Pornografi Mengancam Mental Generasi
Oleh: Q. Rosa
LenSaMediaNews.com__Pornografi tak hanya menjangkiti kalangan dewasa. Seiring dengan makin masifnya budaya dan peradaban materialisme yang liberal, para pelaku dan penikmat konten pornografi bukan semata orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Entah dalam kondisi paham atau tidak, saat anak membuat konten pornografi, iming-iming uang dan HP menjadi motivasi anak melakukan aktivitas pornografi di sosial media.
Seperti fakta ditangkapnya MS (26) atas dugaan kasus penyebaran konten pornografi video asusila anak di bawah umur, melalui grup telegram “meguru sensei“. Kasus lain tertangkapnya S (24) dan SPH (16) melalui grup telegram “Acilsunda” yang menjual video asusila anak di bawah umur dengan harga 50.000 sampai 300.000. Mereka mencari korban talenta anak di bawah umur dengan iming-iming dibelikan HP (Sindonews.com, 13-11-2024).
Data yang ada pun sangat memprihatinkan. National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) mencatat, ada lima juta lebih temuan konten terkait kasus pornografi anak Indonesia. Data tersebut mengungkapkan jumlah kasus pornografi anak di Indonesia masuk dalam peringkat empat di dunia dan peringkat dua terbanyak di lingkungan Asia Tenggara atau negara-negara ASEAN (MediaIndonesia, 19-4-2024).
Materialisme Sumber Kerusakan
Di dalam kehidupan sistem kapitalis, makna kebahagiaan dipahami dengan banyaknya materi dan bentuk fisik yang bagus. Masyarakat yang berpaham materialisme, orientasi hidupnya hanya untuk memburu dan menumpuk harta kekayaan dan jabatan tanpa peduli konsep halal atau haram. Dampaknya sistem interaksi di dalam masyarakat menjadi buruk. Mereka hanya hidup untuk mendapatkan kesenangan, entah perbuatan tersebut mengandung asusila, pelecahan, pornografi, sek bebas dan lain sebagainya, tanpa peduli kesehatan mental generasi.
Pun bagi anak-anak, pada posisi orang tua kurang mampu, sementara mereka hidup dalam lingkungan hedonis. Mereka butuh uang jajan untuk bersenang-senang dengan teman, butuh HP baru untuk game, scroll Tiktok atau untuk membuat konten asusila dan tidak berfaedah. Apapun mau mereka lakukan, asal keinginan terpenuhi.
Sisi lain dalam kondisi ekonomi yang melemah, PHK masal di mana-mana, dan masyarakat harus bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhan setiap hari. Muncullah pemikiran bahwa kerja apapun boleh, yang penting menghasilkan uang, dan dapur terus ngebul.
Menjual konten pornografi dewasa maupun anak, merekam video asusila pribadi untuk kepentingan konten bahkan open BO, menjadi daya tarik tersendiri untuk menghasilkan uang cepat. Demikian kondisi masyarakat yang mendewakan materi dan keindahan, ketampanan maupun kecantikan. Video asusila pun diburu masyarakat untuk memuaskan nafsu para pelaku maksiat.
Generasi yang mestinya fokus pada pendidikan, belajar keras meraih prestasi, menjadi terganggu oleh permainan, game, tayangan kekerasan, hingga konten pornografi. Akhirnya, mental generasi terus terkikis dan labil, tidak bisa mengontrol emosi hingga mengalami mental illness.
Islam Menyelamatkan Generasi
Dalam Islam persoalan generasi sangat penting diperhatikan, karena keberlangsungan peradaban manusia ditentukan kekuatan mental generasi. Generasi ber-sakhsiyah Islam dengan pola pikir dan pola sikap Islami akan diwujudkan dalam keluarga dan lingkungan sekolah.
Sosok generasi yang memiliki ketakwaan kuat dan memiliki skill kehidupan yang profesional akan dibentuk melalui seperangkat kurikulum berbasis akidah dan syariah Islam. Dirinci dalam proses pembelajaran yang menguatkan mental generasi sesuai dengan jenjang pendidikan yang akan ditempuh. Didampingi oleh para guru, ustaz dan mufti yang memiliki integritas tinggi membangun peradaban Islam.
Sisi lain terkait penjagaan atas pemikiran dan mental generasi, Islam memiliki mekanisme yang mampu mengontrol pemikiran- pemikiran kufur seperti sekularisme, liberalisme, individualisme dan berbagai pemahaman yang bisa merusak pola pikir dan pola sikap generasi.
Badan penerangan negara juga akan melakukan kontrol ketat pada tayangan-tayangan tidak bermanfaat, gaya hidup hedonisme yang mendewakan nafsu, dan berbagai tayangan asusila yang mendorong kemaksiatan.
Dalam Islam memiliki kewajiban menerapkan sistem politik ekonomi Islam. Dengan begitu negara akan mampu memberikan pelayanan maksimal, menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi kepala keluarga. Memberikan fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis serta memastikan setiap individu masyarakat terpenuhi sandang, pangan, dan papan.
Negara juga akan memberikan sanksi yang tegas dan keras bagi pelaku kemaksiatan, pezina, pelaku konten pornografi, penjual, pelanggan kontennya, dan berbagai tindakan kriminal yang merusak ketentraman masyarakat.
Sanksi tersebut memiliki efek jera karena bersumber dari syari’at Islam, aturan yang berasal dari Allah SWT yang diturunkan melalui Rasulullah SAW. Dengan demikian berbagai persoalan yang menimpa generasi akan terselesaikan, jika negara menerapkan syariat Islam kafah yang bersumber dari Allah SWT. [LM/Ss]