Mampukah Sistem Sekuler Kapitalis Memberantas Judol?

Oleh : Asha Tridayana

 

Lensa Media News – Maraknya judi online (judol), tak hanya melibatkan masyarakat, namun setingkat pejabat kementerian juga turut andil. Hal ini disampaikan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, terdapat pejabat dan staf ahli Kemkomdigi yang terlibat. Sebanyak 11 orang pelaku judol tersebut telah diamankan oleh Polda Metro Jaya. Menteri Kemkomdigi, Meutya Hafid pun buka suara melalui akun media sosial resmi Kemkomdigi, pihaknya berkomitmen mendukung penuh arahan Presiden Prabowo untuk memberantas segala bentuk aktivitas ilegal, termasuk judol sekalipun pelaku dari kalangan ASN sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat agar aman di ruang digital (https://www.viva.co.id 01/11/24).

Sebelumnya telah digeledah sebuah unit ruko di kawasan Rose Garden, Kota Bekasi yang diduga sebagai kantor satelit judol. Terdapat delapan operator yang dipekerjakan oleh oknum Kemkomdigi untuk mengurus 1000 situs judol agar tidak diblokir. Terjadi penyalahgunaan wewenang oleh Kemkomdigi yang semestinya memblokir situs judol justru disisakan untuk tidak diblokir. Hal ini terungkap saat tersangka ditanyai langsung oleh Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Wira Satya Triputra. Sementara itu, detail pelaku belum dapat diungkapkan (https://megapolitan.kompas.com 01/11/24).

Menyikapi judol yang semakin meresahkan, Anggota Komisi I DPR Farah Nahlia menyampaikan judol merupakan musuh bersama masyarakat dan negara. Untuk menyelamatkan peradaban bangsa, harus ada ‘jihad berjamaah’ seluruh elemen masyarakat. Berharap agar aparat penegak hukum terus bergerak memberantas judi online hingga ke akarnya (https://news.republika.co.id 03/11/24).

Sungguh disayangkan, dalam upaya pemberantasan judol justru aparatur negara yang diberikan wewenang turut andil menjaga situs online agar tidak diblokir. Mereka memanfaatkan jabatan yang dimiliki untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok. Sehingga hanya mimpi, maraknya judol dapat diberantas karena pihak berwenang pun malah terlibat. Hal ini menunjukkan bahwa sistem hukum yang diterapkan sangatlah lemah dan cenderung berpihak pada yang berkuasa. Karena disinyalir terdapat oknum pejabat Kemkomdigi dibalik kasus tersebut.

Kondisi ini tidak terlepas dari sistem yang diterapkan yakni sistem kapitalisme yang pada dasarnya telah rusak karena berasaskan sekulerisme (memisahkan kehidupan dengan aturan agama). Sehingga tidak mengherankan, setiap persoalan yang muncul tidak dapat terselesaikan hingga tuntas. Karena sistem tersebut hanya menawarkan solusi tambal sulam, hanya memunculkan masalah baru.

Sistem sekuler kapitalisme menjadikan individu dapat melakukan berbagai hal tanpa memperhatikan dampaknya bahkan dapat menghalalkan segala cara. Seperti dalam memupuk kekayaan, aparat negara dengan mudah tersangkut kasus judol melalui kewenangan yang dimiliki. Hanya tinggal harapan, persoalan judol dapat diselesaikan selama sistem rusak tersebut masih diterapkan di negara ini. Termasuk pergantian pemimpin pun tidak dapat memberikan perubahan berarti.

Oleh karena itu, tidak ada cara lain selain menggantinya dengan sistem Islam. Jelas bahwa judi bentuk keharaman yang mesti ditinggalkan, tidak ada keraguan dalam menyikapinya termasuk dalam sanksi yang diberikan. Allah swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90).

Melalui mekanisme tiga pilar, negara dapat menutup celah terjadinya judi, yakni meningkatkan ketakwaan individu dengan pondasi akidah Islam, setiap individu dibekali pemikiran dan pemahaman Islam untuk menentukan segala aktivitasnya senantiasa terikat dengan hukum syara’. Adanya kontrol masyarakat yang saling menjaga agar terhindar dari maksiat karena menyadari setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Berikutnya tidak lain penerapan sistem hukum yang tegas dan menjerakan oleh negara.

Negara sebagai pihak berwenang dengan tegas mampu mencegah dan menuntaskan masalah. Bukan sekadar regulasi ataupun himbauan terlebih karakter pemimpin dan aparaturnya senantiasa menjadikan Islam sebagai standar dalam memutuskan kebijakan. Mereka menyadari amanah kepemimpinan semestinya dijalankan dengan sebaik-baiknya sebagai wujud keimanan.

Hal ini didukung oleh sistem pendidikan Islam yang mampu menghasilkan individu berkepribadian Islam baik sebagai warga sipil maupun pejabat negara. Sehingga bukan hal mustahil terwujud sumber daya manusia yang amanah dan taat pada aturan Allah swt. Dalam lingkungan masyarakat pun memiliki budaya amar makruf nahi mungkar.

Wallahu’alam bishowab.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis