Banjir Lagi, Siklus Tanpa Akhir di Negeri Ini

20250318_083603

Oleh: Umul Asminingrum, S.Pd.

Praktisi Pendidikan

 

LenSaMediaNews.Com, Opini–Hujan deras turun, air meluap, pemukiman terendam, warga mengungsi. Begitu seterusnya, berulang tahun demi tahun. Seakan menjadi takdir, banjir selalu datang tanpa solusi nyata.

 

Padahal, ini bukan sekadar bencana alam semata, tetapi juga akibat dari kebijakan yang lemah, tata ruang yang amburadul, dan eksploitasi alam yang tak terkendali. Sampai kapan kita akan terus terjebak dalam siklus ini?

 

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, menilai bahwa program pembukaan 20 juta hektare hutan untuk keperluan pangan, energi, dan air menjadi penyebab banjir di berbagai wilayah Jabodetabek. Firman menjelaskan bahwa alih fungsi hutan menjadi lahan di kawasan Puncak Bogor menyebabkan hilangnya area hijau, sehingga daya serap air hujan berkurang (tirto.id, 06-03-2025).

 

Bukan Sekadar Bencana Alam, tapi Kegagalan Tata Kelola

 

Fakta ini menunjukkan bahwa banjir bukan hanya akibat curah hujan tinggi, tetapi juga karena tata kelola lingkungan yang buruk. Pemerintah sering mengandalkan pembangunan infrastruktur sebagai solusi, namun mengabaikan keseimbangan ekosistem. Hutan yang ditebang dan lahan yang dialihfungsikan tanpa perhitungan matang, menyebabkan tanah kehilangan daya serapnya. Akibatnya, air hujan yang seharusnya meresap ke dalam tanah justru melimpah ke permukaan. Menggenangi pemukiman dan menyebabkan banjir.

 

Jika ditelusuri lebih dalam, kebijakan pembangunan yang tidak ramah lingkungan ini bukan terjadi tanpa sebab. Sistem kapitalisme yang dianut saat ini menjadikan keuntungan sebagai prioritas utama. Sehingga eksploitasi sumber daya alam dilakukan tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi lingkungan dan masyarakat. Perubahan tata guna lahan lebih sering dikendalikan oleh kepentingan investor dibandingkan kebutuhan rakyat.

 

Paradigma Pembangunan Kapitalistik, Sumber Masalah

 

Pembangunan dalam sistem kapitalisme selalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, sering kali mengabaikan keseimbangan alam. Pemerintah kerap memberikan izin kepada korporasi untuk membuka lahan baru demi kepentingan bisnis, seperti perkebunan, industri, atau pemukiman mewah. Namun, dampaknya jarang dipikirkan dalam jangka panjang. Alih fungsi hutan secara besar-besaran justru meningkatkan risiko bencana ekologis, salah satunya adalah banjir yang terus berulang.

 

Selain itu, mitigasi bencana dalam sistem ini juga lemah. Pemerintah sering kali hanya reaktif, baru bertindak setelah bencana terjadi. Tidak ada kebijakan jangka panjang yang mampu mencegah banjir secara efektif. Proyek normalisasi sungai atau pembangunan bendungan mungkin bisa meredam dampak banjir sementara. Tetapi tanpa perbaikan tata ruang yang menyeluruh, masalah ini akan terus berulang.

 

Islam Menawarkan Pembangunan Berbasis Kelestarian Lingkungan

 

Islam memiliki sistem yang jelas dalam mengelola lingkungan dan pembangunan. Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab sebagai raa’in (pengurus rakyat), yang berarti setiap kebijakan harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan segelintir elit. Prinsip pembangunan dalam Islam tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan manusia secara keseluruhan.

 

Islam juga memiliki aturan yang tegas dalam menjaga kelestarian alam. Hutan, sungai, dan sumber daya alam lainnya adalah bagian dari kepemilikan umum yang tidak boleh dieksploitasi sembarangan. Negara harus memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam dilakukan dengan bijak. Tidak hanya untuk keuntungan jangka pendek, tetapi untuk keberlanjutan hidup generasi mendatang.

 

Dalam hal mitigasi bencana, Islam menekankan pentingnya perencanaan dan pencegahan. Pemerintah Islam akan memastikan bahwa tata ruang diatur dengan baik, daerah resapan air dijaga, dan infrastruktur dibangun sesuai dengan kebutuhan masyarakat tanpa merusak keseimbangan alam. Dengan pendekatan ini, risiko bencana seperti banjir dapat diminimalkan.

 

Khatimah

 

Siklus banjir yang terus berulang menunjukkan bahwa ada yang salah dalam tata kelola negeri ini. Jika penyebab utamanya adalah kesalahan kebijakan dan eksploitasi lingkungan. Maka solusinya haruslah perubahan sistem secara menyeluruh. Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam seharusnya dilakukan.

 

Maka, pertanyaannya sekarang, apakah kita akan terus terjebak dalam sistem yang sama dan membiarkan bencana terus berulang? Ataukah kita berani mengambil langkah untuk menerapkan sistem yang lebih baik. Yang tidak hanya menjamin kesejahteraan manusia, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan? Jawabannya ada di tangan kita. Wallahu a’lam bishshowab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis