Ramadan Tanpa Junnah, Maksiat Tanpa Dipilah

Oleh : Dwi Maria, Amd.Kep
LenSaMediaNews.Com, Opini–Bulan suci Ramadan telah tiba. Kaum muslimin menyambutnya dengan penuh sukacita, karena Allah telah menjanjikan pahala yang berlipat ganda atas semua amal ibadah yang dilakukan hambanya.
Idealnya di bulan yang penuh berkah ini, masyarakat bisa fokus dan khusyuk beribadah serta jauh dari segala bentuk kemaksiatan. Namun bagaimana jadinya jika bulan yang suci ini harus dikotori dengan tempat-tempat maksiat yang terus dibiarkan buka?
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan pengumuman Nomor e-0001 tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata di Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1446 H/2025. Peraturan tersebut memuat pengaturan mengenai operasional usaha pariwisata di Jakarta selama Ramadan.
Ketentuan yang diatur dalam pengumuman itu diantaranya adalah terdapat beberapa jenis usaha pariwisata yang wajib tutup selama sehari sebelum Ramadan hingga sehari selepas Ramadan. Jenis usaha yang dimaksud adalah kelab malam, diskotek, karaoke, mandi uap, rumah pijat dan arena permainan ketangkasan manual, mekanik dan elektronik untuk orang dewasa.
Namun terdapat pengecualian untuk jenis usaha yang telah disebutkan sebelumnya apabila diselenggarakan di hotel bintang empat dan lima dan kawasan komersial yang tidak berdekatan dengan pemukiman warga, tempat ibadah, sekolah atau rumah sakit. Lebih lanjut dalam pengumuman tersebut juga memuat jam operasional usaha pariwisata yang masih diizinkan beroprasi selama ramadan (metrotvnews.com, 28-2-2025).
Akibat Nihilnya Peran Penguasa Sebagai Junnah
Sudah menjadi pemahaman yang umum di tengah kaum muslimin dimana pun berada bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang mulia. Tamu agung yang kedatangannya selalu dinanti. Dengan segala keberkahan dan keistimewaanya, Allah telah menjamin bahwa siapa saja yang menjalankan ibadah di bulan ini dengan sungguh-sungguh akan mendapatkan derajat takwa.
Namun, jika melihat kondisi hari ini akan sulit kiranya kaum muslim memperjuangkan predikat takwa itu karena tidak ada support sistem yang mendukung di dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadan. Lebih miris lagi, apabila pihak yang berwenang menentukan kebijakan, malah membuka celah kemaksiatan dengan membiarkan tempat-tempat hiburan yang menjadi sarana kemaksiatan tetap berjalan.
Inilah potret pengaturan urusan umat yang menganut sistem Kapitalisme yang berasas sekularisme. Penguasa sebagai penentu kebijakan dengan mudah mengeluarkan regulasi yang hanya berasaskan manfaat walaupun harus melanggar ketentuan syariat. Ibadah puasa yang dijalankan kaum muslim dalam sistem Kapitalisme yang sekular, tidak dapat menjadi perisai kolektif atau perisai masyarakat yang melindungi mereka dari berbagai kemaksiatan.
Hal ini akibat dari nihilnya peran penguasa sebagai junnah (perisai) yang melindungi masyarakat dari tindak kemaksiatan. Tidak ada aturan tegas dari penguasa yang melindungi dan menjamin masyarakat agar mereka tidak terjerumus dalam maksiat.
Dalam kehidupan Kapitalisme yang sekular umat dibiarkan berjuang sendiri. Berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup, bahkan berjuang untuk tetap taat dalam tuntunan agama dan berjibaku sendiri membentengi diri dari kemaksiatan.
Berantas Tuntas Kemaksiatan Hanya dengan Sistem Islam
Kemaksiatan hanya dapat diberantas secara tuntas dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan Khilafah. Hal ini karena dalam Islam, kemaksiatan adalah pelanggaran terhadap hukum syariat. Dan tentunya setiap pelanggaran pastilah ada sanksi hukumnya.
Negara dalam sistem Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia termasuk dalam perkara hiburan dan pariwisata. Negara mengatur perkara hiburan dan pariwisata berlandaskan akidah Islam. Islam tidak pernah mengharamkan hiburan atau permainan, asalkan hiburan dan permainan itu tidak menyalahi hukum syara’.
Kegiatan hiburan dan permainan pun tidak didorong supaya dilakukan terus menerus, dan hanya seperlunya saja. Begitupun dengan wisata, dalam Islam wisata erat kaitannya dengan ilmu dan pengetahuan. Konteks pariwisata dalam Islam haruslah mengandung suatu pelajaran dan peringatan. Allah Swt telah berfirman yang artinya, “katakanlah, jelajahilah bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang- orang yang mendustakan itu,” (TQS al-An’am : 11).
Dalam ayat lain, Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah berjalanlah kamu di bumi, lalu perhatikanlah bagaimana kesudahan orang- orang yang berdosa,” (TQS An- Naml:69).
Sesuai dengan tuntunan Alquran, sektor pariwisata dalam negara Islam pastilah akan sarat dengan nilai dan ilmu yang semakin mengokohkan keimanan kepada Allah Swt. Dengan begitu, umat akan berada dalam kondisi tuma’ninah dan khusyu dalam menjalankan ketaatan.
Apalagi pada saat Ramadan, negara Islam akan hadir sebagai pengurus umat memastikan masyarakat dapat menjalankan ibadah di bulan suci Ramadhan dengan penuh khidmat dan ketenangan.Wallahu’alam bishawab. [LM/ry].