Emosi Tak Terkontrol, Benteng Keluarga Jebol
Oleh: Farida
(Muslimah Peduli Generasi)
LenSaMediaNews.com__Begitu mirisnya kehidupan saat ini. Adab tak lagi digunakan, akhlak pun terabaikan. Betapa kejamnya seorang anak, yang tega menghabisi nyawa bapak kandungnya sendiri. Seperti kasus viral di sosial media, seorang pedagang laki-laki ditemukan tewas di sebuah toko perabotan di Duren Sawit, Jakarta Timur.
Hasil penyelidikan polisi, ternyata pelakunya dua anak kandung dari korban. Kombes Nicolas Ari lipaly mengungkapkan pelaku sudah ditangkap. Mereka adalah dua orang remaja putri berinisial K (17) dan P (16). Penyebabnya karena sakit hati dimarahi ayahnya setelah ketahuan mencuri uang milik sang ayah tersebut (liputan6.com, 23-06-2024).
Ada apa dengan emosi remaja tadi yang begitu tidak terkendali? Di manakah perannya sebagai seorang anak yang sudah seharusnya memuliakan orang tua, termasuk ayah di dalamnya? Bila kita cermati, perilaku remaja saat ini kian hari semakin memprihatinkan. Bayangkan saja, hanya persoalan dimarahi karena ketahuan mencuri, lantas tega menghabisi nyawa bapaknya.
Perilaku remaja yang labil dan kejam dibarengi dengan tidak adanya aspek penjaga perilaku mereka, menjadikan rasa kasih seolah hilang dari diri mereka. Padahal remaja sejatinya menjadi komponen penting dalam mewujudkan kebangkitan untuk perubahan. Di tangan merekalah lentera peradaban Islam berada
Namun ironisnya, pembawa lentera itu terjerumus ke dalam perilaku mengerikan yang tak berperikemanusiaan. Hilangnya peran dan fungsi seorang anak dalam keluarga, yang seharusnya menghormati dan menyayangi kedua orangtuanya, tidak bisa dilepaskan dari begitu kuatnya ide liberalisme yang berdasar pada sekularisme.
Sistem sekularisme telah menggerus akhlak para remaja, sehingga mereka menjadi liar tak terkendali. Sistem ini telah melahirkan generasi lemah iman sehingga tidak mampu mengontrol emosinya. Rendahnya keimanan dan tipisnya ketakwaan individu, mendorong mereka bebas bertindak dan berperilaku sehingga begitu sulit mengendalikan emosinya.
Penerapan sistem hidup sekuler telah gagal memanusiakan manusia. Sehingga naluri dan akal pikiran tidak terpelihara dengan semestinya. Maka lahirlah generasi yang rapuh. Berbeda dengan sistem Islam. Sistem yang berasal dari Dzat Yang Maha Agung ini telah berhasil menorehkan peradaban agung sepanjang sejarah peradaban manusia.
Sistem ini telah melahirkan generasi pembawa lentera kebangkitan Islam, yang memiliki kepribadian Islam sehingga mereka memahami peran dan fungsinya sebagai anak. Sistem Islam telah menyandarkan akal pada akidah Islam, sehingga memunculkan keterikatan terhadap hukum syara dalam setiap amal perbuatan.
Sistem ini telah memposisikan manusia sesuai dengan perannya masing-masing. Di dalam keluarga, sistem ini telah menempatkan posisi manusia, baik sebagai ayah, ibu, termasuk anak. Peran dan fungsi masing-masing telah sangat jelas diatur oleh Islam.
Para anak diwajibkan berbuat baik pada orang tuanya. Berbicara secara santun dengan suara yang lebih rendah dibanding orang tuanya. Membantu kesulitan orang tuanya, mendo’akan, merawat, mengurus, dan lain sebagainya. Untuk menyelamatkan generasi sudah waktunya kita kembali kepada Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan.
Wallahua’lam bishawab. [LM/Ss]