Ilusi Sejahtera dengan Makan Bergizi Gratis
Oleh Siska Juliana
LenSa MediaNews__ Makanan merupakan kebutuhan pokok yang harus terpenuhi. Hanya saja, tidak setiap orang mendapat makanan yang layak dan bergizi setiap harinya, sehingga muncul permasalahan stunting di negeri ini. Banyak yang harus berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi, akibat kesulitan hidup yang menerpa saat ini.
Hal itulah yang melatarbelakangi adanya program unggulan dari presiden terpilih Prabowo Subianto. Awalnya program ini bernama makan siang gratis, tetapi sekarang berganti nama menjadi makan bergizi gratis.
Pemerintahan Jokowi telah mengalokasikan makan bergizi gratis dalam RAPBN 2025 sebesar Rp71 triliun. Dana ini terbilang lebih kecil, karena perkiraan tim Prabowo-Gibran sebesar Rp100-200 triliun per tahun. Akan tetapi, skema program ini masih belum matang.
Program makan bergizi gratis ini akan mulai pada 2 Januari 2025. Target penerimanya sebanyak 15,42 juta jiwa yang terdiri dari anak sekolah, santri, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita yang tersebar di 514 kabupaten/kota. (liputan6.com, 18-09-2024)
Mampukah Meningkatkan Kualitas Generasi?
Meskipun program ini belum dimulai, akan tetapi memantik pro kontra di tengah publik. Pasalnya, banyak kebijakan yang diubah dalam menjalankan program ini.
Hal ini nampak dari pergantian nama program yang asalnya makan siang gratis, menjadi makan bergizi gratis. Adapun anggaran yang awalnya sebesar Rp15 ribu per porsi, menjadi Rp7500 per porsi. Alhasil, rakyat mempertanyakan apakah dengan harga sekian mampu mencukupi gizi yang dibutuhkan?
Di sisi lain, adanya pergantian susu sapi menjadi susu ikan. Menurut Kepala Divisi Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi, Fakultas Peternakan IPB University Epi Taufik menyatakan bahwa proses hidrolisis enzim protein ikan membutuhkan biaya yang mahal, proses panjang, dan pemanasan bersuhu tinggi untuk menghasilkan produk HPI.
Pemanasan tersebut akan mengurangi kandungan vitamin dan nutrisi dalam ikan. Akan lebih baik jika ikan dikonsumsi utuh atau olahan. Agar kandungan gizinya tetap terjaga dan harganya pun terjangkau.
Tujuan dari program ini adalah memperbaiki gizi generasi, maka jika makanan yang disajikan berkurang kandungan gizinya, malah akan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan. Misalnya obesitas, diabetes, jantung, dan sebagainya. Akhirnya tujuan program ini tidak akan tercapai.
Di balik pergantian susu sapi menjadi susu ikan ada aroma korporasi yang sangat kental. Produksi susu ikan masih tergolong jarang di Indonesia, sehingga ini menjadi peluang bagi perusahaan asing untuk melakukan investasi di Indonesia.
Bayangkan saja dibutuhkan 4 juta kiloliter susu segar sehari untuk memenuhi kebutuhan program ini. Betapa banyak keuntungan yang bisa didapat oleh korporasi.
Jika ditelaah, program makan bergizi gratis ini tidak cukup untuk mewujudkan generasi berkualitas. Sebab, akar masalah dari stunting dan gizi buruk adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar akibat kemiskinan yang melanda. Maka, seharusnya kemiskinan yang lebih dulu diselesaikan.
Ilusi Kesejahteraan dalam Kapitalisme
Kemiskinan dalam kapitalisme merupakan hal yang sulit dimusnahkan. Hal itu disebabkan penguasa dalam sistem ini abai terhadap kehidupan rakyatnya. Penguasa hanya bertindak sebagai regulator saja, tidak menjalankan fungsinya dalam mengurus rakyat.
Seruan demokrasi dari, oleh, dan untuk rakyat hanyalah teori belaka. Dalam praktiknya, penguasa hanya mengutamakan dirinya dan kelompoknya. Itu tercermin dari aroma bisnis program ini. Segala sesuatu dikomersialisasikan, karena itu watak asli kapitalisme. Alih-alih memberi kesejahteraan bagi rakyat, kepentingan bisnis lebih diutamakan.
Islam Mewujudkan Generasi Berkualitas
Kerusakan yang ditimbulkan demokrasi kapitalisme sangatlah berbahaya bagi kehidupan. Oleh karena itu, sebagai umat muslim seharusnya kita menyadari bahwa demokrasi kapitalisme haruslah diganti dengan ideologi Islam yang datangnya dari Allah Swt.
Islam merupakan ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam mampu memuaskan akal dan menenteramkan hati. Islam tidak hanya sekadar agama ritual semata, akan tetapi ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Islam memandang bahwa seorang pemimpin merupakan pengurus (raa’in) rakyatnya. Ia akan senantiasa mengurus, melindungi, dan memberi jaminan dalam pemenuhan kebutuhan.
Mewujudkan generasi unggul adalah syarat utama terciptanya peradaban yang unggul pula. Maka, negara yang menerapkan Islam kafah menjalankan kebijakan untuk mencetak peradaban Islam yang mulia.
Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Caranya dengan membuat harga rumah, makanan, dan kebutuhan pokok lainnya terjangkau oleh masyarakat.
Seluruh masyarakat berhak mendapatkan makanan yang bergizi, bukan hanya masyarakat miskin. Negara memastikan distribusi yang merata pada setiap wilayah.
Selain itu, negara menjamin pemenuhan kesehatan, pendidikan, keamanan diberikan secara gratis. Fasilitasnya pun sangat memadai, agar kesehatan, pendidikan, dan keamanan bisa berjalan dengan baik.
Sistem pendidikan berdasarkan akidah Islam yang bertujuan membentuk individu berkepribadian Islam. Dengan pelayanan ini, maka generasi akan kuat fisik dan juga mentalnya. Kemampuan yang dimilikinya akan senantiasa menambah ketaatan kepada Allah, dan juga digunakan untuk kemaslahatan umat.
Rasulullah saw. bersabda,
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR. Muslim)
Sistem Islam melalui peradabannya yang gemilang, telah lebih dulu memiliki layanan makanan bergizi gratis. Hal itu terjadi pada masa Kekhalifahan Utsmani. Pada abad ke-14 sampai ke-19, didirikan dapur umum (imaret) pertama di Iznik Mekece oleh Sultan Orhan.
Imaret berfungsi untuk menyiapkan makanan, kemudian didistribusikan secara gratis kepada masyarakat. Misalnya guru, murid, pengurus masjid, pelancong, sufi, dan masyarakat yang membutuhkan.
Dalam memenuhi seluruh kebutuhan tersebut, negara menggunakan dana dari kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan zakat. Semua dana tersebut tersimpan di Baitulmal.
Khatimah
Berbagai mekanisme dalam sistem Islam kafah akan membentuk generasi yang kuat secara fisik dan psikis. Negara menjalankan fungsinya sebagai raa’in dengan sangat baik.
Dengan demikian, terwujudnya generasi berkualitas hanya dengan menerapkan Islam secara kafah. Bukan dengan program yang dicanangkan ala kapitalisme. Wallahu’alam bishshawab.