang menyiapkan skenario lakon politiknya.
Gaes, harus kita sadari salah satu problem serius yang dialami umat dan salahsatunya gen Z saat ini adalah rendahnya kesadaran apalagi pemahaman politik, khususnya politik Islam. Masih bercokolnya para penguasa khianat adalah salah satu indikasi lemahnya kesadaran politik Islam di kalangan kaum Muslim. Indikasi lainnya adalah, umat Islam masih ikutan nimbrung dan berpartisipasi dalam pesta demokrasi.
Tingkat Pemilu yang tinggi tidak serta merta menunjukkan kesadaran politik publik, ia hanya menunjukkan loyalitas buta atas realitas politik yang ada. Beda hal nya dengan kegiatan politik lain seperti dalam hal kontrol dan koreksi kebijakan pemerintah yang salah, mereka pada mingkem kan? Padahal kalau kita tau aktifitas politik inilah yang wajib di jalankan oleh rakyat wabil khusus Gen Z yang menjadi ujung tombak perubahan. Kewajiban ini bukan untuk individual saja akan tetapi juga kelompok.
Yuk kita simak baik-baik apa kata Syaikh Abdul Qodim Zallum dalam pemikiran politik Islam, ia menjelaskan bahwa “kesadaran politik tidak hanya berarti kesadaran terhadap politik dan situasi global yang melingkupinya. Tidak pula hanya mengikuti politik internasional dan aktivitas politik yang menyertainya. Akan tetapi kesadaran politik adalah bagaimana mengamati dunia dari sudut pandang tertentu” (Zallum:2024,hal.87).
Maka sudah saatnya Gen Z meninggalkan sistem sekuler demokrasi dan memahami sistem politik Islam agar menyadari jalan perjuangan yang harus ditapaki, dan tidak dibajak oleh demokrasi.
Saatnya Gen Z harus memutar haluan untuk ikut memperjuangkan tegaknya Islam kafah di tengah-tengah umat. Menjadi pejuang tangguh, taat dan punya visi misi sekelas kaliber dunia yaitu memperjuangkan kehidupan Islam yang telah lama hilang. [ LM/ry ].