Sistem Buruk Pangkal Negara Ambruk
Oleh: Khya T. Yunia
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Lensa Media News – Tidak bisa dipungkiri bahwa tengah banyak problematika yang melanda negeri. Mulai dari masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, juga sosial dan politik. Sementara pemerintah yang seharusnya menjadi tumpuan rakyat nampak tak mumpuni. Sudah menjadi rahasia umum jika pemerintah lebih sering mengatasi masalah dengan menambah masalah. Alih-alih benar-benar berupaya menemukan solusi, penguasa lebih sibuk menyelamatkan kepentingan kelompoknya sendiri-sendiri.
Kebijakan-kebijakan pun selalu ditimbang dari sisi untung-rugi materi. Dicabutnya berbagai subsidi, harga-harga kebutuhan pokok yang semakin tinggi, dan rakyat makin tercekik dengan berbagai macam pajak yang membebani. Berharap terwujud sejahtera, sungguh jauh panggang dari api.
Akan tetapi, begitu miris saat di sisi lain ada segelintir elit yang terus meraup untung dan kekayaan mereka makin menggunung. Mereka adalah para kapital, pengusaha besar yang menguasai porsi besar dalam perekonomian. Besarnya keuntungan yang menggiurkan pun kini membuat penguasa tak mau ketinggalan andil dalam kancah perekonomian. Terlebih dengan kemampuan mereka untuk menentukan kebijakan yang akan memuluskan jalan mereka dalam meraup keuntungan.
Maka, dapat dibayangkan jika penguasa pun berperan sebagai pengusaha. Dimana orientasi pengusaha jelas adalah keuntungan. Sehingga bergeser lah paradigma pengurusan negara yang semula demi mengurusi rakyat, menjadi demi keuntungan kapital yang meningkat. Oleh karena itu, wajar jika rakyat justru makin melarat sementara penguasanya menjadi konglomerat.
Parahnya lagi, aksi berbondong-bondongnya penguasa/pejabat negara dalam berlomba menjadi pengusaha yang mengendalikan ekonomi negara ini sudah tak lagi tedeng aling-aling. Dalam tiap kesempatan yang dapat mendatangkan keuntungan, mereka ada di garda terdepan. Bahkan perusahaan-perusahaan milik negara yang semestinya prioritasnya adalah rakyat semata, pun tak luput menjadi sasaran.
Fenomena ini hanya sekelumit dari aksi penguasa yang tak patut adanya. Skandal-skandal turunannya pun tak kalah membuat mengelus dada. Aksi bagi-bagi kursi dan jabatan misalnya, tidak ada malu meski menduduki jabatan bukan karena kinerja. Namun, karena kongkalikong demi secuil harta dan tahta. Makin terbayang bagaimana nasib rakyat negeri kita. Sudahlah penguasa lebih berorientasi pada keuntungan, mereka pun tak banyak yang memiliki kemampuan mengurus negara. Belum lagi munculnya konflik kepentingan yang menjadi bibit oligarki di pemerintahan. Dimana satu dengan yang lain tak lagi sungkan dalam menjegal lawan demi sekadar kepentingan.
Melihat fenomena kekacauan ini, tidak berlebihan agaknya jika seorang Faisal Basri, ekonom senior dari Universitas Indonesia, melontarkan pernyataan yang cukup kontroversial. Faisal mengatakan bahwa oligarki itu ibarat koalisi jahat. Koalisi jahat tidak akan bertahan selamanya karena pasti akan ada gesekan di dalamnya. Mereka yang merasa tidak mendapat bagian yang selayaknya akan tanpa segan untuk ‘buka-bukaan’.
Menurutnya, saat ini fase buka-bukaan dan saling membuka borok satu sama lain tengah berlangsung. Sehingga Faisal memprediksi sebelum 2024 secara moral pemerintahan kita sudah akan ambruk. Hal ini dikarenakan skandal yang dilakukan mayoritas elitenya sudah tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Bahkan skalanya pun makin besar. Rakyat pun akan semakin terbuka matanya atas skandal atau persoalan-persoalan yang ada. Faisal pun menambahkan jika proses agar masyarakat memahami persoalan tersebut harus dipercepat. Dengan demikian perlawanan rakyat akan betul-betul terwujud (Bisnis.tempo.co, 29/01/2021)
Inilah fenomena tergadainya kepentingan rakyat, saat para penguasa juga berperan sebagai pengusaha. Kapitalisme membuat keuntungan kapital adalah segala-galanya. Sebenarnya hal ini tidak sekadar dipicu oleh kecintaan akan harta dan tahta. Akan tetapi, mahalnya sistem demokrasi pun menjadi biang keroknya. Dimana untuk bisa sampai dalam tampuk kekuasaan membutuhkan modal yang cukup besar. Sehingga ketika berkuasa pun fokusnya tak lagi menjadi pelayan rakyat. Namun bagaimana bisa meraih kapital sebanyak-banyaknya demi ‘balik modal’.
Lingkaran setan sistem rusak memang meniscayakan banyaknya penyimpangan. Demokrasi yang mengunggulkan aturan manusia terus menumpuk problematika. Bermunculannya skandal-skandal, tentu tak terhindarkan.
Oleh karena itu, sistem kepengurusan urusan rakyat saat ini jelas tak mampu menghadirkan penguasa yang amanah dan wibawa. Apalagi dapat mewujudkan rakyat yang sejahtera. Maka, upaya menuju perubahan adalah sesuatu yang tak terelakkan. Dan sebagaimana yang diungkapkan Faisal Basri, upaya menyadarkan masyarakat akan bobroknya sistem yang ada harus dipercepat. Sehingga semakin dekat pula arah perubahan menuju kebangkitan. Perubahan hakiki hanyalah perubahan menuju sistem sempurna dari Sang Ilahi. Hanya Islam, sistem kehidupan yang akan mewujudkan kesejahteraan.
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]