Dari Program MBG Hingga Ekonomi Islam

20250203_051655

Oleh : Nurjannah Sitanggang

 

LenSa MediaNews.Com–Kurang dari sebulan setelah peluncurannya, program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah mendapat banyak kritik. Berbagai masalah yang dihadapi oleh program MBG semakin terlihat. Sebelumnya, masalah yang dihadapi oleh program MBG meliputi makanan basi, keracunan, penumpukan sampah, dampak negatif terhadap ekonomi masyarakat sekitar sekolah, dan kekurangan dana.

 

Setelah itu, muncul ide untuk menggunakan dana zakat sebagai salah satu sumber pendanaan program MBG. Bahkan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menginstruksikan agar seluruh pemerintah daerah tingkat provinsi, ditambah 43 kota dan 94 kabupaten, memberikan komitmen untuk ikut membiayai pelaksanaan program MBG di wilayah masing-masing. Ini menunjukkan ketidaksiapan dana program MBG sejak awal.

 

Sekarang, masalah program MBG makin bertambah. Apalagi setelah ada ide untuk menjadikan serangga sebagai salah satu menu MBG untuk wilayah tertentu yang terbiasa makan serangga. Meskipun Badan Gizi Nasional menyampaikan bahwa serangga memiliki protein yang tinggi, sama seperti protein hewani lainnya, masyarakat tetap kritis bahwa ini adalah konsekuensi minimnya dana MBG.

 

Apalagi, muncul pula berita bahwa beberapa relawan di dapur makan bergizi gratis (MBG) di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mengundurkan diri sebagai relawan karena tidak adanya kepastian gaji yang akan diperoleh dan jam kerja yang lama (Kompas, 31-1-2025).

 

Semua fakta ini menunjukkan betapa buruknya pelayanan urusan rakyat dan betapa rapuhnya keuangan negara kita. Bagaimana mungkin melahirkan generasi yang sehat, terpenuhi gizi, dan selamat dari stunting jika mensukseskan program MBG saja ternyata tidak mampu? Bagaimana mungkin memenuhi gizi generasi jika dana untuk MBG saja ternyata minim?

 

Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi menyampaikan bahwa musibah terbesar kaum muslim adalah berkaitan dengan pemikiran ekonomi dan pemerintahan. Sebab, dua pilar inilah yang sangat menentukan nasib sebuah negara.

 

Jika pemerintahan tidak diatur dengan Islam, maka hak rakyat tidak akan bisa terpenuhi. Demikian juga, jika pengaturan ekonomi tidak diatur dengan aturan Islam, maka yang terjadi adalah kacaunya pembagian kepemilikan dan pengelolaan harta di tengah umat.

 

Apa yang terjadi hari ini adalah konsekuensi penerapan ekonomi kapitalistik yang memberikan kebebasan kepada setiap individu. Dalam kitabnya Nizhamul Islam, Imam Taqiyuddin menyampaikan bahwa ada empat macam kebebasan yang selalu didengungkan oleh Ideologi Kapitalisme, yaitu kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berekspresi. Kebebasan kepemilikan inilah yang menonjol dalam Sistem Kapitalisme. Kebebasan ini menjadikan setiap orang boleh memiliki apa saja selama dia mampu. Hasil akhirnya, kekayaan dimonopoli oleh segelintir orang.

 

Pada akhirnya, segelintir orang inilah yang menguasai pemerintahan dan membuat kebijakan sesuai kepentingannya. Sistem Kapitalisme hanya melayani pemodal alias oligarki dan tidak berpihak pada umat. Ketika Sistem Ekonomi Kapitalistik diterapkan, maka semua kekayaan umat yang seharusnya menjadi kepemilikan umum diprivatisasi. Padahal, seharusnya kepemilikan umum dikelola negara dan hasilnya diberikan kepada umat dalam bentuk pelayanan.

 

Pada akhirnya, negara yang menganut sistem kapitalisme bersandar pada pajak, dan rakyat pun semakin tercekik. Hak mereka tidak diberikan, justru dipalak atas nama pajak. Wajar akhirnya negara terus putar otak mencari dana segar untuk mencukupi program MBG, sebab Sistem Ekonomi yang diterapkan menjadikan negara tidak punya kekayaan untuk mengurus rakyat. Negara menjadi miskin karena kekayaan negara telah diserahkan pada swasta.

 

Islam telah membagi kepemilikan menjadi tiga yaitu: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Islam sama sekali tidak mengenal kebebasan kepemilikan. Rasulullah Saw bersabda, ” kaum muslimin berserikat atas air, padang rumput, dan api”. (HR Ahmad). Ini menunjukkan bahwa segala kekayaan alam yang terkategori kepemilikan umum haruslah dikelola negara.

 

Islam juga termasuk menetapkan bahwa kewajiban pemimpin adalah mengurusi rakyat bahkan lebih jelas lagi Islam memposisikan penguasa sebagai pengembala dan pelayan umat. Penguasa tidak boleh mengabaikan kebutuhan rakyatnya dan menjadi pelayan bagi rakyat.

 

Untuk itu kita menemukan Islam menetapkan bahwa pendidikan, kesehatan, dan keamanan adalah hak setiap warga negara yang seharusnya diberikan secara gratis. Itu berarti jika negara ingin memenuhi hak rakyat dengan benar, maka tentu tidak cukup dengan sekedar program Makan Bergizi Gratis.Wallahu a’lam. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis