Refleksi Idul Adha, Butuh Khilafah Segera
Oleh: Tsabita Haqiqi
Islamic Millenials Community
LenSa Media News–Pelaksanaan Idul Adha tahun ini 2024/1445 H mengalami perbedaan antara Arab Saudi dan Indonesia. Arab Saudi menyelenggarakan Idul Adha pada Ahad 16 Zulhijah 2024 sementara Indonesia pada Senin 17 Zulhijah 2024.
Sebelumnya, pada Kamis (6/6/2024) Mahkamah Agung Arab Saudi menetapkan, awal Zulhijah atau 1 Zulhijah 1445 H bertepatan dengan Jumat (7/6/2024). Dengan demikian, Idul Adha jatuh pada 10 Zulhijah bertepatan pada Ahad (16/6/2024). Sementara itu, Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI mengumumkan bahwa Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriyah bertepatan pada Senin 17 Juni 2024 mendatang.
Pengumuman tersebut sesuai hisab posisi hilal wilayah Indonesia yang sudah masuk kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), sehingga disepakati bahwa 1 Zulhijah tahun 1445 H jatuh pada hari Sabtu (8/62024), dan Hari Raya Idul Adha jatuh pada Senin (17/6/2024) (Republika.co.id, 8/6/2024).
Ulama berbeda pendapat dalam menentukan rukyat untuk Idul Fitri. Mazhab Syafii menganut rukyat lokal yaitu mengamalkan rukyat di masing-masing negeri. Sedangkan Mazhab Hanafi, Hambali, dan Maliki sependapat menggunakan rukyat global yaitu mengamalkan rukyat yang sama untuk seluruh kaum muslim. Jika rukyat telah terjadi di satu bagian bumi, maka rukyat itu berlaku kaum muslim di seluruh dunia.
Namun, perbedaan itu tidak ada dalam penentuan Idul Adha. Ulama seluruh mazhab sepakat mengamalkan rukyat yang sama untuk Idul Adha yaitu rukyatulhilal untuk menetapkan awal Zulhijah yang dilakukan oleh penduduk Makkah.
Karena itu kaum muslim selalu ber-Idul Adha pada hari yang sama. Berdasarkan hadis yang berasal dari Husain bin Harits al-Jadali (dari Jadilah Qais) yang menyampaikan, “Sesungguhnya Amir Makkah pernah berkhotbah dan berkata: ‘Rasullah saw. mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan rukyat. Jika kami tidak berhasil merukyat tapi ada dua saksi adil yang berhasil merukyat maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.’” (HR Abu Dawud dan Ad-daruquthni).
Meskipun penetapan Idul Adha seharusnya mengikuti Amir Makkah sebagaimana perintah Rasulullah saw., tetapi pemerintah Indonesia mengikuti fatwa sebagian ulama serta tetap berani membolehkan perbedaan Idul Adha di Indonesia. Akibatnya Idul Adha di Indonesia seringkali jatuh pada hari pertama dari hari tasyrik bukan pada yaumun-nahr atau hari penyembelihan hewan kurban.
Mirisnya, perbedaan penentuan Hari Raya Idul Adha diantara negeri-negeri kaum muslim terjadi karena faktor fanatisme yaitu nasionalisme. Nasionalisme ini menjadikan umat terpecah belah menjadi negara-negara bangsa.
Setelah runtuhnya kekhilafahan terakhir di Turki tahun 1924, dunia Islam tidak lagi menjadi kekuatan politik yang disegani. Wilayahnya terkotak-kotak menjadi lebih dari 50 negara karena ikatan nasionalisme.
Ikatan ini menggantikan ikatan yang kokoh yaitu akidah dan persaudaraan Islam yang mereka miliki. Mereka bersikap individualis. Misalnya dalam penentuan Idul Adha, negeri ini terpisah dengan negara arab sebagai tempat orang-orang menunaikan ibadah haji. Selain itu, ikatan ini menjadikan mereka abai terhadap persoalan negara lain.
Ide nasionalisme ini berasal dari barat untuk melanggengkan imperialismenya terhadap negeri-negeri muslim. Sayangnya, sebagian umat Islam mengelu-elukan ide ini. Ide ini dipandang sebagai pemersatu bangsa dengan dalih cinta tanah air sebagian dari iman.
Padahal kalimat itu hanyalah sebuah propaganda untuk memecah belah kaum muslim dan bertentangan dengan sabda Rasulullah saw.. “ Bukanlah bagian dari golonganku orang yang menyerukan ashabiyah, bukan golonganku yang berperang karena ashabiyah, dan bukan golonganku orang yang mati atas dasar ashabiyah.” (HR Abu Dawud). Ashabiyah adalah perasaan fanatisme golongan, termasuk kesukuan dan nasionalisme.
Perbedaan perayaan Idul Adha ini seharusnya menyadarkan umat untuk bersatu dalam satu kepemimpinan. Kepemimpinan yang mampu menyatukan umat yaitu Khilafah Islamiah. Wallahualam bissawab. [LM/ry].