Menjaga Peran Pesantren di Tengah Arus R.I. 4.0
Oleh: Eka Putri
(Aktivis Mahasiswi)
LensaMediaNews- Revolusi industri 4.0 telah memberikan kemajuan yang paling terasa di bidang internet. Era ini disebut dengan era digital, dimana hampir semua orang di era ini memegang HP. Tidak dipungkiri hal ini telah memberikan kemudahan akses dalam memenuhi kebutuhan hidup umat saat ini. Dari sini berkembanglah ekonomi digital yang telah membuka peluang dalam bidang perdagangan tanpa batas ruang dan waktu.
Melihat peluang bisnis di era digital ini maka PP Darussalam Gontor Ponorogo mengadakan acara tahunan yang bertajuk Forbis IKPM Gontor Exp. Acara ini difokuskan untuk meningkatkan kekuatan ekonomi umat berbasis digital. Acara ini digelar dari tanggal 13-17 Juni 2019 dan dikemas dalam bentuk pameran produk pengusaha alumni Gontor, business matching, kompetisi, hingga workshop digital.
Salah satu bentuk komitmen membangun ekonomi digital lewat UMKM juga dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) dengan Bukalapak yang konsisten menghidupkan misi memberdayakan usaha kecil di seluruh Indonesia untuk tumbuh dan berkembang. Adapun ruang lingkup dari kerjasama tersebut antara lain pelatihan kewirausahaan digital untuk UMKM Binaan pesantren, pelaku usaha alumni Gontor, pemasaran produk digital stakeholders pesantren di aplikasi Bukalapak, dan penggunaan teknologi E-ticketing untuk penghimpunan dana zakat, infaq dan kegiatan amal lainnya (Beritajatim.com,15/06/2019).
Meningkatkan kekuatan ekonomi umat memang diperlukan. Akan tetapi, tentu saja hal ini diharapkan tidak akan mengganggu tujuan utama dalam pendidikan di pondok pesantren. Khawatirnya pelatihan enterpreuner ini dapat menyebabkan fokus terhadap pendidikan teralihkan. Pesantren akhirnya terjauhkan dari peran utamanya dalam mencetak generasi ulama pembangun peradaban mulia.
Islam tidak pernah melarang umatnya untuk mengembangkan usaha, asalkan masih sesuai dengan syariat yang Allah tetapkan. Islam mengajarkan kesuksesan enterpreuner tidak hanya diukur oleh banyaknya materi, melainkan sejauh mana hal tersebut dapat memberikan sumbangsih untuk mendukung dan menguatkan perjuangan umat. Maka, bagi seorang muslim jika perdagangan ini melalaikan kewajiban yang lain, tentu saja hasilnya akan sia-sia.
Membangkitkan kekuatan umat tentu tidak bisa dilakukan hanya dengan membangkitkan ekonomi. Salah satu hal yang dapat kita lakukan adalah membangkitkan kesadaran umat. Yakni dari sisi pemikiran maupun perasaan, sehingga memahami benar akan aturan Allah yang sempurna yang kemudian dapat memecahkan setiap problematika yang melanda umat. Tentu saja dalam bidang ekonomi salah satunya. Langkah selanjutnya istiqomah mendakwahkan segala aturan dan hukum Allah yang sempurna atau dapat kita katakan dengan memahami Islam secara kaffah.
Dari sinilah besar harapan kita, agar fokus pendidikan pesantren dalam membentuk ulama dan kader-kader pejuang umat tidak teralihkan. Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam yang berdiri sebelum Indonesia merdeka, pesantren terus menyelenggarakan pendidikan yang memiliki misi mengkader umat untuk tafaqquh fiddin dan menguatkan diri sebagai warasat al-anbiya.
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, sementara para nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Keutamaan tersebut diperuntukkan kepada para ulama yang selalu mengamalkan ilmunya, membela kebenaran cinta kepada kebaikan dan amr ma’ruf nahi munkar. Maka dalam sejarahnya, tidak heran jika dunia pesantren disamping lembaga pendidikan yang mencetak kader sebagai ulama, juga terkenal dengan peranannya menyebarkan agama Islam dengan dakwah dan jihad.
Ketika imperialisme dan kolonialisme menjajah negeri ini, maka umat Islam di negeri ini tidak tinggal diam. Bahkan dalam sejarahnya, ulama dan santri selalu menjadi garda terdepan memimpin pergerakan nasional dalam rangka mengusir segala bentuk penjajahan yang ada di negeri ini.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang usianya sudah tua, telah banyak melahirkan generasi yang tidak hanya menolak segala bentuk penjajahan, melainkan selalu menjadi motor penggerak dalam melakukan perlawanan terhadap para penjajah.
Menurut Awwas (2015: 97) di zaman pergerakan pra kemerdekaan, peran pesantren juga sangat menonjol. Hadji Oeumar Said (HOS) Tjokroaminoto, pendiri gerakan Syarikat Islam dan guru pertama Soekarno di Surabaya adalah alumnus pesantren. KH. Mas Mansyur, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Ki Bagus Hadikusumo, dan KH. Kahar Muzakkir, mereka juga alumni pesantren yang menjadi tokoh berpengaruh.
Maka jika kita menelusuri sejarah lebih mendalam ke belakang, seharusnya pesantren menjadi garda terdepan melawan segala bentuk penjajahan di negeri ini. Termasuk membebaskan umat dari neoimperialisme kapitalis yg saat ini masih membelenggu. Dengan pesantren melalui para ulama yang akan mengarahkan dan memahamkan umat ini menuju pada kebangkitan hakiki yaitu kebangkitan Islam dengan penerapan syari’at Islam kaffah.
Wallahua’lam bishshawab.
[LS/Ah]