Kapitalisme di Balik Kebohongan Minyakita

Oleh: Inaz Amira

 

 

Lensamedianews.com__ Minyak goreng kebutuhan masyarakat justru ada dua hal penuh kebohongan. Pertama, Kepolisian Resor Bogor mengungkap di Desa Cijujung, Sukaraja, Kabupaten Bogor tempat produksi minyak goreng dengan merk Minyakita palsu. Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro menjelaskan pengelola memperoleh minyak goreng curah dari berbagai tempat, kemudian mengemasnya dengan kemasan menyerupai Minyakita tidak dilengkapi keterangan berat bersih, serta BPOM (antaranews.com, 8-3-2025).

 

Kedua, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melakukan inspeksi mendadak di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan, dan menemukan produk minyak goreng kemasan merek Minyakita yang volumenya tidak sesuai dengan label. Kemasan yang seharusnya berisi 1 liter ternyata hanya berisi antara 750 hingga 800 mililiter. Produk-produk tersebut diproduksi oleh PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara, dan PT Tunas Agro Indolestari. Menanggapi temuan ini, Mentan meminta agar ketiga perusahaan tersebut disegel dan ditutup jika terbukti melanggar aturan, karena praktik ini dianggap merugikan masyarakat, terutama di bulan Ramadan saat kebutuhan bahan pokok meningkat.

 

Inilah bobroknya negara menerapkan sistem kapitalisme baik aspek produksi hingga distribusinya. Dominasi peran korporat dalam produksi minyak sawit, korporat memiliki perhitungan beriorientasi keuntungan semata. Negara tak bisa mengatasi kecurangan para korporat. Ini membuktikan bahwa distribusi kebutuhan pangan ada di tangan korporasi. Sedangkan, negara hanya hadir sebagai regulator dan fasilator bertemunya rakyat dan korporat. Bahkan tidak ada sanksi menjerakan jika mendapati perusahaan melakukan kecurangan.

 

Sistem kapitalisme memandulkan peran negara sebagai pelayan dan pelindung umat. Kezaliman bagi umat manusia makin besar sejalan dengan pemahaman asing di dalam kehidupan umat manusia. Semua ini menegaskan relasi antara rakyat dan penguasa dalam kapitalisme tidak harmonis.

 

Islam menetapkan pengaturan hajat hidup rakyat berada di bawah kendali penguasa Sebab pemimpin adalah raa’in atau pengurus umat. Dalam Kitab Kepribadian Islam (Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah) Jilid ke-2 tulisan Syekh Taqiyuddin An-Nabhani bahwasanya khalifah adalah orang yang bertanggung jawab terhadap tanggung jawab umum atas rakyatnya. Negara sebagai raa’in (pengurus). Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Ingatlah setiap kalian adalah raa’in (pemimpin/pengurus) dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Imam yang memimpin manusia adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” (HR Bukhari)

 

Paradigma dalam mengurus rakyat adalah pelayanan, bukan bisnis atau keuntungan. Pemenuhan kebutuhan pokok, menjadi tanggung jawab negara dengan berbagai mekanisme sesuai syariat. Distribusi pangan khususnya minyak goreng dilakukan oleh negara. Tidak boleh diserahkan kepada korporasi, hulu hingga hilir. Mekanisme distribusi ekonomi adalah aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, tidak adanya penimbungan harta, larangan memonopoli dan penipuan yang dapat mendistorsi pasar.

 

Negara wajib mengawasi rantai distribusi steril dan menghilangkan segala penyebab distorsi pasar seperti penimbunan, kartel, kecurangan. Qadhi hisbah akan melakukan inspeksi pasar. Jika ditemui ada kecurangan seperti kasus minyakita oplosan, negara akan memberikan sanksi tegas, bahkan pelaku bisa dilarang melakukan usaha produksi hingga perdagangan.

Please follow and like us:

Tentang Penulis