Polemik Pulau Rempang, Siapa yang Dibela?
Lensa Media News, Surat Pembaca- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan ada 73 konflik agraria yang terjadi akibat proyek strategis nasional (PSN). Konflik agraria ini sudah terjadi cukup lama, dan sangat merugikan rakyat. Belum lagi ganti rugi yang tak sepadan dengan harga tanah yang diambil. KPA mencatat sepanjang tahun 2015 sampai dengan 2023, telah terjadi 73 letusan konflik agraria akibat proyek-proyek strategis nasional, yang terjadi di seluruh sektor pembangunan baik sektor infrastruktur, pembangunan properti, pertanian, agribisnis, pesisir, dan tambang. Salah satunya adalah pengembangan ekonomi di Pulau Rempang. Pemerintah telah mencadangkan alokasi lahan di Pulau Rempang kepada PT Makmur Elok Graha (MEG) seluas 17.000 hektar. Selain pabrik kaca yang masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) 2023, pulau tersebut akan dikembangkan sebagai kawasan industri, perdagangan, hingga wisata.
Negara pun lebih memilih membela kepentingan investor (pengusaha) dibandingkan peduli terhadap nasib rakyat yang kian menderita. Hal ini terjadi karena adanya kebebasan dalam kepemilikan tanpa dibatasi. Adanya kerjasama antara penguasa dan pengusaha tentunya saling menguntungkan. Penguasa untung karena dapat melanggengkan kekuasaannya dibantu oleh pengusaha. Sedangkan, pengusaha untung karena bebas melanggengkan keserakahan dengan bantuan penguasa. Semua ini bisa berjalan diatas sistem kapitalisme. Sistem yang berlandaskan keuntungan semata, walaupun harus menghalalkan segala cara termasuk rakyat yang jadi korbannya. Alhasil, negara bukan membela rakyat tapi malah membela pengusaha. Maka lagi-lagi rakyatlah yang dirugikan.
Walaupun rencana relokasi warga Pulau Rempang urung dilaksanakan. Tapi tetap saja rencana pemindahan masyarakat dari kampung-kampung tua belum dibatalkan. Berbeda dengan Islam, dimana kepemilikan tanah yang sudah dihuni dan dikelola berpuluh tahun tidak dapat diambil siapa pun bahkan oleh negara sekalipun. Inilah di antara keadilan Islam dalam mengatur kepemilikan tanah.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot tanah orang lain).” (HR At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad). Dan tentunya hanya dengan Islam segala urusan dan hak-hak rakyat dapat terpenuhi. Karena Islam sebagai negara bertanggungjawab penuh atas urusan rakyat. Jadi jelas dalam sistem aturan Islam rakyat yang utama dibela bukan kepentingan pengusaha.
Dewi Wisata
[LM, Hw]