Cukai MBDK Untuk Siapa?
Oleh : Zhiya Kelana, S.Kom
(Aktivis Muslimah Aceh)
LenSa Media News _ Kementerian Keuangan akan segera memungut cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Melalui Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2023, target dari peneriman cukai tersebut sebesar Rp4,39 triliun di tahun pertama ditetapkan yakni 2024. Meski optimistis mengejar target penerimaan cukai MBDK tahun ini, namun diperkirakan akan sulit dan realisasinya akan lebih kecil. Menurut pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, saat ini terhitung sudah akhir Februari 2024 dan pembahasan cukai tersebut masih berlangsung.
“Realisasinya akan lebih kecil, mengingat sudah akhir Februari tapi masih pembahasan antar kementerian/lembaga,” ucap Fajry kepada Tirto, Jumat (23/2/2024). (tirto.id).
Cukai Bukan Solusi Mengurangi Resiko Penyakit
Rencana penetapan cukai minuman manis dikabarkan terkait dengan Upaya untuk mengurangi resiko penyakit tidak menular seperti diabetes. Benarkah demikian ataukah ada maksud lainnnya? Karena mengambil cukai bukan berarti bisa membuat masyarakat sadar untuk tidak mengkonsumsi minuman manis.
Solusi untuk mencegah diabetes tentu membutuhkan Upaya mendasar dan menyeluruh. Penetapan cukai pada minuman kemasan tidak serta merta menghalangi Masyarakat mengurangi minuman manis. Apalagi dalam kondisi tingginya kemiskinan dan rendahnya Tingkat Pendidikan serta rendahnya literasi Kesehatan dan keamanan pangan, justru membuka celah adanya minuman manis yang tidak terkontrol di tengah Masyarakat.
Di sisi lain, penetapan cukai, yang menjadi cara negara kapitalisme sebagai sumber pendapatan negara, akan menjadi sesuatu yang menjanjikan. Meski pun pada faktanya masih banyak persoalan terkait dengan kepatuhan dan besarnya peluang penyelewengan pajak. Dengan demikian makin menimbulkan keraguan akan keberhasilannya mencegah. Apalagi pelaku industri tentu merasa dirugikan.
Islam Menjamin Kesehatan Masyarakatnya
Islam mewajibkan negara menjaga Kesehatan rakyatnya. Negara akan melakukan berbagai Upaya menyeluruh dan mendasar untuk mencapai derajat Kesehatan yang prima, baik melalui pembuatan kebijakan dan aturan dalam industri, penyediaan sarana Kesehatan yang memadai maupun meningkatkan edukasi Masyarakat dengan sungguh-sungguh. Baik tentang pentingnya Kesehatan maupun keamanan pangan dalam prinsip halal dan thayyib.
Di sisi lain negara dalam Islam tidak menjadikan penarikan pajak sebagai cara dalam mengatur distribusi barang dalam negeri. Karena pajak hanya diberlakukan kepada mereka yang hidup diluar daulah Islam. Dan hanya kepada orang asing saja dari kalangan non muslim bukan kepada seorang muslim.
Adapun pajak bea cukai, ia tidak diambil dari warga negara islam atas komoditas apapun, baik komoditas impor dan ekspor. Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, bahwa dia telah mendengar Rasulullah bersabda :
“Tidaklah akan masuk surga, orang yang memungut bea cukai” (HR. Abu Daud).
Dari Abul Khair, dia berkata ;
“Sesungguhnya orang yang memungut bea cukai itu berada dalam neraka” (HR. Ahmad) (Politik Agung Ekonomi Islam Bab. Sumber-sumber Ekonomi Hal. 121, karya Abdurahman Al-Maliki).
Maka nantinya negara akan benar-benar mengontrol kesehatan masyarakatnya, dari asupan makanan yang layak, bergizi dan kaya vitamin, sehingga negara tidak perlu mengkhawatirkan kesehatan masyarakatnya, terlebih lagi kesehatan di negara sangat bagus dan gratis. Dan negara juga akan memantau setiap produk yang dikira layak untuk dikonsumsi masyarakatnya, jika tidak layak maka akan dipastikan tidak akan beredar ditengah masyarakat bahkan kemungkinan akan menutup tempat produksi tersebut. Karena bagi negara kesehatan masyarakat adalah yang utama selain dari pendidikan karena mereka harus dilindungi.
Wallahu ’alam.
(LM/SN)