Oleh: Nurul Husna S.Pd

(Aktivis Muda Medan dan Pendidik Sekolah Anak Tangguh)

Baru-baru ini viral di whatsapp terkait dengan BNPT yang merilis data sekitar 180 penceramah radikal, hal ini mengundang kontoversi di berbagai pihak, tak sedikit pihak yang kontra terhadap pernyataan itu, seperti yang dinyatakan oleh Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai ciri penceramah radikal versi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diskriminatif karena pihak yang disebut anti-Pancasila hanyalah penceramah.

“Kenapa kok hanya penceramah saja? Ini diskriminatif,” ujarnya dalam acara Catatan Demokrasi tvOne: Viral Penceramah Radikal, Selasa (8/3/2022) malam di stasiun televisi tvOne.

Anwar mengatakan, kalau ada dosen atau orang tertentu yang mengajarkan paham-paham yang anti-Pancasila semestinya juga disebut radikal. Sehingga ia mempertanyakan, kenapa yang disebut hanya penceramah saja. Padahal, menurut Anwar, ada tiga musuh saat ini yang mengancam eksistensi negara dan bangsa Indonesia.  Pertama, radikalisme dan terorisme.  Kedua, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).  Ketiga, paham-paham yang tidak sesuai dengan Pancasila.

Beginilah wujud kapitalisme yang sebenarnya menciptakan orang-orang yang haus akan kekuasaan tapi minim pengetahuan agama, agama seakan-akan menjadi racun bagi elite penguasa oleh karenanya mereka menciptakan berbagai macam istilah yang berujung kepada penciptaan Islamophobia di tengah-tengah umat, dengan mengeluarkan statement penceramah radikal yang anti-pancasila sehingga harus dihindari dan menggaungkan ide moderasi beragama yang seakan-akan dapat menciptakan kerukunan antar agama.

Istilah Islam radikal, Islam moderat, Islam liberal, Islam tradisionalis, tak pernah dikenal dalam kasanah Islam. Istilah-istilah ini direkomendasikan oleh RAND Corp, setelah badan intelijen AS-NIC memprediksi akan tegaknya kekhilafahan baru sebagaimana kekhilafahan yang telah lalu. Inilah politik belah bambu yang dimainkan oleh Barat dalam upaya menangguhkan tegaknya Khilafah. Para penceramah yang masuk daftar bukanlah penceramah yang baru kemarin sore. Mereka sudah berceramah jauh sebelum rezim hari ini lahir. Artinya kita bisa melihat, bahwa daftar tersebut lebih didominasi oleh kepentingan politik rezim yang anti Islam hari ini.

Dalam Islam mengkritik penguasa adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar yang harus ditegakkan, dan kritik merupakan salah satu bentuk kepedulian dan kecintaan terhadap bangsanya. memang benar  secara agama, kata UIY, umat Islam tidak diperintahkan untuk menjadi seorang Muslim yang radikal. Sebagaimana juga tidak diwajibkan untuk menjadi Muslim yang moderat. “Yang pasti bahwa kita ini diminta untuk menjadi Muslim yang bertakwa kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, ittaqullaha haqqa tuqatih,” tuturnya lagi. Tak hanya itu, tambahnya, kita pun diperintahkan untuk menjadi Muslim yang kaffah, kalau dalam bahasa Al-Qur’an  “ya ayyuha ladzina amanu udkhulu fissilmi kaffah”, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan.”

“Kalau digabungkan, dua perintah itu, maka takwa itu bisa diartikan melaksanakan seluruh kewajiban tak terkecuali. Semua yang masuk kategori kewajiban itu sebagai konsekuensi dari seorang Muslim bertakwa itu semestinya dilakukan, dan semua yang dilarang itu semestinya ditinggalkan. Itu dari sisi agama,” paparnya. Maka itu, ia pun menyesalkan dengan istilah radikal yang kini justru disematkan pada seseorang yang sekadar ingin menjadi Muslim kaffah.

Maka sudah sepatutnyalah kaum muslimin hari ini sadar bahwa tak ada lagi sistem yang pantas untuk ditengah-tengah umat selain sistem yang dilahirkan dari yang Maha Sempurna yaitu Islam, karena hanya Islamlah satu-satunya sistem yang dapat menciptakan kedamaian, kerukunan diantara manusia seperti firman Allah dalam Surat al-Anbiya’ ayat 107: ”Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan liralamin)”. Wallahu’alam bisshawab.

 

[IF]

Please follow and like us:

Tentang Penulis