Solusi Islam dalam Mengatasi Sampah Sisa Makanan
Oleh: Dzakia Raida Fakhira
LenSa MediaNews__ Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mencatat potensi kerugian negara akibat susut dan sisa makanan (food loss and waste) mencapai Rp213 triliun-Rp551 triliun per tahun. Angka ini setara dengan 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. (tirto.id, 3-7-2024)
Susut dan sisa makanan tersebut tentu sangat disayangkan, mengapa? karena, masih banyak warga di negeri ini yang mengalami kelaparan, bahkan ada yg tidak bisa makan. Selain itu, sudut dan sisa makanan itu juga menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari timbulan sampah sisa makanan mencapai 1.072,9 metrik ton (MT) CO2 -ek. (tirto.id, 3-7-2024)
Masalah banyaknya sisa makanan ini tidak boleh disepelekan karena dapat berbahaya dan juga tidak disukai Allah swt. Masalah ini harus diselesaikan hingga tuntas agar tidak terus terjadi. Penyebab banyaknya sampah makanan ini adalah para kapitalis atau perusahaan produsen pangan yang banyak memproduksi makanan agar mendapat keuntungan yang besar. Padahal tidak semua makanan itu bisa dibeli masyarakat. Apalagi kondisi perekonomian masyarakat yang sedang sulit membuat daya beli menurun. Sisa makanan yang tidak laku tersebut akan kadaluarsa dan dibuang. Sangat disayangkan sekali, makanan-makanan itu dibuang padahal banyak yang kelaparan.
Selain para kapitalis pemilik perusahaan makanan, pemerintah juga ikut menyebabkan susutnya makanan. Seperti melakukan impor beras di saat panen raya di dalam negeri. Stok beras pun menumpuk di gudang, akhirnya menjadi berkutu dan susut. Padahal penduduk miskin dan penduduk miskin ekstrem banyak yang tidak mampu membeli beras. Ini menunjukkan bahwa distribusi pangan di negeri ini buruk.
Masalah ini terjadi karena sistem kapitalisme yang fokus pada produksi dan tidak mempedulikan distribusi. Ini membuat kemiskinan terus terjadi. Seharusnya pemerintah mengatur distribusi pangan agar tidak menumpuk di gudang dan mendistribusikannya kepada penduduk miskin. Dengan demikian akan membantu masyarakat miskin dan mengatasi stunting pada anak-anak. Tapi hal itu tidak dilakukan pemerintah karena akan merugikan para kapitalis karena akan merusak pasar. Para kapitalis sepertinya lebih suka sisa pangan dimusnahkan daripada diberikan ke warga miskin. Pemerintah pun lebih memihak kepada kapitalis daripada warganya yang miskin.
Akar masalah ini adalah penerapan sistem kapitalisme yang berasas manfaat semata. Berbeda denga sistem Islam yang menghargai makanan sebagai rizki dari Allah swt. Islam mengajarkan pada umatnya untuk bersikap zuhud yang salah satu wujudnya adalah tidak berlebih-lebihan dalam hal makanan. Seperti dalam firman Allah yang tercantum dalam (QS Al-A’raf [7]: 31).
Sistem Islam juga akan mengawasi perusahaan produsen makanan agar tidak ada praktik membuang-buang makanan. Jika ada pelaku usaha yang terbukti membuang-buang makanan, maka akan diberikan sanksi tegas.
Sistem Islam juga akan segera mendistribusikan bahan makanan pada warga yang membutuhkan, sehingga harapannya tidak ada orang yang kelaparan, juga tidak ada pangan yang menumpuk dan terbuang sia-sia. Jika ada makanan yang berlebih maka akan disedekahkan pada orang-orang yang membutuhkan. Dengan solusi Islam ini maka masalah susut dan sisa makanan yang terbuang akan dapat teratasi tuntas. Wallahua’lam bishawab