Berlebih-lebihan Wajah Kapitalisme

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

 

LenSa Media News–Viral media memberitakan flexing sebuah roti dengan harga Rp 400 ribu, dibeli di Amerika dengan pesawat jet pribadi. Dimakan sesudah jalan-jalan dan membeli peralatan bayi dengan harga yang fantastis pula. Di sisi lain, banyak yang makan berlebihan hingga menyisakan sampah sisa makanan. Seolah versus, padahal sama-sama kasus berlebih-lebih dalam berperilaku.

 

Ternyata dampak susut dan sisa makanan (food loss and waste) negara mengalami kerugian, fantastisnya, hingga mencapai Rp213 triliun-Rp551 triliun per tahun yang dicatat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) .

 

Angka ini setara dengan 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, total emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari timbulan sampah sisa makanan mencapai 1.072,9 metrik ton (MT) CO2 -ek (tirto.id, 3/7/2024).

 

Bappenas sebenarnya sudah meluncurkan roadmap (peta jalan) Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular Indonesia 2025-2045 serta Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan dalam rangka mencegah potensi ekonomi yang hilang akibat susut dan sisa pangan, serta mendukung Pencapaian Ketahanan Pangan Menuju Indonesia Emas 2045.

 

Bahkan Denmark sudah digandeng pemerintah untuk membantu mengelola susut dan sisa pangan sebagaimana yang disampaikan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas, Vivi Yulaswati, menurutnya lagi, jika sisa pangan yang masih layak dikonsumsi dapat dimanfaatkan, harapannya, Indonesia tidak hanya bisa menyelamatkan potensi ekonomi yang hilang, tapi juga dapat memenuhi kebutuhan energi dan menurunkan emisi gas rumah kaca.

 

Kapitalisme Ciptakan Ironi

 

Jurang antara yang kaya dan miskin di negeri ini sangatlah tajam, hingga mematikan empati dalam setiap diri individu. Tentang makanan, flexing menjadi trending bahkan food waste, yang sebenarnya erat hubungannya dengan konsumerisme juga menjadi gaya hidup, ironinya dunia Islam, dengan ajarannya yang mulia ikut terjerembak ke dalam kehinaannya.

 

Food Waste adalah juga problem dunia, erat dengan konsumerisme, sebagai buah penerapan sistem kapitalisme sekuler, yang jauh dari akhlak Islam. Hanya karena diarusutamakan media, oleh pesohor dan pengaruh, rakyat latah mengikuti lupa identitas dirinya sebagai muslim.

 

Di sisi lain juga menggambarkan adanya mismanajemen negara dalam distribusi harta sehingga mengakibatkan kemiskinan dan problem lain seperti kasus beras busuk di gudang Bulog, pembuangan sembako untuk stabilisasi harga, panen gagal dan petani membuang hasil panen di jalan atau sungai dan masih banyak lagi.

 

Kapitalisme memang hanya fokus pada produksi, sistem ini beranggapan bahwa kebutuhan seseorang akan barang tak terbatas, sementara barang sifatnya terbatas. Faktanya manusia adalah makhluk paling efisien, mampu bertahan dalam berbagai tekanan, maka sebenarnya yang perlu diperbaiki adalah cara pandang manusia dalam kehidupan ini.

 

Jika landasannya sekuler maka akan menghasilkan perilaku rusak dan merusak. Hilang rasa syukur berganti dengan kerakusan. Butuh edukasi yang berkelanjutan serta penerapan sistem yang sahih yang bukan berasal dari manusia. Sebab, kekacauan hari ini karena manusia lemah diberi wewenang membuat aturan hidup.

 

Islam Way of Live

 

Tidak berlebihan jika Islam dikatakan sebagai way of live atau cara pandang dalam kehidupan. Islam memiliki aturan terbaik dalam mengatur konsumsi dan juga distribusi sehingga terhindar dari kemubaziran dan berlebih-lebihan, Allah SWT. melarang manusia untuk bersikap boros, sebagaimana firmanNya yang artinya, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (TQS Al Isra :26-27).

 

Islam mewajibkan kepada negara sesuai amanat hukum syara yang sudah dipahami, untuk mengadakan pengaturan yang cermat, sehingga terwujud distribusi yang merata dan mengentaskan kemiskinan. Food waste dapat dihindarkan.

 

Seorang pemimpin wajib bersikap bijak dan adil, sekaligus peka dengan kebutuhan umat, dimana pun berada,apapun agamanya, sepanjang menjadi warga daulah maka berhak sejahtera dan terhindar dari sikap berlebihan.

 

Sistem pendidikan Islam juga telah terbukti mampu mencetak individu yang bijak bersikap termasuk dalam mengelola dan mengatur konsumsi makanan. Hal itu terlihat dari bagaimana Umar bin Khattab ketika bertemu seseorang di jalan, dan terlihat perutnya buncit.

 

Umar membantah perkataan orang itu bahwa perut buncitnya adalah karunia, sebaliknya Umar menyebutkan sebagai azab, dan melanjutkan dengan perkataan ini, “Hai sekalian manusia, hai sekalian manusia. Hindari perut yang besar. Karena membuat kalian malas menunaikan shalat, merusak organ tubuh, menimbulkan banyak penyakit. Makanlah kalian secukupnya. Agar kalian semangat menunaikan shalat, terhindar dari sifat boros, dan lebih giat beribadah kepada Allah.” Wallahualam bissawab. [LM/ry].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis