Gencatan Senjata, Bukan Solusi!
Oleh Nining Sarimanah
Lensamedianews.com__ Gencatan senjata antara Hamas dan Israel akhirnya dimulai pada Minggu (19/1) setelah 15 bulan, Gaza dibombardir oleh entitas Yahudi. Gencatan senjata dilakukan usai lebih 46.000 warga Palestina meninggal, ratusan ribu warga terluka, dan jutaan orang terpaksa mengungsi akibat agresi militer Israel.
Fase pertama dari kesepakatan tersebut dengan membebaskan sandera oleh kedua belah pihak. Hamas membebaskan tiga orang, jumlah itu merupakan bagian 33 daftar nama yang akan dibebaskan pada tahap pertama. Sementara Israel harus menyerahkan daftar 90 nama tahanan Palestina (20-1-2025).
Gencatan senjata tidak dimungkiri membuat seluruh rakyat Gaza gembira dan lega. Bagaimana tidak, warga Gaza mengalami berbagai penderitaan yang belum pernah dirasakan oleh siapa pun di dunia ini, baik berupa penghancuran pemukiman, pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, pencurian organ jasad warga Palestina, krisis makanan dan minuman, air bersih, dan sebagainya.
Namun demikian, warga Gaza bukan berarti aman dari penghianatan perjanjian. Para mujahidin dan masyarakat Gaza harus meningkatkan kewaspadaan terhadap sifat licik Yahudi dan sekutunya. Karena berulang kali gencatan senjata, justru pihak musuh melanggarnya.
Hal ini telah difirmankan Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 100, “Dan mengapa setiap kali mereka mengikat janji, sekelompok orang melanggar? Sedangkan sebagian besar mereka tidak beriman.”
Patut diingat bahwa gencatan senjata bukanlah akhir dari perang, bukan pula terbebas dari penjajahan. Penjajahan atas bumi Palestina akan terus dirasakan masyarakat Gaza selama belenggu sistem sekuler kapitalisme masih bercokol.
Ya, sistem sekuler kapitalisme menjadi penyebab utama kekejaman terus dilancarkan kepada rakyat Gaza. Tak hanya itu, ikatan nasionalisme yang merupakan turunan dari sistem tersebut menjadikan penguasa negeri-negeri Islam enggan membantu masyarakat Gaza. Mereka hanya bisa mengecam dan mengutuk zionis Israel.
Sungguh miris, penguasa muslim justru menjadi pembuka jalan bagi pasokan senjata, bahan bakar, makanan dan minuman kepada zionis. Mereka sangat dekat dengan musuh Islam, dibandingkan dengan rakyatnya sendiri.
Karena itulah, berharap pada pemimpin muslim sangat mustahil mereka berada di pihak umat Islam. Kaum muslim harus fokus pada solusi hakiki yaitu menegakkan Khilafah sebagai institusi politik untuk membebaskan Palestina dari penjajahan entitas Yahudi.
Khalifah sebagai pemimpin kaum muslim dunia, akan mengerah segenap kekuatan militernya untuk merebut kembali tanah suci Palestina dari musuh Islam, zionis Yahudi. Sebagaimana yang dilakukan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, seorang khalifah yang membebaskan BaitulMaqdis di tangan Tentara Salib yang dipimpin seorang Raja Jerman Prederik Barbarosa, Raja Inggri Richard Lion Heart, dan Philip August dari Prancis.
Di sisi lain, dalam Islam nyawa kaum muslim mahal dan berharga, sehingga khalifah tidak akan membiarkan darah kaum muslim tumpah tanpa berarti. Bahkan, Allah murka atas pembunuhan seorang muslim.
Oleh karena itu, semestinya umat Islam terus menggelorakan jihad dan Khilafah untuk membebaskan tanah Palestina dari Yahudi, bukan gencatan senjata maupun solusi dua negara.