Banjir Mengintai Rakyat, Dampak Aturan Serampangan

Oleh : Irta Roshita
Founder Majelis Taklim Sahabat Kamila
LenSaMediaNews.Com, Opini–Banjir melumpuhkan Kota Bekasi pada Selasa 4 Maret 2025. Sejumlah area terdampak dengan ketinggian air mencapai 2,5 meter. Air hampir menutupi atap rumah satu lantai diPerumahan Villa Nusa Indah 1 dan 2.
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, mengungkapkan faktor hujan berkontribusi sekitar 30 persen terhadap banjir, sementara 70 persen adalah kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sistem drainase dari hulu dan hilir yang tidak optimal (liputan6.com, 6-3-2025).
Bila dicermati lebih luas banjir juga terjadi di wilayah Indonesia lain. Dari tahun ke tahun banjir selalu menghantui masyarakat akibat naiknya volume air ke daratan baik dari sungai maupun laut.
Kabupaten Muara Enim dilanda banjir cukup parah. Luapan sungai Benakat dan sungai Lematang mengakibatkan lebih dari 800 rumah di kecamatan Ujan terendam. Di kecamatan Tanayan Raya, kota Pekanbaru, propinsi Riau, banjir terjadi akibat pasang surut air laut. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan meluapnya sungai Way Laay dan menggenangi 50 rumah warga (cnnindonesia.com, 11-1-2025).
Wakil Menteri Pekerjaan Umum (Wamen PU) Diana Kusumastuti mengungkapkan langkah-langkah prioritas pembenahan infrastruktur untuk mencegah banjir yang melanda Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Selain pengerukan sedimentasi, Diana menekankan pentingnya normalisasi sungai dengan menertibkan permukiman di kawasan DAS. Langkah ini perlu kerja sama lintas sektor antara Kementerian Pekerjaan Umum, pemerintah daerah, dan kementerian lainnya.
Lemahnya Negara dalam Mitigasi Bencana
BNPB mencatat adanya 8.333 bencana banjir di Indonesia sepanjang 2014 hingga 2023. Tingginya angka bencana banjir yang berulang membuktikan lemahnya negara dalam penanganan banjir. Pemerintah sebatas memberi imbauan antisipasi kepada masyarakat setiap kali musim hujan datang.
Perlu adanya tindakan tepat, serius, dan menyeluruh untuk mencegah banjir. Fakta yang ada, negara malah gencar pembangunan infrastruktur, alih fungsi lahan, bahkan mengubah tatanan ruang agar bernilai estetik untuk meningkatkan pariwisata. Padahal, negara seharusnya melakukan mitigasi dan antisipasi bencana yang terencana, terukur dan tersistem.
Perubahan tatanan ekologi terjadi akibat masifnya pembangunan yang merusak alam. Banjir bandang di Morowoli disinyalir akibat perluasan tambang nikel yang menyebabkan deforestasi dan degradasi lingkungan. Lemahnya negara dalam pengawasan memberi celah perusahaan melakukan pelanggaran lingkungan namun tidak ditindak tegas. Ditambah lagi buruknya drainase di area hilir mengakibatkan air tidak terserap dan turun deras ke bawah bukit.
Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan sawit dengan alasan demi ketahanan pangan, energi dan air juga riskan bencana. Alih fungsi lahan berdampak pada hilangnya hutan, kerusakan tanah dan erosi serta gangguan sistem hidrologi.
Tampak jelas kerusakan ekologi bukan hanya karena intensitas hujan yang tinggi namun akibat faktor perbuatan manusia. Keserakahan manusia terhadap alam sangat tampak dalam sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme yang materialistik hanya peduli manfaat dan keuntungan ekonomi, meski harus mengorbankan lingkungan. Kebebasan kepemilikan juga mendorong eksploitasi SDA terjadi tanpa kendali.
Islam Menyelesaikan Bencana
Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan apabila dia berpaling darimu, ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya dan merusak tanaman-tanaman dan bintang ternak , dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” (TQS Al-Baqarah 205)
Allah melarang merusak lingkungan. Dalam Islam pembangunan infrastruktur harus ramah lingkungan. Pengelolaan SDA bertujuan untuk kemaslahatan umat dan sistem ekonomi berdasarkan syariat Islam.
Negara akan serius membangun sistem ketahanan bencana, seperti bendungan, kanal, pemecah ombak , reboisasi, pemeliharaan aliran air sungai, tata kota yang berbasis keberlanjutan, serta pemeliharaan lingkungan .
Khilafah akan menetapkan wilayah yang dilindungi seperti cagar alam, hutan lindung dan kawasan resapan air. Tidak boleh dimanfaatkan kecuali ada izin. Khilafah akan memberikan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran lingkungan. Wallahualam bissawab. [LM/ry].