Kado Istimewa Pemerintah di Tahun 2022
Oleh: Fahmara Ghaziya
(Aktivis Dakwah dan Pegiat Pena Banua)
Lensamedianews.com– Pandemi covid-19 mulai menunjukkan grafik yang baik, angka positif covid-19 kian menurun. Harapan masyarakat untuk terlepas dari pandemi juga semakin tinggi. Meskipun perekonomian mulai membaik, namun angka kemiskinan dan pengangguran tetap berada di tingkat tinggi. Akan tetapi, nampaknya pemerintah akan memberikan kado istimewa di tahun 2022 yang justru menguras dompet masyarakat. Tentu kado tersebut akan membawa berita buruk bagi masyarakat.
Kado istimewa tersebut adalah adanya wacana dari pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL) PLN yang sempat tertunda 4 tahun lalu. Wacana ini berjalan seiring dengan adanya kabar bahwa pemerintah akan memangkas subsidi listrik untuk PT. PLN sebesar 8,13%. Dengan adanya pemangkasan subsidi ini, maka PT. PLN akan menanggung biaya penyediaan listrik yang lebih tinggi dari sebelumnya (m.bisnis.com 05/12/2021). Hal inilah yang menjadi dasar kebijakan untuk menaikkan tarif dasar listrik kepada 13 golongan non subsidi. Pemerintah juga sudah berkolaborasi dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI untuk menerapkan tarif penyesuaian (tariff adjustment) pada tahun 2022 mendatang (tribunnews.com 10/12/2021).
Berdasarkan pernyataan dari Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, tarif yang dikenakan kepada pengguna listrik non subsidi juga akan menyesuaikan kondisi perekonomian masyarakat. Dimana tarif per tiga bulan bisa naik atau turun secara berfluktuasi tergantung 3 faktor, yaitu nilai tukar mata uang, harga minyak mentah dunia dan tingkat inflasi (tribunnews.com 10/12/2021).
Menurut pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyanto, selain menaikkan tarif listrik pemerintah juga harus menyeimbangkannya dengan meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Selain itu, Agus juga mengatakan bahwa perlu adanya pengkajian ulang data pelanggan listrik PLN yang mendapatkan subsidi agar tidak diberikan kepada orang yang salah (tribunnews.com 03/12/2021).
Di sistem Kapitalisme masyarakat sangat sulit mendapatkan fasilitas umum secara gratis termasuk listrik yang disediakan oleh PT. PLN. Pada sistem kapitalisme, pemerintah hari ini hanya berperan sebagai pedagang, bukan melayani rakyatnya. Masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam agar bisa mendapatkan fasilitas listrik yang memadai. Dengan adanya kenaikan tarif dasar listrik, tentu hal ini akan berimbas pada tingginya biasa produksi dari para pedagang. Mereka tidak mungkin menjual produk dengan harga yang sama dari sebelumnya, sedangkan tarif listrik sudah lebih tinggi. Sehingga harga jual produk pun akan meningkat. Disatu sisi, daya beli masyarakat masih rendah, karena pendapatan mereka belum naik signifikan di masa pandemi ini.
Kondisi seperti ini justru hanya akan mempersulit kehidupan masyarakat. Kesulitan ini berakar pada komersialisasi sarana umum berupa listrik yang seharusnya diberikan dengan harga yang murah kepada umat. Sistem kapitalisme nyatanya telah membiarkan barang milik umum seperti listrik dikuasai oleh pihak swasta. Sumber daya alam yang menghasilkan tenaga lisrik justru dikelola oleh para pemilik modal. Dampaknya adalah negara yang kaya akan sumber daya alam seperti Indonesia kini dikendalikan oleh asing-aseng. Harga penyediaan listrik juga ditentukan oleh negara asing. Padahal, Indonesia sangat kaya akan tambang-tambang yang mampu menghasilkan tenaga listrik. Namun, tidak sedikit daerah-daerah pelosok masih sulit merasakan terangnya malam hari.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang memiliki aturan sempurna, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan diri sendiri, tetapi juga mengatur hubungan sesama manusia. Di dalam Islam, penyediaan listrik dikelola oleh negara untuk kepentingan umum. Sebab, listrik termasuk dalam kategori barang milik umum yang menjadi bagian dari api. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah Saw: “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkarayaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Sumber daya alam yang termasuk kategori api seperti tenaga listrik harus dikelola oleh negara untuk dapat digunakan oleh umat dan tidak boleh diserahkan kepada swasta. Negara juga dapat menyediakan listrik dengan harga murah, sehingga tidak mempersulit masyarakat. Hal ini terjadi, karena negara dapat mengelola sendiri biaya-biaya yang dikeluarkan untuk dapat menghasilkan daya listrik yang berguna bagi masyarakat. Tentu tujuan utama dari penyediaan listrik di dalam sistem Islam adalah untuk melayani dan mengurus urusan umat, bukan malah mengomersialkan sumber daya listrik sebagai ajang mengais pundi-pundi rupiah. [Faz, LM]