Paylater di Tengah Krisis Daya Beli Masyarakat

20250421_033104

Oleh: Adzkia Ar Rosyidah

 

LenSaMediaNews.Com, Opini–Berbagai keluhan datang dari  pedagang di berbagai daerah di Indonesia. Pasalnya, mereka merasakan adanya penurunan daya beli oleh masyarakat. Krisis daya beli masyarakat menjadi hal yang perlu di perhatikan terutama akan dampaknya dalam stabilitas perekonomian yang berjalan.

 

Daya beli masyarakat yang menurun tentu menjadikan terhambatnya perputaran ekonomi. Penyebabnya bersumber dari pendapatan masyarakat yang tidak meningkat seiring kenaikan harga barang dan jasa yang ada di pasaran. Hal ini juga bisa terjadi karena maraknya pekerja yang mengalami PHK di saat minimnya lapangan kerja yang tersedia. Ditambah lagi jika masyarakat harus merasakan inflasi yang semakin nyata hingga kenaikan pajak yang semakin lama tak masuk akal.

 

Ditengah desakan ekonomi yang dialami masyarakat, dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup membuat kebanyakan dari mereka memilih jalan berutang atau memanfaatkan sistem PayLater yang menawarkan kemudahan dan fleksibilitas. Tak heran jika nilai utang PayLater masyarakat Indonesia mengalami lonjakan.

 

Dalam catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyebutkan bahwa utang masyarakat Indonesia lewat layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang biasa disebut PayLater di sektor perbankan menyentuh angka Rp 21,98 triliun per Februari 2025. Kenaikan ini cukup signifikan secara tahunan, yaitu sebesar 36,60 persen.

 

Tak banyak disadari bahwa meningkatnya utang PayLater bisa menjadi masalah baru yang harus dihadapi oleh masyarakat. PayLater sendiri adalah sistem pembayaran yang dilakukan secara tidak langsung dan dapat dibayarkan dalam periode waktu tertentu secara lunas atau cicilan.

 

Meskipun sistem ini menyediakan kemudahan serta fleksibilitas, tak menampik kemungkinan akan menjadi beban dikemudian hari. Terlebih lagi akan menjadi umpan menggiurkan untuk mendorong arus budaya konsumerisme yang tak berujung. Masyarakat akan didorong untuk terus mengeluarkan hartanya pada hal-hal yang sebenarnya tidak benar-benar diperlukan,  lebih kepada  memuaskan keinginan atau sekedar mengejar tren yang tak ada habisnya.

 

Inilah dampak dari pengaruh sistem Kapitalisme yang sudah menjangkiti masyarakat dan mempengaruhi pola hidup yang didasari dengan standar materi sebagai ukuran kebahagiaan.

 

Dalam praktiknya, PayLater juga merupakan sistem pembayaran yang berbasis ribawi. Sudah pasti dan jelas bahwa praktik ini diharamkan oleh Allah SWT. Alih-alih mendapatkan solusi yang lebih baik bagi masalah mereka, masyarakat justru dihadapkan pada masalah baru dan beban dosa yang harus ditanggung.

 

Hal ini sudah menjelaskan betapa sistem ekonomi yang berjalan dengan ide Kapitalisme justru merusak tatanan hidup masyarakat dan menjadikannya tak terkendali. Ide-ide yang ditawarkan tidak bisa menjadi solusi terbaik karena karena tidak pernah didasarkan pada pedoman hidup manusia yang telah diatur oleh Allah SWT.

 

Berbeda dengan sistem Kapitalisme, pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. menjadikan budaya konsumerisme sebagai suatu mata rantai yang harus diputus dalam sistem Islam. Mendukung suasana masyarakat agar terbentuk ketakwaan hanya kepada Allah SWT. adalah hal yang harus diwujudkan.

 

Sehingga standar kebahagiaannya pun bukan lagi dari sisi materi yang harus terpenuhi, tetapi agar dapat meraih rida Allah semata. Penerapan aturan Islam secara kafah juga akan menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi rakyatnya. Islam memiliki aturan yang kompleks untuk segala aspek kehidupan dan pasti sesuai dengan fitrah manusia karena datang dari Sang Pencipta.

 

Dalam sistem ekonominya, Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat per individu. Prakti-praktik yang menyimpang dan jelas bertentangan dengan aturan Islam seperti praktik ribawi akan dihapuskan. Semua ini akan terwujud dengan adanya wadah besar dalam penerapan aturan Islam, yaitu dengan tegaknya Daulah Khilafah. Wallahua’lam bisshowab. [LM/ry].