Perceraian Meningkat, Siapa yang Peduli?
Lensa Media News, Surat Pembaca- Kasus perceraian di Indonesia terbilang tinggi. Setidaknya ada sekitar 516 ribu pasangan yang bercerai setiap tahunnya. Di sisi lain, angka pernikahan justru mengalami penurunan. Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Prof. Dr. Kamaruddin Amin menjelaskan, jumlah perceraian terbilang fantastis. Kenaikan angka perceraian di Indonesia, katanya, menjadi 516 ribu setiap tahun. Sementara, angka pernikahan makin menurun, dari 2 juta menjadi 1,8 juta peristiwa nikah setiap tahun. (Republika, 22-9-2023).
Perceraian yang setiap tahunnya mencapai lebih dari setengah juta pasangan tersebut disebabkan berbagai faktor. Faktor penyebab utama perceraian adalah perselisihan atau pertengkaran. Sedangkan ekonomi menempati posisi ke dua, selanjutnya dikarenakan pasangan yang meninggalkan komitmen dan KDRT. Ini menegaskan bahwa rapuhnya bangunan keluarga di era modern ini sungguh tidak hanya sekadar omongan belaka. Jika tak kunjung di atasi maka keluarga yang harusnya memiliki peran penting dalam pembentukan karakter masa depan negeri bangsa akan makin kehilangan perannya.
Penulis sendiri adalah orang yang merasakan secara langsung dampak dari perceraian, banyak bayang-bayang gelap tentang pernikahan yang akan berakhir dengan perceraian akhirnya muncul. Ayah yang sibuk dengan hidupnya sendiri dan ibu yang dipaksa oleh keadaan untuk menghidupi dirinya sendiri dan anak-anaknya. Inilah realita hidup setelah perceraian dalam peradaban kapitalis saat ini.
Maka dari itu dalam mengatasi masalah angka perceraian yang terus meningkat faktor-faktor penyebabnya harus segera di atasi. Negara perlu turun tangan untuk membentuk ketakwaan individu, mendorong masyarakat untuk membangun kepekaan terhadap pentingnya menjauhi maksiat, karena masyarakat yang rawan maksiat sejatinya turut menyumbang dampak negatif terhadap rapuhnya bangunan keluarga.
Ernawati
[LM, Hw]