Maraknya Human Trafficking, Bukti Kegagalan Sistem Sekuler
Oleh: Lina Revolt
LensaMediaNews- Kasus human trafficking makin marak terjadi di Indonesia. Di Jawa Timur misalnya, dalam tujuh bulan terakhir, Polda Jatim menangani 12 kasus human trafficking. Rata-rata korban adalah perempuan dan anak-anak. (Detiknews.com, 30 juli 2019)
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyebutkan sebanyak 29 WNI menjadi korban pengantin pesanan China. Data tersebut diperoleh berdasarkan pengaduan korban sepanjang 2016-2019.
“ Sebanyak 13 perempuan asal kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, dan 16 orang perempuan asal Jawa Barat, ” ujar Sekjen SBMI Bobi Anwar Maarif di Kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu/23/6. (detikNews.com, 25/07/19).
Menurut Venneta R. Danes, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hampir 80 persen korban perdagangan manusia adalah perempuan. Pemicu tindak kejahatan ini bukan hanya kemiskinan. Tetapi adanya dorongan ingin cepat kaya dan ketamakan.
Jika kita kaji, maraknya human trafficking tidak bisa dipisahkan dari penerapan sistem kapitalis sekuler sebagai asas yang diadopsi oleh hampir semua bangsa di dunia ini. Gagalnya sistem kapitalis sekuler bisa kita lihat dari beberapa faktor berikut:
Pertama, sistem sekuler kapitalis telah gagal mewujudkan kesejahteraan. Penerapan sistem ekonomi kapitalis menjadikan akses terhadap kekayaan dunia hanya dinikmati segelintir orang. Dalam kegiatan ekonomi hanya didorong oleh self-interest, memenuhi kepentingan sendiri. Sistem sekuler menjadikan manusia egois tidak peduli penderitaan orang lain.
Pada akhirnya pandangan sekuler hanya menciptakan manusia-manusia yang giat bekerja dan cenderung menghalalkan segala cara, tetapi melupakan sesama. Ekonomi kapitalis hanya membahas produksi tapi melupakan distribusi. Impaknya kesenjangan sosial makin melebar. Memunculkan masalah baru yaitu tingginya tingkat kriminalitas, termasuk human trafficking.
Kedua, sistem sekuler kapitalis memliki prinsip Utilitarianisme. Manusia yang membedakan benar dan salah, baik dan buruk, terpuji dan tercela hanya berlandaskan perasaan manusia. Apa yang mendatangkan kesenangan adalah baik dan yang mendatangkan rasa sakit adalah buruk. Maka ukuran kebahagian adalah kesenangan jasmani semata.
Maka tidak heran jika tingginya angka human trafficking yang sebagain besar akibat diimingi-imingi gaji besar dan kesejahteraan hidup. Mindset bahwa kebahagiaan adalah terpenuhinya kesenangan bersifat materi membuat para perempuan gampang terjebak modus human trafficking.
Ketiga, Gagalnya sistem kapitalis sekuler mewujudkan pemerataan pendidikan. Sehingga banyak masyarakat berpendidikan rendah. Sebagian besar korban human trafficking adalah orang-orang berpendidikan rendah. Minim pengetahuan terkait ketenaga kerjaan dan keterampilan. Sehingga mereka sangat mudah terjebak penipuan dan pemalsuan dokumen, akhiranya menjadi korban human trafficking.
Keempat, lemahnya penegakan hukum. Upaya penegakan hukum kepada para pelaku berdasarkan UU TPPO No 21 tahun 2007 tidak mampu memberikan efek jera pada pelaku. Belum lagi besarnya peluang tawar menawar hukum membuat penyelesaian kasus human trafficking semakin tidak menemukan titik terang.
Islam solusi tuntas human trafficking
Islam sebagai peraturan hidup, mampu menyelesaikan segala persoalan. Salah satu fungsi penerapan hukum Islam adalah menjaga jiwa dan kehormatan manusia. penjagaan Islam terhadap masyarakat ditempuh dengan pengoptimalan fungsi 3 pilar Islam sebagai berikut:
Pertama, Pilar Individu. Individu yang bertakwa tidak akan mudah terjerat human trafficking atau bentuk kemaksiatan apapun. Karena itu negara Islam bertanggung jawab menghidupkan fungsi keluarga. Keluarga yang menjadi madrasah pertama akan menanamkan nilai-nilai Islam kepada anggota keluarga. Sehingga munculah sosok individu yang berkepribadian Islam.
Kedua, pilar masyarakat. Optimalisasi fungsinya sebagai kontrol masyarakat dengan melakukan amar ma’ruf nahi munkar kepada setiap bentuk kemaksiatan. Sehingga terwujud masyarakat yang islami yang jauh dari kemaksiatan.
Ketiga, pilar Negara yang menerapkan Islam. Negara akan menjalankan perannya sebagai pelayan umat. Mewujudkan kesejahteraan dan memberikan pendidikan terbaik bagi masyarakat. Sehingga tidak ada masyarakat yang akan terjerat human trafficking dengan dalih kemiskinan dan kebodohan. Negara juga akan menerapkan sanksi yang berat bagi para pelaku human trafficking. Sehingga akan terjaga jiwa dan kehormatan sebagai manusia.
Saling integritasnya peran individu, masyarakat dan negara tentu dibutuhkan institusi yang menjalannya. Untuk itu butuh perjuangan yang serius untuk mewujudkannya. Keterlibatann umat bersama kelompok yang istiqamah memperjuangkan tegaknya Islam sangat utama saat ini di tengah berbagai ancaman kerusakan yang menimpa umat dunia.
Wallahu A’lam Bishawab
[LS]