Polemik IKN dan Konflik Agraria

Oleh: Ummu Jemima

 

Lensa Media News – Setelah seremonial ritual Kendi Nusantara, pemerintah sudah memastikan mega proyek IKN akan segera dimulai. Pembangunan IKN ini akan melalui 5 tahapan pembangunan yang dirancang, dari 2022 sampai dengan tahun 2045. Direncanakan, wilayah IKN Nusantara meliputi daratan seluas 256.142 hektare dan perairan laut seluas 68.189 hektare.

Dari pantauan kegiatan Presiden Jokowi di titik Nol IKN Nusantara, pada Senin 14 Maret 2020, sama sekali tidak terlihat adanya antusiasme masyarakat, ataupun aktivitas penyambutan pejabat oleh warga, padahal jarak antara tempat tersebut dari pemukiman warga hanya 10 kilometer. Dapat dipastikan sepinya dari antusiasme warga setempat, dikarenakan ketidakrelaan warga atas pencaplokan lahan proyek IKN di atas tanah warga.

 

IKN dan Potensi Konflik Agraria. 

Sungguh sangat disayangkan, pada akhirnya pemerintah telah membulatkan tekadnya, untuk tetap melaksanakan proyek IKN, padahal sudah jelas proyek ini menimbulkan berbagai pertentangan, salah satunya datang dari koalisi masyarakat sipil yang bernama Komite Nasional Pembaruan Agraria, yang mengingatkan akan adanya konflik agraria sangat mungkin terjadi dalam proses pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Menurut mereka, lahan IKN tumpang tindih dengan lahan masyarakat (Republika, selasa 15 Maret 2022).

Ketua Departemen Advokasi Kebijakan KPA, Roni Septian Maulana menyatakan, lokasi IKN bukanlah tanah kosong karena di sana ada tanah masyarakat adat, lahan petani, dan tanah masyarakat lokal lainya. Artinya, lahan IKN tak sepenuhnya milik negara, perbedaan antara klaim pemerintah dan keberadaan lahan masyarakat. Inilah yang akan menjadi pemicu konflik agraria saat pembangunan infrastruktur IKN dilakukan. Konflik agraria itu bisa disertai kekerasaan fisik oleh aparat keamanan.

Berkaca pada pembangunan proyek strategis nasional (PSN) di tempat lain, pemerintah selama ini menang kerap mengarahkan aparat untuk mengawal pembangunannya. “Mereka (aparat bersenjata) akan beralasan mengamankan proses pembangunannya pak Jokowi. Alhasil konflik agraria, mau tidak mau akan dihadapi rakyat di Kaltim, “Imbuh Roni seperti yang dikutip oleh Kompas, 14 Maret, 2020.

Tentu rangkaian konflik agraria seperti ini bukanlah terjadi sekali saja, masih segar di ingatan kita bagaimana konflik di Desa Wadas, Purworejo, misalnya, menuai banyak sorotan karena warga bersikeras menolak proyek, sedangkan pemerintah bersikukuh melanjutkan proyek tersebut, dan jelas yang dilakukan pemerintah begitu anarkis, karena melibatkan aparat bersenjata.

Apalagi kalau proyek IKN ini tetap dilanjutkan di Kaltim dengan jangkauan wilayah yang luas, maka konfliknya akan lebih rumit. Pemerintah pun harus bisa melihat bahwa, masyarakat Kaltim berbeda dengan masyarakat perkotaan pada umumnya, masyarakat Kaltim masih kental dengan lahan adat di mana, kepemilikan kawasan kelola hutan (adat) berdasarkan faktor genealogis dan teritorial berdasarkan asal usul (sejarah) yang sudah ada secara turun-temurun jauh sebelum Negara Republik Indoneia merdeka. Dengan demikian karakter IKN ini tidak akan sejalan dengan kondisi masyarakat Kaltim, yang ada pemerintah malah menciptakan konflik baru di tengah tatanan masyarakat yang sudah terbangun berabad-abad lamanya.

 

Haram Hukumnya Negara Mengambil Lahan Rakyat

Islam adalah agama yang berdiri di atas panji kebenaran, Islam pun mewajibkan setiap muslim, baik individu atau penguasa berbuat adil, karena adil kedudukannya dekat dengan Allah. Sesungguhnya perkara mengambil lahan secara paksa adalah sesuatu yang sangat berdosa di sisi Allah, apalagi hal ini dilakukan oleh penguasa kepada rakyatnya, yang seharusnya tugas seorang pengusaha adalah, pelindung dan penegak hukum Allah, sehingga penguasa harus berdiri di barisan paling depan dalam menegakkan keadilan dan melindungi rakyatnya dari segala bentuk ketidakadilan. Adapun ancaman keras bagi siapa saja yang mengambil hak orang lain, adalah seperti hadist di bawah ini :

عَنْ عَائشةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ ظَلَمَ قيدَ شِبْرٍ مِنَ الأرْضِ، طُوِّقَهُ مِنْ سبْعِ أرَضينَ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahawasanya Rasûlullâh saw. bersabda: “ Barangsiapa yang menganiaya – mengambil tanpa izin pemiliknya – seukuran kira-kira sejengkal tanah, maka tanah itu akan dikalungkan di lehernya dari tujuh lapis bumi — sebagai siksanya pada hari kiamat nanti.” (Muttafaq ‘alaih).

Untuk itu, apa yang menjadi polemik IKN Nusantara di mana, negara secara sepihak mengambil alih lahan rakyat, sesungguhnya itu merupakan perbuatan yang amat zalim.

Wallahu’ alam.

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis