FORMAPPI: Kunjungan Kerja ke Kazakhstan Sekadar Klaim DPR
PKAD— Lucius Karus dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (FORMAPPI) menanggapi bahwa kegiatan kerja DPR ke Kazakhstan sebagai kegiatan plesiran dari pada kunjungan kerja, dalam Insight ke-123 Pusat Kajian dan Analisa Data (PKAD): Demi Ibu kota Baru Plesiran ke Kazakhstan: Miskin Inovasi? Rabu, 5 Januari 2021, di YouTube Pusat Kajian dan Analisa Data.
“Saya memiliki kecenderungan, kegiatan ke Kazakhstan ini lebih pada plesiran daripada studi banding. Karena jika dilihat dari berbagai alasan, sangat sulit dipahami kalau studi banding itu dilakukan dalam tiga hari dan juga masih berada dalam kondisi pandemi. Apalagi ada larangan dari Presiden Jokowi untuk tidak berpergian ke luar negeri,” tegasnya.
Kemudian Lucius juga mengutarakan bahwa alasan anggota DPR itu melakukan kunjungan ke Kazakhstan karena Kazakhstan pernah melakukan perpindahan ibu kota negara.
“Semestinya kalau ingin mudah, mengapa tidak ke Malaysia yang lebih dekat karena Malaysia juga pernah melakukan hal tersebut,” tungkasnya.
Ia juga menyatakan, studi banding yang dilakukan DPR tidak punya manfaat karena tidak ada satupun penjelasan yang bisa menguatkan itu dari apa yang pernah terjadi dan dilakukan oleh DPR selama ini.
“Sejak lama kritik terhadap studi banding ini disampaikan oleh publik tapi pada saat bersamaan hanya janji-janji manis dari pimpinan DPR pada setiap periodenya,” ujarnya.
Lalu Lucius mengatakan mengapa ada kritik terhadap agenda studi banding, karena hasil studi banding tidak pernah disampaikan ke publik. Kalaupun diketahui oleh publik, itu karena ada pihak lain yang berinisiatif untuk menyampaikan informasi semisal wartawan.
“Singkat kata kunjungan kerja atau studi banding ini lebih tepat dikatakan plesiran daripada kegiatan untuk belajar tentang suatu yang ingin digunakan oleh DPR dalam proses pembentukan legislasi,” tandasnya
Diakhir penyataannya, lucius menegaskan kegiatan kunjungan kerja ini tidak lebih dari suatu kegiatan yang tidak memberikan hasil yang bisa dirasakan oleh publik. Hanif Kristianto, Analisis Politik dan Media. [LM/ry]