Pemangkasan Anggaran, Bukti Buruknya Pengelolaan Anggaran?

Anggaran_20250217_175018_0000

Oleh: Nadia Elvi Novia Anwar

 

LenSaMediaNews.com__Menurut Inpres Nomor 1/2025, terdapat 16 pos pengeluaran yang dipangkas dengan total mencapai Rp306,6 triliun. Efisiensi ini terdiri atas Rp256,1 triliun belanja kementerian/lembaga dan Rp50,5 triliun untuk transfer ke daerah (DAK).

 

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa pengurangan anggaran sebesar Rp306 triliun yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto bertujuan untuk mendanai kebijakan prioritas yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat.

 

Salah satu prioritas yang dimaksud adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG). Badan Gizi Nasional (BGN) membenarkan program MBG akan mendapat tambahan Rp100 triliun dari pemangkasan anggaran K/L (Antaranews.com, 15-2-2025).

 

Demi membiayai program-program populis pemerintah, negara harus mengatur ulang anggarannya. Karena pemasukan dari pajak tidak sesuai harapan. Pemangkasan yang sangat gegabah ini tentu akan menghantarkan pada buruknya pengurusan layanan rakyat dan melemahkan fungsi dan kekuatan negara.

 

Penghematan anggaran tanpa perencanaan yang matang menyebabkan terbatasnya sumber daya, yang berimbas pada kinerja ASN. Sektor-sektor penting seperti kesehatan dan pendidikan juga terkena dampaknya. Padahal, kedua sektor tersebut merupakan investasi terbesar bagi sumber daya manusia di masa depan. Kebijakan ini justru menciptakan masalah baru dengan memperlebar peluang bagi dana asing atau swasta untuk masuk dalam melayani kepentingan rakyat.

 

Sebenarnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk pendapatan, karena kekayaan alam yang dimilikinya. Namun, politik anggaran yang rusak akibat sistem ekonomi kapitalisme lebih mengutamakan kepentingan pemilik modal.

 

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidzhamul Islam pada bab Qiyadah Fikriyah menjelaskan bahwa dalam sistem ekonomi kapitalisme, kebebasan kepemilikan dilegalkan akibatnya sumber daya alam dikuasai oleh para pemilik modal. Padahal seharusnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, namun malah masuk ke kantong korporat pribadi.

 

Akibatnya, negara kapitalis tidak memiliki sumber anggaran yang stabil. Negara kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator bagi pemilik modal, terkadang dengan kebijakan populis otoritarian yang dimaksudkan untuk menciptakan kesan peduli terhadap rakyat.

 

Penerapan pada Sistem Islam 

Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam, yaitu Khilafah, yang hadir sebagai pelayan rakyat (raa’in), sesuai dengan kewajiban yang diberikan oleh syariat kepada negara. Rasulullah SAW bersabda: “Islam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Al-Bukhari).

 

Khilafah bertanggung jawab untuk mengurus rakyat dan menjamin kesejahteraan mereka, karena hal ini merupakan kewajiban negara. Islam memiliki sistem politik dan ekonomi yang terstruktur untuk menjalankan peran negara sesuai dengan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Salah satu pilar utama dalam sistem ekonomi Islam adalah kedaulatan yang ada di tangan syariat. Baik penguasa maupun rakyat muslim diwajibkan untuk menjalankan aktivitas mereka sesuai dengan perintah dan larangan Allah Ta’ala.

“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian. Maka apabila kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya” (QS. An-Nisa: 59).

 

Konsep ini menjadikan negara tidak akan mengesahkan hukum selain hukum Allah dan hanya akan mengatur kebijakan berdasarkan hukum-Nya. Salah satu prinsip dalam sistem ekonomi Islam adalah bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti yang tercantum dalam firman-Nya: “Dan berikanlah kepada mereka harta dari Allah yang telah diberikan kepada kalian” (QS. An-Nur: 33).

 

Sebagai contoh, dalam sistem ekonomi Islam, sumber daya alam termasuk harta kepemilikan umum. Pengelolaannya diserahkan kepada negara sepenuhnya, dengan hasilnya diberikan kepada rakyat, baik dalam bentuk subsidi langsung maupun layanan umum yang gratis. Penerapan sistem ini membuat negara Khilafah memiliki kekuatan dan kemandirian dalam membiayai segala kebutuhan rakyat. Dalam Islam, pengelolaan anggaran negara dilakukan sesuai dengan aturan syariat, baik dari sisi pendapatan maupun pengeluaran.

 

Islam menetapkan pendapatan negara melalui konsep Baitul Maal yang memiliki tiga pos pendapatan: kepemilikan negara (harta fai’, kharaj, jizyah, usyur, ghanimah, dan sejenisnya), kepemilikan umum (hasil pengelolaan sumber daya alam), dan zakat.

 

Setiap pos pendapatan memiliki pengeluaran yang sesuai, seperti dari pos kepemilikan umum yang dapat dialokasikan untuk membiayai pendidikan gratis, kesehatan gratis, atau makan gratis.

 

Sementara itu, pos kepemilikan negara dapat digunakan untuk membiayai riset, keamanan negara, militer, gaji aparat negara, dan lain-lain. Dengan sumber penerimaan negara yang beragam, negara dapat menjalankan fungsi sebagai raa’in dalam mengurus rakyat dengan baik. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis