Badai PHK: Negara Fasilitator Menguntungkan Investor
Oleh: Rini Rahayu
(Ibu Rumah Tangga, Aktivis Dakwah)
LenSaMediaNews.com__Mendung kini tengah membayangi perekonomian Indonesia. Pemutusan hubungan kerja atau PHK bergentayangan di mana-mana. Buruh perkantoran sampai pabrik dihantui pemecatan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Karena perusahaan sudah tidak mampu menjalankan roda usahanya.
Puluhan pabrik dengan berat hati harus melakukan PHK massal. Hampir 14 ribu buruh terdampak kebijakan ini. Terbitnya Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) No. 8 Tahun 2024 yang mengatur mengenai larangan batas impor, ditenggarai sebagai biang keladi dari permasalahan ini. Sehingga mengakibatkan banyaknya pabrik tekstil yang gulung tikar (detikfinance, 03-07-2024).
Badai PHK yang terjadi ini, memicu ribuan buruh yang tergabung dalam Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi unjuk rasa pada hari Rabu 3 Juli 2024. Dalam unjuk rasa tersebut para buruh mengajukan beberapa tuntutan di antaranya: Stop PHK buruh tekstil, cabut Permendag No. 8 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, lindungi industri dalam negeri, batalkan peraturan yang membolehkan aplikator/platform online asing membuka usaha kurir dan logistik, karena akan mengancam PHK bagi puluhan ribu buruh di industri logistik dan kurir termasuk Pos Indonesia (metrotvnews.com, 03-07-2024).
Menanggapi permasalahan tersebut, pemerintah merencanakan pemungutan pajak hingga 200% bagi produk tekstil buatan China, sebagai salah satu solusi untuk mengatasi badai PHK yang terjadi. Hal ini dilakukan untuk membentengi masuknya produk impor dari China, yang ditenggarai sebagai penyebab gulung tikarnya pabrik-pabrik tekstil sehingga harus melakukan PHK besar-besaran.
Apakah sudah tepat solusi yang diambil oleh pemerintah ini? Sementara hal mendasar yang menjadi penyebabnya tidak tersentuh, yaitu sistem ekonomi kapitalis. Karena dalam sistem ekonomi kapitalis keuntungan menjadi tujuan utama, bukan kemaslahatan umat. Dalam sistem ini pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator yang sudah pasti akan lebih berpihak pada investor bukan rakyat.
Dalam perspektif kapitalisme, negara hanya berperan dalam ketok palu regulasi dan mengawasi dari kejauhan. Dengan demikian posisi penguasa hanya menguntungkan para kapitalis (investor). Sedangkan pekerja tetap menjadi korban.
Negara adalah sebagai raa’in (pengurus) dan mas’ulun (penanggungjawab) dalam sistem Islam. Sehingga negara akan menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk pekerja. Peraturan yang menangani masalah ketenagakerjaan akan dibuat berdasarkan pada akidah Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-sunnah. Bukan pada produk hukum buatan manusia yang berubah-ubah dan menyesuaikan kepentingan segolongan orang saja.
Dalam sistem Islam (Khilafah) negara akan memfasilitasi agar para lelaki sebagai kepala keluarga mempunyai pekerjaan sesuai dengan keterampilan dan keahlian yang dimilikinya. Khilafah akan melakukan industrialisasi sehingga bisa membuka lapangan kerja secara massal. Pertanian, peternakan, dan perdagangan juga menjadi hal yang diperhatikan dalam Khilafah, karena sektor ini akan menyerap banyak tenaga kerja.
Semua ini akan mudah terlaksana dalam sistem Islam, karena semuanya akan dibiayai dari baitul mal. Di mana sumber utamanya dari pengelolaan harta milik negara, seperti SDA (Sumber Daya Alam) dan zakat, bukan dari utang.
Dalam dunia usaha, Khilafah menciptakan iklim yang kondusif dengan memberikan bantuan modal usaha, bimbingan usaha, dan menghilangkan pungutan-pungutan. Sehingga akan mendorong munculnya pengusaha di berbagai bidang. Di mana hal ini akan berimbas pada pembukaan lapangan kerja. Dengan demikian tidak akan ada lelaki yang menganggur.
Sistem Islam mewajibkan optimalisasi industri dalam negeri, sehingga kebutuhan produk untuk pasar lokal akan tercukupi dan tidak lagi diperlukan impor. Dengan demikian, negara dengan sistem Islam tidak akan tergantung pada impor. Demikian sempurnanya sistem Islam dalam mengatur dan mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Sehingga pekerja akan bekerja dengan tenang karena tidak dihantui ancaman PHK.
Wallahualam bissawab. [LM/Ss]